Bacaan: Bilangan 17:1-12
Kepemimpinan Harun sekarang terus dipertanyakan oleh bangsa Israel. Telah berulangkali Allah menyatakan pilihanNya atas Harun sebagai Imam. Kali ini Allah menyatakan dengan mengumpulkan masing-masing tongkat mewakili ke duabelas suku dimana tiap-tiap suku menuliskan nama suku mereka di tongkat tersebut. Hanya pada suku Lewilah Allah meminta dituliskan nama Harun, bukan nama suku mereka. Kemudian tongkat itu diletakkan didalam kemah hukum Allah. Keesokan harinya, ternyata tongkat Harun yang bertunas, bahkan berbunga dan berbuah. Ajaib sekali, tongkat berupa kayu mati, bisa menghasilkan kehidupan dalam satu malam saja. Dengan ini Allah menyatakan sekali lagi dengan jelas dan didepan mata seluruh bangsa Israel pilihanNya atas Harun.
Apakah sungut-sungut bangsa Israel berhenti? Ternyata tidak. Mereka sekarang mengeluh lagi, takut mati karena berdekatan dengan kemah suci Allah.
Aneh bin ajaib. Allah sudah sedemikian banyak menyatakan mujizatNya kepada bangsa Israel. Tetapi mereka memang tegar tengkuk dan bebal hatinya. Ini menunjukkan bahwa mujizatpun tidak bisa menjamin bahwa manusia bisa berubah dihadapan Allah. Berarti, hanya Allah sajalah yang sesungguhnya bisa merubah kecenderungan hati manusia untuk hidup berkenan dihadapanNya.
Mengeluh dan taat adalah dua hal yang berdampingan. Bisa saja beberapa orang mengalami kasus yang sama, tetapi hasilnya ada yang bersungut-sungut dan ada yang tetap optimis. Mengapa bisa demikan? Karena ketaatan membutuhkan kepercayaan yang melampaui bukti. Karena ternyata bukti juga tidak dapat membuat manusia taat kepada Allah. Kecenderungan hati yang mau dan hanya mau menolak Allah adalah hakekat dari manusia itu sendiri. Kita sudah rusak total dihadapan Allah. Baik rasio, emosi maupun kemauan kita sudah terdistorsi. Bagaikan roda, maka rasio, emosi dan kemauan kita tidak lagi berada pada titik as tengah. Sehingga setiap gerakan hanya akan mengakibatkan kerusakan yang lebih dan lebih lagi. Semakin aktif bergerak, semakin membuat kendaran itu menjadi rusak.
Marthin Luther mengatakan kita bagaikan kelereng (gundu) yang sudah turun dari lintasan didaerah atas masuk ke lintasan bagian bawah. Kita memang masih bergerak bebas, tetapi bergerak di lintasan bawah. Dengan segala kemampuan kita bergerak, sudah tidak memungkinkan lagi untuk pindah ke lintasan atas, tempat yang baik dan menyenangkan. Demikian juga dengan manusia. Kecenderungan hati yang sudah rusak, mengakibatkan apapun mujizat yang Allah lakukan, tetap saja tidak merubah kehidupan untuk percaya kepada Allah.
Hanya Allahlah yang sanggup merubah hati kita untuk percaya kepadaNya.
Tadi mobil yang saya kendarai mogok. Distater tidak bisa hidup. Padahal ini bukanlah mobil tua. Masih baru, keluaran tahun 2005. Mobil terpaksa didorong, tetapi tetap saja tidak mau hidup. Seminggu terakhir ini memang saya merasakan kalau mau menghidupkan mobil sudah tidak selincah dulu lagi. Akhirnya mobil saya buka bagian yang membungkus aki-nya. Apa yang terjadi? Air akinya hanya berisi separuh dan diseluruh bagian arus positip dan negatip sudah dipenuhi oleh serbuk putih yang merupakan reaksi kimiawi dari aki itu sendiri dan air akinya. Aki saya bersihkan dengan kuas dan amplas, kemudian saya pasang kembali. Ternyata belum bisa juga, karena tadi sudah habis tenaganya ketika coba dihidupkan hingga beberapa kali.
Apapun yang terjadi, mau diamplas lagi, mau didorong, tetap saja akan mogok. Akinya sudah tidak bertenaga baik lagi. Solusinya pergi ke tukang aki untuk tambah air aki dan di strom untuk meningkatkan arus yang ada didalamnya. Perubahan kondisi di luar, tidak mengakibatkan mobil jalan. Tetapi perubahan pada aki mobil yang bisa membuat jalan kembali.
Demikian juga dengan saudara dan saya. Mujizat sebanyak apapun juga tidak akan berpengaruh pada hati kita, kecuali kita diberikan hati yang baru atau hati yang terus diperbaharui untuk bisa memuji dan memuliakanNya. Bukan hal yang diluar kita yang bisa merubah kita untuk taat, tetapi perubahan yang didalamlah yang bisa membuat kita berespon secara tepat kepadaNya.
Taat dan mengeluh adalah hasil dari hati yang berbeda ketika mengalami masalah yang sama. Hati yang lama dan kusam akan mengakibatkan kita mengeluh dalam kondisi apapun juga. Hati yang baru akan selalu mau belajar taat dalam kondisi apapun juga.
Engkau ingin memiliki hati yang baru dan terus diperbaharui? Datanglah pada Yesus, Ia akan memberikannya. Ia sudah lama menanti saudara dan saya untuk terus menerus di ”cas” olehNya. Maukah saudara?
Jumat, 13 Juli 2007
Kamis, 12 Juli 2007
Murka dan kedaulatan Allah
Bacaan: Bilangan 16:23-50
Merenungkan perikop ini begitu mengerikan hati. Kita berjumpa dan berkenalan dengan sosok Allah yang adil dan suci adanya. Kita bertemu dengan otoritas dan kedaulatan mutlak dari Allah.
Orang-orang yang memang ingin melawan Allah dengan menentang Musa dan Harun serta ingin menggantikan kepemimpinan mereka, mendapat ganjaran. Tanah yang Korah, Datan dan Abiram tempati beserta seluruh keluarganya terbelah dua. Semuanya mati tertelan hidup-hidup didalam tanah. Sedangkan duaratus limapuluh orang lainnya terbakar, tersambar api oleh Tuhan.
Kejadian itu membuat pemberontakan mulai reda. Rakyat mulai melihat, siapa sesungguhnya pemimpin bangsa itu yang dipilih oleh Allah, yaitu Harun dan Musa. Tetapi, keesokan harinya bangsa Israel mulai menggerutu kembali kepada Allah. Mereka menyalahkan Musa dan Harun kenapa bangsa itu mulai banyak yang mati. Merekalah (Musa dan Harun) yang membunuhi rakyat Israel.
Bagaimana respon Allah mendengarkan gerutu mereka? Murka Allah kembali nyala dan ingin membumi hanguskan bangsa itu. Mulailah tulah yang demikian cepat menyebar dan segera membunuh rakyat Israel satu demi satu. Melihat itu Musa dan Harun berdoa bagi bangsa Israel kepada Allah. Api ukupan dari bakaran Harun, dipakai sebagai perdamaian antara bangsa Israel dan Allah. Harun secepat-cepatnya bekerja dan berlari ketengah-tengah jemaat untuk mengadakan pendamaian bagi mereka. Harun bekerja berkejar-kejaran dengan kecepatan tulah yang mematikan dan membunuh bangsa Israel. Akhirnya perndamaian bagi bangsa Israel dapat dilakukan dan tulah berhenti. Total ada sekitar 14.700 orang mati. Ini diluar kasus Korah, Datan dan Abiram.
Kenapa Allah begitu keras kepada bangsa Israel? Kenapa Allah tidak mengampuni mereka saja? Kenapa 14.700 orang harus mati? Mengapa Allah begitu kejam?
Perikop ini mengajarkan kita aspek penting, yaitu murka Tuhan. Keadilan Tuhan haruslah ditegakkan. Tidak boleh ada satu apapun yang berhak mengatur dan mengajari Allah apa yang harus Allah lakukan. Seringkali kita menyalahkan Allah atas apa yang terjadi. Ada cerita mengenai seorang umat beragama. Dikemudian hari terjadilah pembunuhan yang dilakukan demi alasan agama oleh orang-orang yang fanatik. Ini membuat orang tersebut mulai berpikir ulang. Kenapa orang beragama malah saling membunuh? Kenapa Tuhan tidak bisa menyetop itu semua? Dia akhirnya tidak lagi percaya pada Tuhan. Yang penting sekarang adalah perbuatan baik dan moral yang sungguh untuk merubah dunia ini. Engkau mau beragama apapun tidak lagi menjadi penting. Tuhanpun tidak menjadi ukuran lagi. Karena ada tidak adanya Tuhan, tetap saja banyak yang mati, baik karena bencana alam, tsunami maupun karena bom oleh terorisme.
Tadi juga disiarkan pada acara “Oprah” mengenai seorang pria yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang yang terbakar dan meledak di sebuah bandara. Akhir cerita dia katakan, itu semua bukan karena Tuhan. Tetapi karena dia terus bergerak dan mencoba menolong sebanyak mungkin orang yang bisa dia selamatkan. Dalam proses itu, dia melihat orang-orang yang sedang dan mau mati karena terbakar didalam pesawat, memancarkan cahaya. Pancaran cahaya aura ini berbeda-beda. Ada yang sinarnya terang dan ada juga yang redup. Sekarang tujuan hidupnya adalah berusaha semaksimal mungkin mempunyai pancaran aura seterang mungkin yang bisa dia lakukan. Dia ingin berbuat sebaik-baiknya untuk mempunyai aura terang itu dari dalam dirinya.
Mulai memimpin diri sendiri dan tidak percaya lagi kepada Tuhan serta kedaulatanNya, itulah yang sedang terjadi didunia ini. Banyak orang yang marah kepada Tuhan, kenapa terjadi demikian banyak bencana, kematian dan pederitaan. Itu semua karena Allah berdiam saja. Apakah betul demikian? Seperti bangsa Israel yang tidak sadar mereka terus menerus melawan dan memberontak kepada Allah, demikian juga dengan banyak orang yang hidup zaman ini. Mereka terus menyalahkan Allah dan bukannya memohonkan pertolongan dariNya. Malah banyak orang yang mulai mencoba menyelesaikan setiap masalah dengan kemampuan dirinya sendiri. Mereka mencari jalan yang dianggap terbaik bagi hidup mereka. Apakah mungkin?
Marthin Luther sudah pernah merenungkan hal itu dalam pergumulan yang sedemikian hebatnya. Manusia tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri melalui perbuatan baik yang dilakukan manusia itu sendiri. Tetapi seperti seorang filsuf pernah berkata: kesalahan terbesar manusia dalam sejarah adalah manusia tidak mau belajar dari sejarah itu sendiri.
Kita haruslah menyadari akan murka Allah atas dosa dan kedaulatan Allah untuk melakukan apa yang adil dan benar. Bagaimana dengan saudara dan saya? Tuhan Tolonglah saya ini, agar selalu bergantung pada kedaulatanMu yang penuh dan bersandar dalam kasihMu untuk terus hidup kudus dan berkenan. Tolonglah saya Tuhan, Amen.
Merenungkan perikop ini begitu mengerikan hati. Kita berjumpa dan berkenalan dengan sosok Allah yang adil dan suci adanya. Kita bertemu dengan otoritas dan kedaulatan mutlak dari Allah.
Orang-orang yang memang ingin melawan Allah dengan menentang Musa dan Harun serta ingin menggantikan kepemimpinan mereka, mendapat ganjaran. Tanah yang Korah, Datan dan Abiram tempati beserta seluruh keluarganya terbelah dua. Semuanya mati tertelan hidup-hidup didalam tanah. Sedangkan duaratus limapuluh orang lainnya terbakar, tersambar api oleh Tuhan.
Kejadian itu membuat pemberontakan mulai reda. Rakyat mulai melihat, siapa sesungguhnya pemimpin bangsa itu yang dipilih oleh Allah, yaitu Harun dan Musa. Tetapi, keesokan harinya bangsa Israel mulai menggerutu kembali kepada Allah. Mereka menyalahkan Musa dan Harun kenapa bangsa itu mulai banyak yang mati. Merekalah (Musa dan Harun) yang membunuhi rakyat Israel.
Bagaimana respon Allah mendengarkan gerutu mereka? Murka Allah kembali nyala dan ingin membumi hanguskan bangsa itu. Mulailah tulah yang demikian cepat menyebar dan segera membunuh rakyat Israel satu demi satu. Melihat itu Musa dan Harun berdoa bagi bangsa Israel kepada Allah. Api ukupan dari bakaran Harun, dipakai sebagai perdamaian antara bangsa Israel dan Allah. Harun secepat-cepatnya bekerja dan berlari ketengah-tengah jemaat untuk mengadakan pendamaian bagi mereka. Harun bekerja berkejar-kejaran dengan kecepatan tulah yang mematikan dan membunuh bangsa Israel. Akhirnya perndamaian bagi bangsa Israel dapat dilakukan dan tulah berhenti. Total ada sekitar 14.700 orang mati. Ini diluar kasus Korah, Datan dan Abiram.
Kenapa Allah begitu keras kepada bangsa Israel? Kenapa Allah tidak mengampuni mereka saja? Kenapa 14.700 orang harus mati? Mengapa Allah begitu kejam?
Perikop ini mengajarkan kita aspek penting, yaitu murka Tuhan. Keadilan Tuhan haruslah ditegakkan. Tidak boleh ada satu apapun yang berhak mengatur dan mengajari Allah apa yang harus Allah lakukan. Seringkali kita menyalahkan Allah atas apa yang terjadi. Ada cerita mengenai seorang umat beragama. Dikemudian hari terjadilah pembunuhan yang dilakukan demi alasan agama oleh orang-orang yang fanatik. Ini membuat orang tersebut mulai berpikir ulang. Kenapa orang beragama malah saling membunuh? Kenapa Tuhan tidak bisa menyetop itu semua? Dia akhirnya tidak lagi percaya pada Tuhan. Yang penting sekarang adalah perbuatan baik dan moral yang sungguh untuk merubah dunia ini. Engkau mau beragama apapun tidak lagi menjadi penting. Tuhanpun tidak menjadi ukuran lagi. Karena ada tidak adanya Tuhan, tetap saja banyak yang mati, baik karena bencana alam, tsunami maupun karena bom oleh terorisme.
Tadi juga disiarkan pada acara “Oprah” mengenai seorang pria yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang yang terbakar dan meledak di sebuah bandara. Akhir cerita dia katakan, itu semua bukan karena Tuhan. Tetapi karena dia terus bergerak dan mencoba menolong sebanyak mungkin orang yang bisa dia selamatkan. Dalam proses itu, dia melihat orang-orang yang sedang dan mau mati karena terbakar didalam pesawat, memancarkan cahaya. Pancaran cahaya aura ini berbeda-beda. Ada yang sinarnya terang dan ada juga yang redup. Sekarang tujuan hidupnya adalah berusaha semaksimal mungkin mempunyai pancaran aura seterang mungkin yang bisa dia lakukan. Dia ingin berbuat sebaik-baiknya untuk mempunyai aura terang itu dari dalam dirinya.
Mulai memimpin diri sendiri dan tidak percaya lagi kepada Tuhan serta kedaulatanNya, itulah yang sedang terjadi didunia ini. Banyak orang yang marah kepada Tuhan, kenapa terjadi demikian banyak bencana, kematian dan pederitaan. Itu semua karena Allah berdiam saja. Apakah betul demikian? Seperti bangsa Israel yang tidak sadar mereka terus menerus melawan dan memberontak kepada Allah, demikian juga dengan banyak orang yang hidup zaman ini. Mereka terus menyalahkan Allah dan bukannya memohonkan pertolongan dariNya. Malah banyak orang yang mulai mencoba menyelesaikan setiap masalah dengan kemampuan dirinya sendiri. Mereka mencari jalan yang dianggap terbaik bagi hidup mereka. Apakah mungkin?
Marthin Luther sudah pernah merenungkan hal itu dalam pergumulan yang sedemikian hebatnya. Manusia tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri melalui perbuatan baik yang dilakukan manusia itu sendiri. Tetapi seperti seorang filsuf pernah berkata: kesalahan terbesar manusia dalam sejarah adalah manusia tidak mau belajar dari sejarah itu sendiri.
Kita haruslah menyadari akan murka Allah atas dosa dan kedaulatan Allah untuk melakukan apa yang adil dan benar. Bagaimana dengan saudara dan saya? Tuhan Tolonglah saya ini, agar selalu bergantung pada kedaulatanMu yang penuh dan bersandar dalam kasihMu untuk terus hidup kudus dan berkenan. Tolonglah saya Tuhan, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Rabu, 11 Juli 2007
Pemberontakan
Bacaan: Bilangan 16:1-22
Setelah Musa menjauh dari tanah Kanaan menuju ke padang gurun, mulailah terjadi kelompok-kelompok yang tidak suka. Lagi-lagi kekerasan hati bangsa Israel di pertunjukkan kembali. Kegentaran akan hukuman Tuhan tidak lagi mereka ingat. Sekarang sasaran mereka bukanlah memberontak kepada perintah Tuhan, tetapi lebih pada keinginan menggantikan Musa. Tuhan memberikan perintah A, B ataupun C. Bangsa Israel melakukan X, Y dan Z. Sekarang arah pemberontakan mereka tidak kepada Allah, tetapi pada kepemimpinan Musa.
Ada dua kelompok utama: Kelompok pertama dipimpin oleh Korah. Kelompok kedua dipimpin oleh Datan dan Abiram. Kedua kelompok ini diikuti oleh duaratus limapuluh orang dari pemimpin-pemimpin bangsa Israel. Korah mengincar jabatan Imam Harun. Karena itu ia menghasut bahwa Musa “meninggikan diri diatas jemaah Tuhan yang adalah orang-orang kudus”. Adapun Datan dan Abiram memberontak kepada kepemimpinan Musa dan ingin menjadi pemimpin. Mereka berkata bahwa Musa tidak mampu membawa bangsa Israel memasuki tanah Kanaan bahkan membawa mereka untuk mati di padang gurun.
Musa menjawab mereka dengan mengembalikannya kepada Allah. Karena semua tindakannya semata-mata mengikuti apa yang Allah ingin dia lakukan. Kepemimpinan Musa pun diangkat oleh Allah. Inilah siap pemimpin yang sejati.
Dalam hidup kerohanian kitapun didalam setiap pelayanan tentu akan ada friksi-friksi dan gesekan. Kalau tidak baik-baik diselesaikan, bisa menimbulkan perpecahan. Dalam proses pelayanan seorang hamba Tuhan, ada titik-titik dimana kesombongan rohani menjadi musuh utama. Pertama kali melayani sedemikian rendah hati. Tetapi setelah belasan bahkan puluhan tahun, mulai merasa lebih pintar, lebih jago dan lebih segalanya daripada yang lain. Ini menyebabkan sifat yang keras kepala dan tidak mau diatur lagi. Ketika timbul gesekan-gesekan dalam pelayanan diantara sesama pelayan, maka bukanlah Tuhan yang menjadi pemecah masalah. Diri sendiri dengan segala keangkuhan dan keegoisan yang menjadi pemecah masalah yang ada. Mulai menggerakkan kelompok-kelompok yang mendukung dan lain sebagainya. Membuat berbagai macam trik dan strategi untuk menjatuhkan rekan pelayan yang mungkin bisa menjadi saingan. Ataupun setiap keputusan haruslah sesuai dengan keinginan diri sendiri.
Inilah kebahayaan yang timbul dari iri hati yang tidak mau tunduk kepada Tuhan. Mempunyai sikap yang tidak memiliki apapun serta menyerahkan semua otoritas dalam tangan Tuhan, haruslah menjadi yang utama. Tuhan mau menempatkan pada posisi A atau posisi B atau juga posisi C bukalah menjadi target utama lagi. Tujuan yang terutama adalah: mengetahui apa rencana Tuhan atas hidupku, atas pelayanan, gereja, bangsa dan negara ini. Lalu bekerja segiat tenaga untuk menggenapkan rencana Tuhan itu. Ini tidaklah mudah.
Melihat dari sudut pandang Allah, inilah yang terpenting. Bagaimana dengan saudara dan saya? Seringkali saya juga terjebak dalam hal ini. Merasa apa yang kita lakukan adalah yang terbaik dan orang lain harus mau mengikuti apa yang kita inginkan. Retreat, atau mundur sejenak, itu seharusnya yang terbaik kita lakukan. Mundur sejenak untuk merenung dan berpikir serta memberikan waktu teduh yang cukup untuk berdoa dan berbicara kepada Tuhan. Ini akan membuat kita sejenak untuk me”rem” emosi yang meledak-ledak dan sifat mau menang sendiri. Duduk diam dan mulai menyaksikan bagaimana Tuhan untuk bertindak dan menyelesaikan masalah, adalah satu hal yang perlu kita lakukan. Mengembalikan seluruh masalah kepada Tuhan.
Saya seringkali bertemu dengan hamba Tuhan yang saya kira sudah berumur tua sekali. Ternyata umurnya masih jauh lebih muda dibandingkan wajahnya. Kenapa demikian? Karena masalah jemaat dan kehidupan bergereja begitu menggerogoti hati dan pikirannya. Beban yang ada dipikul sendiri, bukan diserahkan kepada Tuhan. Penyerahan masalah kepada Tuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang sedemikian militan melayani kadang kala tidak mudah. Ini perlu latihan terus-menerus. Demikian juga dengan saudara dan saya. Kalau anda seorang yang demikian militan melayani, itu artinya saudara mulai dididik untuk menyerahkan beban dalam tangan Tuhan dari setiap masalah yang saudara dan saya hadapi. Ini tidaklah mudah.
Setelah Musa menjauh dari tanah Kanaan menuju ke padang gurun, mulailah terjadi kelompok-kelompok yang tidak suka. Lagi-lagi kekerasan hati bangsa Israel di pertunjukkan kembali. Kegentaran akan hukuman Tuhan tidak lagi mereka ingat. Sekarang sasaran mereka bukanlah memberontak kepada perintah Tuhan, tetapi lebih pada keinginan menggantikan Musa. Tuhan memberikan perintah A, B ataupun C. Bangsa Israel melakukan X, Y dan Z. Sekarang arah pemberontakan mereka tidak kepada Allah, tetapi pada kepemimpinan Musa.
Ada dua kelompok utama: Kelompok pertama dipimpin oleh Korah. Kelompok kedua dipimpin oleh Datan dan Abiram. Kedua kelompok ini diikuti oleh duaratus limapuluh orang dari pemimpin-pemimpin bangsa Israel. Korah mengincar jabatan Imam Harun. Karena itu ia menghasut bahwa Musa “meninggikan diri diatas jemaah Tuhan yang adalah orang-orang kudus”. Adapun Datan dan Abiram memberontak kepada kepemimpinan Musa dan ingin menjadi pemimpin. Mereka berkata bahwa Musa tidak mampu membawa bangsa Israel memasuki tanah Kanaan bahkan membawa mereka untuk mati di padang gurun.
Musa menjawab mereka dengan mengembalikannya kepada Allah. Karena semua tindakannya semata-mata mengikuti apa yang Allah ingin dia lakukan. Kepemimpinan Musa pun diangkat oleh Allah. Inilah siap pemimpin yang sejati.
Dalam hidup kerohanian kitapun didalam setiap pelayanan tentu akan ada friksi-friksi dan gesekan. Kalau tidak baik-baik diselesaikan, bisa menimbulkan perpecahan. Dalam proses pelayanan seorang hamba Tuhan, ada titik-titik dimana kesombongan rohani menjadi musuh utama. Pertama kali melayani sedemikian rendah hati. Tetapi setelah belasan bahkan puluhan tahun, mulai merasa lebih pintar, lebih jago dan lebih segalanya daripada yang lain. Ini menyebabkan sifat yang keras kepala dan tidak mau diatur lagi. Ketika timbul gesekan-gesekan dalam pelayanan diantara sesama pelayan, maka bukanlah Tuhan yang menjadi pemecah masalah. Diri sendiri dengan segala keangkuhan dan keegoisan yang menjadi pemecah masalah yang ada. Mulai menggerakkan kelompok-kelompok yang mendukung dan lain sebagainya. Membuat berbagai macam trik dan strategi untuk menjatuhkan rekan pelayan yang mungkin bisa menjadi saingan. Ataupun setiap keputusan haruslah sesuai dengan keinginan diri sendiri.
Inilah kebahayaan yang timbul dari iri hati yang tidak mau tunduk kepada Tuhan. Mempunyai sikap yang tidak memiliki apapun serta menyerahkan semua otoritas dalam tangan Tuhan, haruslah menjadi yang utama. Tuhan mau menempatkan pada posisi A atau posisi B atau juga posisi C bukalah menjadi target utama lagi. Tujuan yang terutama adalah: mengetahui apa rencana Tuhan atas hidupku, atas pelayanan, gereja, bangsa dan negara ini. Lalu bekerja segiat tenaga untuk menggenapkan rencana Tuhan itu. Ini tidaklah mudah.
Melihat dari sudut pandang Allah, inilah yang terpenting. Bagaimana dengan saudara dan saya? Seringkali saya juga terjebak dalam hal ini. Merasa apa yang kita lakukan adalah yang terbaik dan orang lain harus mau mengikuti apa yang kita inginkan. Retreat, atau mundur sejenak, itu seharusnya yang terbaik kita lakukan. Mundur sejenak untuk merenung dan berpikir serta memberikan waktu teduh yang cukup untuk berdoa dan berbicara kepada Tuhan. Ini akan membuat kita sejenak untuk me”rem” emosi yang meledak-ledak dan sifat mau menang sendiri. Duduk diam dan mulai menyaksikan bagaimana Tuhan untuk bertindak dan menyelesaikan masalah, adalah satu hal yang perlu kita lakukan. Mengembalikan seluruh masalah kepada Tuhan.
Saya seringkali bertemu dengan hamba Tuhan yang saya kira sudah berumur tua sekali. Ternyata umurnya masih jauh lebih muda dibandingkan wajahnya. Kenapa demikian? Karena masalah jemaat dan kehidupan bergereja begitu menggerogoti hati dan pikirannya. Beban yang ada dipikul sendiri, bukan diserahkan kepada Tuhan. Penyerahan masalah kepada Tuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang sedemikian militan melayani kadang kala tidak mudah. Ini perlu latihan terus-menerus. Demikian juga dengan saudara dan saya. Kalau anda seorang yang demikian militan melayani, itu artinya saudara mulai dididik untuk menyerahkan beban dalam tangan Tuhan dari setiap masalah yang saudara dan saya hadapi. Ini tidaklah mudah.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Selasa, 10 Juli 2007
Dosa manusia dan kasih Allah
Bacaan: Bilangan 15:22-41
Ketika bangsa Israel berdosa kepada Allah, maka Allah memberikan dua ketentuan. Pertama adalah dosa yang disengaja. Untuk ini, Allah menyediakan kasih karuniaNya berupa pengampunan dengan korban sajian kepada Allah. Kedua, adalah bagi mereka yang dengan sengaja berbuat dosa. Itu artinya secara aktif dan sadar melawan Allah. Ketika kita melawan Allah dengan kesadaran penuh, maka hukumannya adalah mati. Kalau demikian, bagaimana kasih Allah untuk hal ini?
Untuk dosa yang tidak disengaja, Allah menyatakan kasihNya dengan korban pengampunan dosa. Tetapi kalau dosa yang disengaja yaitu melanggar kesucian hari sabat, maka tidak ada pengampunannya. Kalau demikian, dimana kasih Allah? Untuk dosa yang disengaja ini, Allah menyatakan kasihNya dengan memberikan perintah kepada Musa agar bangsa Israel membuat jumbai-jumbai pada setiap punca baju mereka. Ini akan selalu mengingatkan bangsa Israel, kalau mau secara sadar melawan Allah. Dengan jumbai-jumbai ini, maka ketika mau dengan sengaja melawan Allah, maka ia akan diingatkan, sehingga tidak jadi untuk melakukannya.
Prinsip utama untuk mengenal kasih Allah adalah murka Allah terhadap dosa. Karena dosa adalah timbul akibat penyalahgunaan kebebasan yang Allah berikan. Ini mengkibatkan setiap orang yang berdosa tidak boleh lagi bersama dengan Allah, karena Allah adalah suci adanya. Allah tidak bisa mengingkari diriNya sendiri yang adalah suci. Karena itu, dalam mengenal kasih Allah itu harus seimbang dengan pengenalan akan murka Allah akan dosa. Sedalam apa kita mengenal murka Allah akan dosa, maka sedlam itu juga pengenalan kita akan kasih Allah.
Allah begitu benci dosa yang merupakan perlawanan dari natur diri Allah sendiri. Karena itu tidak boleh ada sesuatu apapun yang tidak suci bergabung bersama dengan Allah. Pelanggaran terhadap hal-hal penting terutama hari sabat yang merupakan pengudusan bagi Allah sesungguhnya adalah perlawanan terhadap Allah itu sendiri. Hukumannya jelas: mati.
Allah sekarang sudah menyatakan kasihNya secara sempurna melalui kematian Kristus bagi saudara dan saya. Pertanyaannya adalah: seberapa dalam kita mengenal kasih Allah?
Jawabannya adalah seberapa dalam juga kita mengenal murka Allah. Karena itu sesungguhnya pemahaman atas perikop ini membawa pengertian yang jernih akan murka Allah atas dosa manusia.
Ada orang yang bertanya, kalau orang Kristen berbuat dosa, maka minta ampun kepada Yesus, semua masalah selesai. Kalau begitu, berbuat dosa dan minta ampun lagi, demikian seterusnya. Alangkah enaknya jadi orang Kristen. Ini adalah pendapat yang keliru. Pengenalan akan kasih Allah yang tidak diikuti dengan pengenalan akan murka Allah akan dosa, menyebabkan tidak adanya pengertian akan kasih yang sesungguhnya. Karena itu setiap orang yang telah ditebus, tidak lagi diberikan jumbai-jumbai, tetapi Roh Kudus itu sendiri untuk menemani, membimbing, menghibur dan menguatkan setiap orang yang percaya kepadaNya.
Pertanyaan orang banyak terhadap ajaran Kristen, haruslah dibuktikan dengan hidup kudus dan takut akan Dia. Ini menjadi kekuatan utama Kristen. Bagaimana caranya bisa hidup kudus dan berkenan kepadaNya? Yaitu selalu dengar-dengaran akan Dia melalui firman dan doa. Ini akan menguatkan kita untuk hidup benar dihadapanNya. Bagaimana dengan saudara dan saya? Itu tugas yang harus kita laksanakan hari lepas hari. Tuhan tolonglah kami, Amen.
Ketika bangsa Israel berdosa kepada Allah, maka Allah memberikan dua ketentuan. Pertama adalah dosa yang disengaja. Untuk ini, Allah menyediakan kasih karuniaNya berupa pengampunan dengan korban sajian kepada Allah. Kedua, adalah bagi mereka yang dengan sengaja berbuat dosa. Itu artinya secara aktif dan sadar melawan Allah. Ketika kita melawan Allah dengan kesadaran penuh, maka hukumannya adalah mati. Kalau demikian, bagaimana kasih Allah untuk hal ini?
Untuk dosa yang tidak disengaja, Allah menyatakan kasihNya dengan korban pengampunan dosa. Tetapi kalau dosa yang disengaja yaitu melanggar kesucian hari sabat, maka tidak ada pengampunannya. Kalau demikian, dimana kasih Allah? Untuk dosa yang disengaja ini, Allah menyatakan kasihNya dengan memberikan perintah kepada Musa agar bangsa Israel membuat jumbai-jumbai pada setiap punca baju mereka. Ini akan selalu mengingatkan bangsa Israel, kalau mau secara sadar melawan Allah. Dengan jumbai-jumbai ini, maka ketika mau dengan sengaja melawan Allah, maka ia akan diingatkan, sehingga tidak jadi untuk melakukannya.
Prinsip utama untuk mengenal kasih Allah adalah murka Allah terhadap dosa. Karena dosa adalah timbul akibat penyalahgunaan kebebasan yang Allah berikan. Ini mengkibatkan setiap orang yang berdosa tidak boleh lagi bersama dengan Allah, karena Allah adalah suci adanya. Allah tidak bisa mengingkari diriNya sendiri yang adalah suci. Karena itu, dalam mengenal kasih Allah itu harus seimbang dengan pengenalan akan murka Allah akan dosa. Sedalam apa kita mengenal murka Allah akan dosa, maka sedlam itu juga pengenalan kita akan kasih Allah.
Allah begitu benci dosa yang merupakan perlawanan dari natur diri Allah sendiri. Karena itu tidak boleh ada sesuatu apapun yang tidak suci bergabung bersama dengan Allah. Pelanggaran terhadap hal-hal penting terutama hari sabat yang merupakan pengudusan bagi Allah sesungguhnya adalah perlawanan terhadap Allah itu sendiri. Hukumannya jelas: mati.
Allah sekarang sudah menyatakan kasihNya secara sempurna melalui kematian Kristus bagi saudara dan saya. Pertanyaannya adalah: seberapa dalam kita mengenal kasih Allah?
Jawabannya adalah seberapa dalam juga kita mengenal murka Allah. Karena itu sesungguhnya pemahaman atas perikop ini membawa pengertian yang jernih akan murka Allah atas dosa manusia.
Ada orang yang bertanya, kalau orang Kristen berbuat dosa, maka minta ampun kepada Yesus, semua masalah selesai. Kalau begitu, berbuat dosa dan minta ampun lagi, demikian seterusnya. Alangkah enaknya jadi orang Kristen. Ini adalah pendapat yang keliru. Pengenalan akan kasih Allah yang tidak diikuti dengan pengenalan akan murka Allah akan dosa, menyebabkan tidak adanya pengertian akan kasih yang sesungguhnya. Karena itu setiap orang yang telah ditebus, tidak lagi diberikan jumbai-jumbai, tetapi Roh Kudus itu sendiri untuk menemani, membimbing, menghibur dan menguatkan setiap orang yang percaya kepadaNya.
Pertanyaan orang banyak terhadap ajaran Kristen, haruslah dibuktikan dengan hidup kudus dan takut akan Dia. Ini menjadi kekuatan utama Kristen. Bagaimana caranya bisa hidup kudus dan berkenan kepadaNya? Yaitu selalu dengar-dengaran akan Dia melalui firman dan doa. Ini akan menguatkan kita untuk hidup benar dihadapanNya. Bagaimana dengan saudara dan saya? Itu tugas yang harus kita laksanakan hari lepas hari. Tuhan tolonglah kami, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Senin, 09 Juli 2007
Persembahan korban
Bacaan: Bilangan 15:1-21
Kita seringkali mempersembahkan uang ataupun sesuatu yang kita miliki kepada Tuhan. Apakah sebenarnya makna persembahan itu sendiri?
Bangsa Israel sekarang menerima hukuman dari Allah, yaitu berada di padang gurun. Tetapi Allah tetap menyertai mereka. Apa buktinya? Yaitu persembahan yang mereka harus bikan kepada Allah. Ini merupakan bukti akan persekutuan antara Allah dan manusia. Relasi ini merupakan suatu hubungan antar pencipta dan yang dicipta. Ketika manusia diciptakan oleh Allah, maka relasi itu baik adanya. Tetapi setelah jatuh dalam dosa maka relasi itu terputus. Adapun manusia dicipta sebagai mahluk rohani yang harus berhubungan dengan penciptanya. Karena itulah relasi yang putus itu diusahakan oleh manusia dengan menciptakan illah-illah bagi diri mereka sendiri.
Allah menyatakan syarat-syarat persembahan kepada diriNya, itu berarti Allah tidak meninggalkan dan tetap menyertai bangsa Israel. Persembahan apapun yang mereka lakukan, baik itu kambing, domba jantan maupun lembu aruslah disertai dengan unsur roti (tepung) dan anggur. Ini mengingatkan kita tentang perjamuan kudus dari Yesus kepada murid-muridNya yang juga memecah dan memakan roti serta meminum anggur. Persekutuan ini haruslah terus dipelihara, yang menandakan kita sebagai milik kepunyaan Allah.
Apa syarat pesembahan?
1. Ada unsur roti dan anggur, ini melambangkan persekutuan dengan Allah.
2. Ada unsur korban binatang.
3. Haruslah yang terbaik dan bukan sisa-sisa
4. Semuanya itu dengan satu tujuan: menyenangkan Allah.
Apakah dengan persembahan itu Allah akan senang? Apakah Allah bisa disogok dengan korban persembahan? Sebenarnya, persembahan itu adalah waktu-waktu penting untuk kita ingat dan kembali kepadaNya.
Seringkali kita lalai, waktu yang demikian sempit karena kesibukan dan pekerjaan membuat kita melupakan Tuhan. Kalau melupakan Tuhan itu berarti juga melupakan apa artinya kita hidup didunia ini. Melupakan apa tujuan dan arah hidup kita. Memberikan persembahan kepada Tuhan, menurut saya adalah suatu tindakan untuk mengingatkan kembali pada diri sendiri, siapa kita sesungguhnya dan siapakah Allah itu. Apa posisi dan tugas kita dihadapaan Allah. Persembahan bagi saya lebih daripada unsur menyenangkan Allah, tetapi lebih pada proses diri sendiri yaitu untuk lebih setia dan dekat padaNya.
Persembahan pada dasarnya, tidaklah merubah Allah. Persembahan adalah merubah diri sendiri. Sebelum kita memberikan persembahan dan sesudah kita memberikan persembahan, ada suasana lain yang kita dapatkan. Coba saja uji siapa diri kita sesungguhnya. Misalnya saja, saat ini coba perhatikan seperti apa engkau sesungguhnya dan perasanmu kepada Allah. Jika saudara ada uang tabungan yang penting untuk masa depan saudara, cobalah sumbangkan ke gereja sebesar 50% dari depositomu. Setelah engkau persembahkan, lalu lihatlah bagaimana dengan hatimu, ada perubahan atau tidak? Ataukan sama saja?
Pasti ada. Tindakan itu merupakan penyerahan total kepada Allah, semacam tindakan penaklukan diri untuk semakin berserah kepada Allah. Semakin dalam mengenal siapa diri sendiri dan siapakah Allah itu sendiri.
Persembahan sesungguhnya tidaklah merubah Allah. Persembahan adalah merubah diri sendiri. Karena itu berikanlah pesembahan yang terbaik, karena itu adalah proses yang merubah diri menjadi semakin lebih baik lagi. Bagaimana dengan saya? Apakah sudah mempersembahkan yang terbaik? Waktu, uang, tenaga? Ini merupakan proses terus-menerus yang harus saya lakukan. Kiranya Tuhan menolong dan memampukan saya, Amen.
Kita seringkali mempersembahkan uang ataupun sesuatu yang kita miliki kepada Tuhan. Apakah sebenarnya makna persembahan itu sendiri?
Bangsa Israel sekarang menerima hukuman dari Allah, yaitu berada di padang gurun. Tetapi Allah tetap menyertai mereka. Apa buktinya? Yaitu persembahan yang mereka harus bikan kepada Allah. Ini merupakan bukti akan persekutuan antara Allah dan manusia. Relasi ini merupakan suatu hubungan antar pencipta dan yang dicipta. Ketika manusia diciptakan oleh Allah, maka relasi itu baik adanya. Tetapi setelah jatuh dalam dosa maka relasi itu terputus. Adapun manusia dicipta sebagai mahluk rohani yang harus berhubungan dengan penciptanya. Karena itulah relasi yang putus itu diusahakan oleh manusia dengan menciptakan illah-illah bagi diri mereka sendiri.
Allah menyatakan syarat-syarat persembahan kepada diriNya, itu berarti Allah tidak meninggalkan dan tetap menyertai bangsa Israel. Persembahan apapun yang mereka lakukan, baik itu kambing, domba jantan maupun lembu aruslah disertai dengan unsur roti (tepung) dan anggur. Ini mengingatkan kita tentang perjamuan kudus dari Yesus kepada murid-muridNya yang juga memecah dan memakan roti serta meminum anggur. Persekutuan ini haruslah terus dipelihara, yang menandakan kita sebagai milik kepunyaan Allah.
Apa syarat pesembahan?
1. Ada unsur roti dan anggur, ini melambangkan persekutuan dengan Allah.
2. Ada unsur korban binatang.
3. Haruslah yang terbaik dan bukan sisa-sisa
4. Semuanya itu dengan satu tujuan: menyenangkan Allah.
Apakah dengan persembahan itu Allah akan senang? Apakah Allah bisa disogok dengan korban persembahan? Sebenarnya, persembahan itu adalah waktu-waktu penting untuk kita ingat dan kembali kepadaNya.
Seringkali kita lalai, waktu yang demikian sempit karena kesibukan dan pekerjaan membuat kita melupakan Tuhan. Kalau melupakan Tuhan itu berarti juga melupakan apa artinya kita hidup didunia ini. Melupakan apa tujuan dan arah hidup kita. Memberikan persembahan kepada Tuhan, menurut saya adalah suatu tindakan untuk mengingatkan kembali pada diri sendiri, siapa kita sesungguhnya dan siapakah Allah itu. Apa posisi dan tugas kita dihadapaan Allah. Persembahan bagi saya lebih daripada unsur menyenangkan Allah, tetapi lebih pada proses diri sendiri yaitu untuk lebih setia dan dekat padaNya.
Persembahan pada dasarnya, tidaklah merubah Allah. Persembahan adalah merubah diri sendiri. Sebelum kita memberikan persembahan dan sesudah kita memberikan persembahan, ada suasana lain yang kita dapatkan. Coba saja uji siapa diri kita sesungguhnya. Misalnya saja, saat ini coba perhatikan seperti apa engkau sesungguhnya dan perasanmu kepada Allah. Jika saudara ada uang tabungan yang penting untuk masa depan saudara, cobalah sumbangkan ke gereja sebesar 50% dari depositomu. Setelah engkau persembahkan, lalu lihatlah bagaimana dengan hatimu, ada perubahan atau tidak? Ataukan sama saja?
Pasti ada. Tindakan itu merupakan penyerahan total kepada Allah, semacam tindakan penaklukan diri untuk semakin berserah kepada Allah. Semakin dalam mengenal siapa diri sendiri dan siapakah Allah itu sendiri.
Persembahan sesungguhnya tidaklah merubah Allah. Persembahan adalah merubah diri sendiri. Karena itu berikanlah pesembahan yang terbaik, karena itu adalah proses yang merubah diri menjadi semakin lebih baik lagi. Bagaimana dengan saya? Apakah sudah mempersembahkan yang terbaik? Waktu, uang, tenaga? Ini merupakan proses terus-menerus yang harus saya lakukan. Kiranya Tuhan menolong dan memampukan saya, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Minggu, 08 Juli 2007
Penyertaan Allah
Bacaan: Bilangan 14:39-45
Allah sudah membuatkan keputusan. Bagaimana respon bangsa Israel? Mereka menyesali tindakan mereka sehingga sekarang tidak diperkenan masuk ke tanah Kanaan. Mereka sekarang berobah, dari takut menjadi berani. Sehingga pagi-pagi hari seluruh bangsa berkumpul untuk menyerang ke tanah Kanaan. Musa tentu saja tidak menyetujuinya. Kenapa? Karena Allah tidak mengijinkan. Allah tidak akan menyertai, sehingga kekalahan akan mereka alami. Itu akan mempermalukan diri mereka sendiri saja sebagai suatu bangsa. Betul saja, bangsa Israel yang menyerang ke tanah Kanaan dipukul mundur oleh orang Amalek dan orang Kanaan.
Ini menggelikan sekali. Ketika Allah bilang maju, mereka tidak mau maju. Ketika Allah perintahkan mundur mereka malah maju. Inilah ciri saudara dan saya. Seringkali kitalah yang menjadi jurumudi dari hidup kita, bukan Allah. Ketika kita menjadi jurumudi hidup kita sendiri, maka Allah tidak akan menyertai. Ingatlah saudara, ketika kita berbuat dosa, Allah menghukum kita. Ketika Allah menghukum dengan membuang kita, maka saat itu juga sesungguhnya kita masih tetap dalam perlindungannya. Artinya ketika kita menjalani hukuman dari Allah, sesunguhnya kita juga sedang dilindungi. Tetapi kalau kita tidak mau menerima hukuman dari Allah, maka kematian dan mautlah yang menjadi pilihan kita.
Ketika bangsa Israel menerima hukuman dari Allah, itu tidaklah mempermalukan diri mereka dihadapan bangsa lain. Mereka tidak akan pernah mengalami kekalahan apapun. Yang ada ialah menerima hukuman dari Allah. Tetapi kalau tidak mau menerima hukuman dari Allah, maka hukuman dari dunia ini akan kita terima, yaitu maut itu sendiri. Mereka seharusnya mempunyai kesempatan umur selama empat puluh tahun di padang belantara untuk boleh belajar kembali merasakan kasih karunia dan anugrah dari Allah. Tetapi apa yang terjadi? Tidak ada lagi empat puluh tahun penyertaan Allah, yang ada ialah kematian ditangan musuh.
Bukankah lebih baik menderita didalam tangan Allah daripada menderita lepas dari perlindunganNya? Musa memiliki padang gurunnya untuk bergumul, Israel juga mempunyai padang gurunnya, maka saudara dan sayapun mempunyai padang gurun kita masing-masing. Ketika seorang hamba Tuhan yang begitu marah kepada keadaan hidupnya sehingga melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepadaNya, saat itu juga ia sedang berada dalam padang gurunnya. Memang hidup jadi sulit, tetapi sesungguhnya tangan Allah tidak pernah melepaskan kita. Ada waktu-waktu perenungan yang sedemikian penting untuk kita belajar dan bertumbuh dihadapanNya. Saat itu menjadi saat yang penting, karena kita melihat Allah dari kacamata lain yang belum pernah kita lihat selama ini. Waktu perenungan ini menjadi waktu yang mengkristalisasikan iman kita. Perenungan-perenungan mendalam ketika mengarungi padang pasir dan padang gurun hidup kita masing-masing, itu menjadi berharga sekali. Tuhan menyertai kita didalam padang gurun itu sendiri. Yang penting adalah adanya kesadaran penuh bahwa hidup kita berada dalam kontrol Allah. Ada proses-proses dimana kita semakin hari semakin mengerti apa yang Allah ingin kita lakukan. Memang saat itu mungkin kita tidak lagi aktif melayani, tetapi itu juga menjadi waktu teduh yang demikian panjang dan berguna dalam hidup. Itu menimbulkan komitmen baru yang diperbaharui didalam hati, ketika kembali padaNya, untuk tidak mengulangi hal yang sama kembali.
Ini adalah ketaatan yang sudah melalui proses. Ketika kita ditebus olehNya, maka ketaatan kita adalah ketaatan status. Itu belumlah ketaatan yang sesungguhnya. Ketika mengalami jatuh bangun dalam mengikut Dia, disitulah ketaatan kita menjadi ketaatan yang bermutu. Yaitu ketaatan yang telah melewati proses pembentukan. Mazmur 23 jelas menyatakan: GadaMu dan TongkatMu, itulah yang membimbing aku. Gada untuk memukul musuh kita, tongkat adalah untuk memukul kita. Allah melakukan itu untuk mengarahkan dan membimbing saudara dan saya.
Dimanakah saudara saat ini berada? Di padang gurun atau di padang rumput hijau? Itu tidaklah penting bagi kita sekarang. Yang penting adalah: adakah Allah bersama kita? Ini yang terpenting!
Allah sudah membuatkan keputusan. Bagaimana respon bangsa Israel? Mereka menyesali tindakan mereka sehingga sekarang tidak diperkenan masuk ke tanah Kanaan. Mereka sekarang berobah, dari takut menjadi berani. Sehingga pagi-pagi hari seluruh bangsa berkumpul untuk menyerang ke tanah Kanaan. Musa tentu saja tidak menyetujuinya. Kenapa? Karena Allah tidak mengijinkan. Allah tidak akan menyertai, sehingga kekalahan akan mereka alami. Itu akan mempermalukan diri mereka sendiri saja sebagai suatu bangsa. Betul saja, bangsa Israel yang menyerang ke tanah Kanaan dipukul mundur oleh orang Amalek dan orang Kanaan.
Ini menggelikan sekali. Ketika Allah bilang maju, mereka tidak mau maju. Ketika Allah perintahkan mundur mereka malah maju. Inilah ciri saudara dan saya. Seringkali kitalah yang menjadi jurumudi dari hidup kita, bukan Allah. Ketika kita menjadi jurumudi hidup kita sendiri, maka Allah tidak akan menyertai. Ingatlah saudara, ketika kita berbuat dosa, Allah menghukum kita. Ketika Allah menghukum dengan membuang kita, maka saat itu juga sesungguhnya kita masih tetap dalam perlindungannya. Artinya ketika kita menjalani hukuman dari Allah, sesunguhnya kita juga sedang dilindungi. Tetapi kalau kita tidak mau menerima hukuman dari Allah, maka kematian dan mautlah yang menjadi pilihan kita.
Ketika bangsa Israel menerima hukuman dari Allah, itu tidaklah mempermalukan diri mereka dihadapan bangsa lain. Mereka tidak akan pernah mengalami kekalahan apapun. Yang ada ialah menerima hukuman dari Allah. Tetapi kalau tidak mau menerima hukuman dari Allah, maka hukuman dari dunia ini akan kita terima, yaitu maut itu sendiri. Mereka seharusnya mempunyai kesempatan umur selama empat puluh tahun di padang belantara untuk boleh belajar kembali merasakan kasih karunia dan anugrah dari Allah. Tetapi apa yang terjadi? Tidak ada lagi empat puluh tahun penyertaan Allah, yang ada ialah kematian ditangan musuh.
Bukankah lebih baik menderita didalam tangan Allah daripada menderita lepas dari perlindunganNya? Musa memiliki padang gurunnya untuk bergumul, Israel juga mempunyai padang gurunnya, maka saudara dan sayapun mempunyai padang gurun kita masing-masing. Ketika seorang hamba Tuhan yang begitu marah kepada keadaan hidupnya sehingga melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepadaNya, saat itu juga ia sedang berada dalam padang gurunnya. Memang hidup jadi sulit, tetapi sesungguhnya tangan Allah tidak pernah melepaskan kita. Ada waktu-waktu perenungan yang sedemikian penting untuk kita belajar dan bertumbuh dihadapanNya. Saat itu menjadi saat yang penting, karena kita melihat Allah dari kacamata lain yang belum pernah kita lihat selama ini. Waktu perenungan ini menjadi waktu yang mengkristalisasikan iman kita. Perenungan-perenungan mendalam ketika mengarungi padang pasir dan padang gurun hidup kita masing-masing, itu menjadi berharga sekali. Tuhan menyertai kita didalam padang gurun itu sendiri. Yang penting adalah adanya kesadaran penuh bahwa hidup kita berada dalam kontrol Allah. Ada proses-proses dimana kita semakin hari semakin mengerti apa yang Allah ingin kita lakukan. Memang saat itu mungkin kita tidak lagi aktif melayani, tetapi itu juga menjadi waktu teduh yang demikian panjang dan berguna dalam hidup. Itu menimbulkan komitmen baru yang diperbaharui didalam hati, ketika kembali padaNya, untuk tidak mengulangi hal yang sama kembali.
Ini adalah ketaatan yang sudah melalui proses. Ketika kita ditebus olehNya, maka ketaatan kita adalah ketaatan status. Itu belumlah ketaatan yang sesungguhnya. Ketika mengalami jatuh bangun dalam mengikut Dia, disitulah ketaatan kita menjadi ketaatan yang bermutu. Yaitu ketaatan yang telah melewati proses pembentukan. Mazmur 23 jelas menyatakan: GadaMu dan TongkatMu, itulah yang membimbing aku. Gada untuk memukul musuh kita, tongkat adalah untuk memukul kita. Allah melakukan itu untuk mengarahkan dan membimbing saudara dan saya.
Dimanakah saudara saat ini berada? Di padang gurun atau di padang rumput hijau? Itu tidaklah penting bagi kita sekarang. Yang penting adalah: adakah Allah bersama kita? Ini yang terpenting!
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Sabtu, 07 Juli 2007
Penghukuman Allah
Bacaan: Bilangan 14:20-38
Setiap dosa ada hukumannya. Demikian juga dengan bangsa Israel. Mereka memberontak kepada Allah dan tidak setia kepada perjanjian yang telah Allah nyatakan kepada nenek moyang mereka. Musa sebagai perwakilan untuk meminta kepada Allah untuk tidak meniadakan bangsa itu. Karena peerjanjian itu telah dilanggar oleh bangsa Israel.
Mengingat akan permintaan Musa, Allah tidak meniadakan bangsa itu. Tetapi generasi yang memberontak, yaitu yang berumur 20 tahun keatas, tidak akan menduduki tanah Kanaan sesuai dengan keinginan hati mereka. Mereka lebih suka mati di padang atau menjadi budak di Mesir daripada menuju tanah Kanaan. Mereka akhirnya menerima apa yang mereka inginkan. Kecuali Kaleb dan Yosua, mereka akan memasuki tanah Kanaan.
Allah memang bisa mengampuni, tetapi Allah tidak bisa melawan kodrat diriNya sendiri. Allah adalah adil, artinya bukan Allah mempunyai sifat adil, tetapi keadilan itu adalah diri Allah itu sendiri. Allah tidak bisa melawan diriNya sendiri. Jadi setiap perlawanan kepada diriNya, haruslah ada hukumannya.
Musa menjadi perantara antara Allah dan bangsa Israel. Permintaan Musa tidaklah merubah Allah, karena Allah tidak pernah berubah. Yang ada ialah Allah memutuskan apa yang sudah menjadi keadilanNya. Keadilan Allah adalah otoritas mutlak dari Allah. Karena keadilan Allah ialah diri Allah itu sendiri. Allah tidak bisa melawan natur diriNya. Dalam kesementaraan waktu, kita memandang seakan-akan Allah berubah, tetapi dalam kekekalan, Allah sesungguhnya tidak pernah berubah. Karena Allah memutuskan apa yang menjadi permintaan Musa itu berada dalam ikatan kesementaraan waktu. Perlu kita ketahui bahwa Allah tidak pernah diikat oleh waktu, terikat ataupun dibatasi oleh waktu. Karena itu didalam kekekalan tidak ada dulu, sekarang maupun esok. Didalam kekekalan hanya ada sekarang. Karena itu Allah tidak pernah berubah, didalam kekekalan, keputusan Allah tidak penah berubah. Didalam kesementaraanlah kita menyadari bahwa Allah seakan-akan berubah.
Allah tidak pernah memaksa manusia, karena itu ketika Israel membuat keputusan untuk melawan Allah, maka Allah memberikan kepada mereka kehendak bebas untuk melawanNya. Kebebasan manusia adalah bahwa manusia tidak mungkin bertindak melawan natur dirinya sendiri. Itu berarti tidak ada paksaan dari siapapun. Ketika Israel melawan Allah, maka sesungguhnya mereka dengan sepenuh hati melakukan hal itu. Tidak ada paksaan sama sekali.
Bagaimana kita mempelajari perikop ini? Sesungguhnya setiap pebuatan jahat kita adalah tindakan aktif kita yang melawan Allah. Allah sudah seringkali memperingati, menasehati dan menegur kita. Maka sesungguhnya kalau kita merasakan akibat perbuatan kita, maka tidak akan ada keluar ucapan sumpah serapah kepada Allah. Kita sadar sesungguhnya kita patut mengalami hal itu. Kemurahan hati Allah bukan berarti Allah bisa berubah setiap saat sesuai dengan permintaan kita. Sesungguhnya kita berdoa supaya bisa mengerti apa yang Allah ingin kita lakukan sesuai dengan natur Allah itu sendiri.
Tugas saudara dan saya adalah menggenapkan rencana mulia dan kudus Allah didalam kekekalan. Dalam karya dan tugas ini kita selalu ingat bahwa Allah adalah Allah yang adil, sehingga setiap tindakan kita yang tidak berkenan kepadaNya akan berbuahkan kesedihan. Kita patut mendapatkan penghukuman dalam tindakan kita yang tidak setia kepadaNya. Kita akan kehilangan anugrah yang besar dari pelindungan kasihNya.
Saya teringat akan seorang adik kelompok kecil. Seorang yang dididik dalam pembinaan kelompok kecil, namun setelah lepas dari kelompok kecil tersebut mulai hidup sesuai dengan keinginan hatinya. Pesan-pesan kakak pembimbing kelompok kecil tidak didengarkan lagi. Akhirnya tergelincir dalam hubungan diluar nikah. Memang tidak sampai hamil. Juga tidak jadi menikah dengan pria yang dicintainya itu. Tetapi hukuman atas tindakan itu haruslah ditanggungnya. Hidup tidak lagi seperti yang dulu ketika dia masih belum berbuat dosa zinah. Dari satu dosa ke dosa lain tinggal naik tangga setapak demi setapak yang tanpa disadari sudah sedemikian jauh. Hidupnya akhirnya terbuai dengan pria yang beragama lain yang ternyata sudah beristri. Sekarang menjadi istri simpanan yang nikah secara agama pria tersebut dibawah tangan. Melalui pria ini dia mempunyai seorang anak. Sekarang sudah cerai kembali dan mau hidup dibawh naungan kasih Kristus. Kembali aktif ke gereja dan mulai senang mendengarkan kebenaran firman Tuhan. Tetapi noda dan aib tetap tidak bisa dihilangkan. Anaknya satu orang yang sekarang menjadi tanggungannya menjadi saksi hidup bagaimana seumur hidupnya dia harus menanggung akibat dosa yang telah diperbuatnya.
Allah adalah adil adanya. Allah juga maha kasih dengan mengirimkan anakNya mati bagi kita. Tetapi itu tetap tidak melepaskan kita dari hidup kudus dihadapanNya. Lepas dari kendali Allah, sesugguhnya kita lepas dari kemurahan Allah dan masuk kedalam keadilanNya yang harus dirasakan. Hukuman Allah terberat adalah lepas dari kasih dan perlindunganNya. Kita dibiarkan lepas tanpa kendali dari Allah lagi. Inilah penghukuman yang paling berat.
Tuhan tolonglah saya agar selalu ingat dan setia padaMu. Biarlah kasihMu terus menerangi langkahku, supaya saya tidak melepaskan diri dari ikatan kebebasan pagar-pagar kasih Allah. Tolonglah saya Tuhan, Amen.
Setiap dosa ada hukumannya. Demikian juga dengan bangsa Israel. Mereka memberontak kepada Allah dan tidak setia kepada perjanjian yang telah Allah nyatakan kepada nenek moyang mereka. Musa sebagai perwakilan untuk meminta kepada Allah untuk tidak meniadakan bangsa itu. Karena peerjanjian itu telah dilanggar oleh bangsa Israel.
Mengingat akan permintaan Musa, Allah tidak meniadakan bangsa itu. Tetapi generasi yang memberontak, yaitu yang berumur 20 tahun keatas, tidak akan menduduki tanah Kanaan sesuai dengan keinginan hati mereka. Mereka lebih suka mati di padang atau menjadi budak di Mesir daripada menuju tanah Kanaan. Mereka akhirnya menerima apa yang mereka inginkan. Kecuali Kaleb dan Yosua, mereka akan memasuki tanah Kanaan.
Allah memang bisa mengampuni, tetapi Allah tidak bisa melawan kodrat diriNya sendiri. Allah adalah adil, artinya bukan Allah mempunyai sifat adil, tetapi keadilan itu adalah diri Allah itu sendiri. Allah tidak bisa melawan diriNya sendiri. Jadi setiap perlawanan kepada diriNya, haruslah ada hukumannya.
Musa menjadi perantara antara Allah dan bangsa Israel. Permintaan Musa tidaklah merubah Allah, karena Allah tidak pernah berubah. Yang ada ialah Allah memutuskan apa yang sudah menjadi keadilanNya. Keadilan Allah adalah otoritas mutlak dari Allah. Karena keadilan Allah ialah diri Allah itu sendiri. Allah tidak bisa melawan natur diriNya. Dalam kesementaraan waktu, kita memandang seakan-akan Allah berubah, tetapi dalam kekekalan, Allah sesungguhnya tidak pernah berubah. Karena Allah memutuskan apa yang menjadi permintaan Musa itu berada dalam ikatan kesementaraan waktu. Perlu kita ketahui bahwa Allah tidak pernah diikat oleh waktu, terikat ataupun dibatasi oleh waktu. Karena itu didalam kekekalan tidak ada dulu, sekarang maupun esok. Didalam kekekalan hanya ada sekarang. Karena itu Allah tidak pernah berubah, didalam kekekalan, keputusan Allah tidak penah berubah. Didalam kesementaraanlah kita menyadari bahwa Allah seakan-akan berubah.
Allah tidak pernah memaksa manusia, karena itu ketika Israel membuat keputusan untuk melawan Allah, maka Allah memberikan kepada mereka kehendak bebas untuk melawanNya. Kebebasan manusia adalah bahwa manusia tidak mungkin bertindak melawan natur dirinya sendiri. Itu berarti tidak ada paksaan dari siapapun. Ketika Israel melawan Allah, maka sesungguhnya mereka dengan sepenuh hati melakukan hal itu. Tidak ada paksaan sama sekali.
Bagaimana kita mempelajari perikop ini? Sesungguhnya setiap pebuatan jahat kita adalah tindakan aktif kita yang melawan Allah. Allah sudah seringkali memperingati, menasehati dan menegur kita. Maka sesungguhnya kalau kita merasakan akibat perbuatan kita, maka tidak akan ada keluar ucapan sumpah serapah kepada Allah. Kita sadar sesungguhnya kita patut mengalami hal itu. Kemurahan hati Allah bukan berarti Allah bisa berubah setiap saat sesuai dengan permintaan kita. Sesungguhnya kita berdoa supaya bisa mengerti apa yang Allah ingin kita lakukan sesuai dengan natur Allah itu sendiri.
Tugas saudara dan saya adalah menggenapkan rencana mulia dan kudus Allah didalam kekekalan. Dalam karya dan tugas ini kita selalu ingat bahwa Allah adalah Allah yang adil, sehingga setiap tindakan kita yang tidak berkenan kepadaNya akan berbuahkan kesedihan. Kita patut mendapatkan penghukuman dalam tindakan kita yang tidak setia kepadaNya. Kita akan kehilangan anugrah yang besar dari pelindungan kasihNya.
Saya teringat akan seorang adik kelompok kecil. Seorang yang dididik dalam pembinaan kelompok kecil, namun setelah lepas dari kelompok kecil tersebut mulai hidup sesuai dengan keinginan hatinya. Pesan-pesan kakak pembimbing kelompok kecil tidak didengarkan lagi. Akhirnya tergelincir dalam hubungan diluar nikah. Memang tidak sampai hamil. Juga tidak jadi menikah dengan pria yang dicintainya itu. Tetapi hukuman atas tindakan itu haruslah ditanggungnya. Hidup tidak lagi seperti yang dulu ketika dia masih belum berbuat dosa zinah. Dari satu dosa ke dosa lain tinggal naik tangga setapak demi setapak yang tanpa disadari sudah sedemikian jauh. Hidupnya akhirnya terbuai dengan pria yang beragama lain yang ternyata sudah beristri. Sekarang menjadi istri simpanan yang nikah secara agama pria tersebut dibawah tangan. Melalui pria ini dia mempunyai seorang anak. Sekarang sudah cerai kembali dan mau hidup dibawh naungan kasih Kristus. Kembali aktif ke gereja dan mulai senang mendengarkan kebenaran firman Tuhan. Tetapi noda dan aib tetap tidak bisa dihilangkan. Anaknya satu orang yang sekarang menjadi tanggungannya menjadi saksi hidup bagaimana seumur hidupnya dia harus menanggung akibat dosa yang telah diperbuatnya.
Allah adalah adil adanya. Allah juga maha kasih dengan mengirimkan anakNya mati bagi kita. Tetapi itu tetap tidak melepaskan kita dari hidup kudus dihadapanNya. Lepas dari kendali Allah, sesugguhnya kita lepas dari kemurahan Allah dan masuk kedalam keadilanNya yang harus dirasakan. Hukuman Allah terberat adalah lepas dari kasih dan perlindunganNya. Kita dibiarkan lepas tanpa kendali dari Allah lagi. Inilah penghukuman yang paling berat.
Tuhan tolonglah saya agar selalu ingat dan setia padaMu. Biarlah kasihMu terus menerangi langkahku, supaya saya tidak melepaskan diri dari ikatan kebebasan pagar-pagar kasih Allah. Tolonglah saya Tuhan, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Jumat, 06 Juli 2007
Permohonan doa
Bacaan: Bilangan 14:11-19
Allah sedemikian marah atas perbuatan bangsa Israel, hingga berniat untuk memusnahkannya. Musa disini berperan aktif agar Allah tidak melakukan apa yang Allah ingin lakukan atas tindakan bangsa Israel. Musa meminta kepada Allah kiranya bangsa lain tidak mempermalukan Allah Israel didepan bangsa Israel sendiri. Karena bangsa-bangsa lain sudah mendengar akan Allah Israel yang melindungi dan membawa bangsa itu keluar dari Mesir. Mereka tidak tahu, bahwa ketidakberhasilan itu bukanlah karena ketidakmampuan Allah tetapi sesungguhnya karena ketidaktaatan bangsa Israel itu sendiri.
Musa berperan aktif sebagai perwakilan Allah bagi bangsa Israel dan juga perwakila bangsa Israel untuk meminta pengampunan kepada Allah. Ini adalah tugas kenabian. Memang nabi dan rasul sudah tidak ada lagi saat ini, tetapi fungsi nabi dan rasul masih tetap ada. Yaitu menjadi perwakilan Allah bagi dunia ini dan menjadi wakil dunia untuk memohon pengampunan kepada Allah.
Seberapa banyak kita bersaksi mengenai Allah kepada banyak orang dan sesama kita? Seberapa banyak kita menyatakan kasih dan keadilan Allah kepada lingkungan sekitar kita? Tetapi diluar itu, seberapa banyak juga kita berdoa bagi mereka dengan permohonan yang tidak putus-putusnya kepada Allah? Apakah orang-orang sekitar kita ada masuk dalam pokok doa kita setiap hari?
Setiap orang Kristen saat ini haruslah menjalankan tugas serta fungsi dari nabi dan rasul. Menyatakan keadilan dan kasih Allah adalah dengan menjadi saksi kepada orang banyak. Tetapi ada perikop ini kita belajar secara khusus seperti Musa yang menjadi perantara bagi bangsa Israel untuk memohonkan pengampunan dari Allah. Kesedihan mendalam akan murka Allah yang sepatutnya manusia alami seharusnya ada didalam hati kita. Doa dengan pemohonan yang tidak putus-putusnya seharusnya menjadi bagian hidup kita sendiri. Saya teringat akan seorang anak dari seorang hamba Tuhan wanita. Hamba Tuhan itu mengatakan mengenai beberapa orang anaknya yang sejak keci dilatih untuk berdoa bagi orang lain. Dari beberapa anaknya, ada sau orang yang memang sangat khusus dalam berdoa. Hingga akhirnya sang ibu tersebut memberikan pokok-pokok doa yang rutin didoakan oleh anak tersebut. Melihat seorang anak yang demikian rutin berdoa dengan banyaknya pokok doa hingga bisa mencapai satu jam doa, sungguhlah menakjubkan hati. Melihat kesaksian itu sesungguhnya menyentakkan hati. Kenapa anak kecil itu bisa? Kenapa saya belum mampu untuk itu?
Sejujurnya, hingga saat inipun saya belum mampu untuk berdoa sedemikian lama. Perlu belajar untuk hal ini. Perlu berlatih untuk terus menajamkan diri dalam hal berdoa. Berdoa bagi keluarga, tetangga, kantor, lingkungan masyarakat, bangsa dan Negara serta dunia ini. Berdoa juga untuk setiap hamba Tuhan yang kita kenal ataupun tidak. Berdoa untuk orang-orang yang mengasihi atapun memusuhi kita.
Saya jadi teringat akan saudara saya, yang mempunyai anak laki-laki. Anaknya itu kabur dari rumah dan belum kembali. Ketika ada kesempatan bertemu dengan saya, dia minta tolong didoakan saat itu juga. Mungkin sebagai seorang guru sekolah minggu, dia berpendapat doa saya manjur adanya. Sesungguhnya saya berdoa saat itu juga bersama dengan saudara saya itu dengan setengah hati. Dalam ucapan terucap kata-kata permohonan kepada Allah, tetapi sesungguhnya jauh didalam hati saya berdoa dengn setengah hati. Apa ia bisa mau kembali, karena saya tahu apa yang teradi pada anaknya tersebut.
Setelah doa selesai, saya merasa tugas saya sudah selesai. Yang penting saudara saya itu tidak tersinggung dan sudah menerima doa dari saya. Itu sudah cukup. Hati saya berkata, baiklah saudaraku, permintaan engkau sudah saya penuhi. Jangan ganggu saya lagi. Har-hari berlalu dengan cepat. Beberapa waktu kemudian saya bertemu kembali dengannya. Apa yang terjadi? Didepan beberapa orang, dia mengucapkan terimakasih atas doa saya, Ternyata 2 hari setelah doa saya itu, anaknya yang tidak mungkin pulang ternyata kembali. Dia juga bercerita kepada banyak orang mengenai doa saya yang dikabulkan. Saya sesungguhnya malu akan hal itu, menerima pujian yang sesungguhnya bukanlah hak saya. Hingga saat inipun, saya malu menceritakan sesungguhnya apa yang menjadi pergumulan saya saat berdoa waktu itu. Saudara saya tetap tidak tahu yang apa sesungguhnya menjadi keinginan hati saya saat itu ketika mendoakan anaknya.
Tuhan memanggil saudara dan saya untuk menjadi wakil dari manusia didunia ini. Tidak ada permohonan doa kita yang kembali dengan sia-sia. Karena doa adalah mencari tahu apa yang Allah inginkan dalam hidup kita. Dari doa saya itu, saya tahu, bahwa Allah ingin mengembalikan anak saudara saya itu melalui doa saya. Melalui kejadian itu Allah ingin saya belajar. Allah juga menginginkan saudara saya juga belajar untuk meminta dan berdoa kepadaNya.
Bagaimanakan kehidupan doa saudara dan saya saat ini? Tuhan tolonglah saya untuk boleh berdoa dan terus berdoa bagi orang banyak untuk kemuliaan namaMu. Amen.
Allah sedemikian marah atas perbuatan bangsa Israel, hingga berniat untuk memusnahkannya. Musa disini berperan aktif agar Allah tidak melakukan apa yang Allah ingin lakukan atas tindakan bangsa Israel. Musa meminta kepada Allah kiranya bangsa lain tidak mempermalukan Allah Israel didepan bangsa Israel sendiri. Karena bangsa-bangsa lain sudah mendengar akan Allah Israel yang melindungi dan membawa bangsa itu keluar dari Mesir. Mereka tidak tahu, bahwa ketidakberhasilan itu bukanlah karena ketidakmampuan Allah tetapi sesungguhnya karena ketidaktaatan bangsa Israel itu sendiri.
Musa berperan aktif sebagai perwakilan Allah bagi bangsa Israel dan juga perwakila bangsa Israel untuk meminta pengampunan kepada Allah. Ini adalah tugas kenabian. Memang nabi dan rasul sudah tidak ada lagi saat ini, tetapi fungsi nabi dan rasul masih tetap ada. Yaitu menjadi perwakilan Allah bagi dunia ini dan menjadi wakil dunia untuk memohon pengampunan kepada Allah.
Seberapa banyak kita bersaksi mengenai Allah kepada banyak orang dan sesama kita? Seberapa banyak kita menyatakan kasih dan keadilan Allah kepada lingkungan sekitar kita? Tetapi diluar itu, seberapa banyak juga kita berdoa bagi mereka dengan permohonan yang tidak putus-putusnya kepada Allah? Apakah orang-orang sekitar kita ada masuk dalam pokok doa kita setiap hari?
Setiap orang Kristen saat ini haruslah menjalankan tugas serta fungsi dari nabi dan rasul. Menyatakan keadilan dan kasih Allah adalah dengan menjadi saksi kepada orang banyak. Tetapi ada perikop ini kita belajar secara khusus seperti Musa yang menjadi perantara bagi bangsa Israel untuk memohonkan pengampunan dari Allah. Kesedihan mendalam akan murka Allah yang sepatutnya manusia alami seharusnya ada didalam hati kita. Doa dengan pemohonan yang tidak putus-putusnya seharusnya menjadi bagian hidup kita sendiri. Saya teringat akan seorang anak dari seorang hamba Tuhan wanita. Hamba Tuhan itu mengatakan mengenai beberapa orang anaknya yang sejak keci dilatih untuk berdoa bagi orang lain. Dari beberapa anaknya, ada sau orang yang memang sangat khusus dalam berdoa. Hingga akhirnya sang ibu tersebut memberikan pokok-pokok doa yang rutin didoakan oleh anak tersebut. Melihat seorang anak yang demikian rutin berdoa dengan banyaknya pokok doa hingga bisa mencapai satu jam doa, sungguhlah menakjubkan hati. Melihat kesaksian itu sesungguhnya menyentakkan hati. Kenapa anak kecil itu bisa? Kenapa saya belum mampu untuk itu?
Sejujurnya, hingga saat inipun saya belum mampu untuk berdoa sedemikian lama. Perlu belajar untuk hal ini. Perlu berlatih untuk terus menajamkan diri dalam hal berdoa. Berdoa bagi keluarga, tetangga, kantor, lingkungan masyarakat, bangsa dan Negara serta dunia ini. Berdoa juga untuk setiap hamba Tuhan yang kita kenal ataupun tidak. Berdoa untuk orang-orang yang mengasihi atapun memusuhi kita.
Saya jadi teringat akan saudara saya, yang mempunyai anak laki-laki. Anaknya itu kabur dari rumah dan belum kembali. Ketika ada kesempatan bertemu dengan saya, dia minta tolong didoakan saat itu juga. Mungkin sebagai seorang guru sekolah minggu, dia berpendapat doa saya manjur adanya. Sesungguhnya saya berdoa saat itu juga bersama dengan saudara saya itu dengan setengah hati. Dalam ucapan terucap kata-kata permohonan kepada Allah, tetapi sesungguhnya jauh didalam hati saya berdoa dengn setengah hati. Apa ia bisa mau kembali, karena saya tahu apa yang teradi pada anaknya tersebut.
Setelah doa selesai, saya merasa tugas saya sudah selesai. Yang penting saudara saya itu tidak tersinggung dan sudah menerima doa dari saya. Itu sudah cukup. Hati saya berkata, baiklah saudaraku, permintaan engkau sudah saya penuhi. Jangan ganggu saya lagi. Har-hari berlalu dengan cepat. Beberapa waktu kemudian saya bertemu kembali dengannya. Apa yang terjadi? Didepan beberapa orang, dia mengucapkan terimakasih atas doa saya, Ternyata 2 hari setelah doa saya itu, anaknya yang tidak mungkin pulang ternyata kembali. Dia juga bercerita kepada banyak orang mengenai doa saya yang dikabulkan. Saya sesungguhnya malu akan hal itu, menerima pujian yang sesungguhnya bukanlah hak saya. Hingga saat inipun, saya malu menceritakan sesungguhnya apa yang menjadi pergumulan saya saat berdoa waktu itu. Saudara saya tetap tidak tahu yang apa sesungguhnya menjadi keinginan hati saya saat itu ketika mendoakan anaknya.
Tuhan memanggil saudara dan saya untuk menjadi wakil dari manusia didunia ini. Tidak ada permohonan doa kita yang kembali dengan sia-sia. Karena doa adalah mencari tahu apa yang Allah inginkan dalam hidup kita. Dari doa saya itu, saya tahu, bahwa Allah ingin mengembalikan anak saudara saya itu melalui doa saya. Melalui kejadian itu Allah ingin saya belajar. Allah juga menginginkan saudara saya juga belajar untuk meminta dan berdoa kepadaNya.
Bagaimanakan kehidupan doa saudara dan saya saat ini? Tuhan tolonglah saya untuk boleh berdoa dan terus berdoa bagi orang banyak untuk kemuliaan namaMu. Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Kamis, 05 Juli 2007
Menyebar
Bacaan: Bilangan 14:1-10
Sama seperti sukacita bisa menyebar, maka ketakutanpun juga bisa menyebar.
Sepuluh pengintai yang menyebarkan ketakutan, itu sekarang menikmati hasil perbuatan mereka. Seluruh rakyat merasakan ketakutan yang mereka juga rasakan. Bangsa Israel mulai mengeluh, memilih mati daripada mengikut Tuhan. Bahkan mulai menyalahkan Tuhan yang membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Bahkan ingin mengangkat seorang pemimpin untuk kembali pulang ke Mesir menjadi budak disana. Bahkan Yosua dan Kaleb yang berteriak menyatakan kebenaran dari Allah, mau mereka lempari dengan batu.
Sikap yang demikian aneh dari bangsa Israel. Coba kita lihat perkataan Kaleb dan Josua dibawah ini:
"Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka."
Ketakutan sepuluh pengintai menyebar menjadi ketakutan seluruh bangsa. Mengerikan sekali!
Kedua belas pengintai ini adalah pemimpin-pemimpin dari tiap-tiap suku dari duabelas suku yang ada di Israel. Tentu pendapat mereka menjadi patokan bagi suku mereka sendiri.
Kalau saudara dan saya diperkenankan Tuhan untuk menjadi seorang pemimpin, sadarlah, bahwa saudara mempunyai pengaruh yang besar untuk membangun ataupun menjatuhkan. Saya ingat ketika dulu masih di komisi pemuda di gereja. Karena dasar saya dan kawan saya adalah pembentukan dari persekutuan mahasiswa, maka ketika masuk ke gereja mempunyai cara pandang yang berbeda. Di gereja saya terdahulu, koor atau paduan suara pemuda itulah yang menjadi ciri-ciri gerekan pemuda. Ketika komisi pemuda saat saya menjabat sebagai ketuanya, membuat program seminar pemuda gereja se-Jakarta, maka pemuda dan majelis begitu gentar. Akhirnya diputuskan dan dibulatkan tekad untuk membuatkan perlombaan paduan suara se-Jakarta. Saya dan rekan saya tidak menyetujui, karena memang kami tidak punya talenta suara yang baik serta bagi kami itu sudah umum dilakukan oleh denominasi dari gereja kami. Usulan untuk membuat seminar rohani se-Jakarta menjadi ide yang buruk bagi mereka. Akhirnya rapat menyetujui dibuat seminar se-Jakarta, tetapi dengan syarat, saya sendiri ketua pemuda yang menjadi ketua seminar rohani se-Jakarta. Saya dan sahabat saya menyetujui tantangan itu dan akhirnya seminar itu bisa terlaksana dan diikuti 35 gereja. Kami bisa memberikan pengaruh pada orang-orang disekitar kami, puji Tuhan.
Kemarin di Bali ada KKR. Saya dan istri sudah menyampaikannya kepada pendeta setempat dan majelis. Pada dasarnya seluruh majelis dan jemaat bersemangat. Bahkan kami sudah menghubungi panitia KKR untuk menyediakan bus antar jemput. Kami juga sudah menyebarkan undangan ke beberapa gereja tetangga. Kami berharap gereja kami bisa mengkoordinir keberangkatan dari seluruh gereja yang ada di wilayah kami. Apa yang terjadi? Pendeta tempat saya bergereja, kurang bersemangat mengikuti KKR itu, karena bukan KKR yang dibuat dari gereja kami. Akhirnya rencana tersebut berantakan. Saya dan istri hanya bisa mengajak 1 orang saja yang kami ajak ke KKR tersebut. Menyedihkan sekali!
Engkau yang menjadi pemimpin, ingatlah! Engkau dan saya bisa menyebarkan sukacita. Engkau dan saya juga punya kemampuan menyebarkan ketakutan dan dukacita. Sekarang, kita mau menyebarkan apa? Kita mau memberikan bau apa pada lingkungan sekitar kita? Bau kematian atau bau kehidupan?
Tuhan Yesus, tolonglah kami.
Sama seperti sukacita bisa menyebar, maka ketakutanpun juga bisa menyebar.
Sepuluh pengintai yang menyebarkan ketakutan, itu sekarang menikmati hasil perbuatan mereka. Seluruh rakyat merasakan ketakutan yang mereka juga rasakan. Bangsa Israel mulai mengeluh, memilih mati daripada mengikut Tuhan. Bahkan mulai menyalahkan Tuhan yang membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Bahkan ingin mengangkat seorang pemimpin untuk kembali pulang ke Mesir menjadi budak disana. Bahkan Yosua dan Kaleb yang berteriak menyatakan kebenaran dari Allah, mau mereka lempari dengan batu.
Sikap yang demikian aneh dari bangsa Israel. Coba kita lihat perkataan Kaleb dan Josua dibawah ini:
"Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka."
Ketakutan sepuluh pengintai menyebar menjadi ketakutan seluruh bangsa. Mengerikan sekali!
Kedua belas pengintai ini adalah pemimpin-pemimpin dari tiap-tiap suku dari duabelas suku yang ada di Israel. Tentu pendapat mereka menjadi patokan bagi suku mereka sendiri.
Kalau saudara dan saya diperkenankan Tuhan untuk menjadi seorang pemimpin, sadarlah, bahwa saudara mempunyai pengaruh yang besar untuk membangun ataupun menjatuhkan. Saya ingat ketika dulu masih di komisi pemuda di gereja. Karena dasar saya dan kawan saya adalah pembentukan dari persekutuan mahasiswa, maka ketika masuk ke gereja mempunyai cara pandang yang berbeda. Di gereja saya terdahulu, koor atau paduan suara pemuda itulah yang menjadi ciri-ciri gerekan pemuda. Ketika komisi pemuda saat saya menjabat sebagai ketuanya, membuat program seminar pemuda gereja se-Jakarta, maka pemuda dan majelis begitu gentar. Akhirnya diputuskan dan dibulatkan tekad untuk membuatkan perlombaan paduan suara se-Jakarta. Saya dan rekan saya tidak menyetujui, karena memang kami tidak punya talenta suara yang baik serta bagi kami itu sudah umum dilakukan oleh denominasi dari gereja kami. Usulan untuk membuat seminar rohani se-Jakarta menjadi ide yang buruk bagi mereka. Akhirnya rapat menyetujui dibuat seminar se-Jakarta, tetapi dengan syarat, saya sendiri ketua pemuda yang menjadi ketua seminar rohani se-Jakarta. Saya dan sahabat saya menyetujui tantangan itu dan akhirnya seminar itu bisa terlaksana dan diikuti 35 gereja. Kami bisa memberikan pengaruh pada orang-orang disekitar kami, puji Tuhan.
Kemarin di Bali ada KKR. Saya dan istri sudah menyampaikannya kepada pendeta setempat dan majelis. Pada dasarnya seluruh majelis dan jemaat bersemangat. Bahkan kami sudah menghubungi panitia KKR untuk menyediakan bus antar jemput. Kami juga sudah menyebarkan undangan ke beberapa gereja tetangga. Kami berharap gereja kami bisa mengkoordinir keberangkatan dari seluruh gereja yang ada di wilayah kami. Apa yang terjadi? Pendeta tempat saya bergereja, kurang bersemangat mengikuti KKR itu, karena bukan KKR yang dibuat dari gereja kami. Akhirnya rencana tersebut berantakan. Saya dan istri hanya bisa mengajak 1 orang saja yang kami ajak ke KKR tersebut. Menyedihkan sekali!
Engkau yang menjadi pemimpin, ingatlah! Engkau dan saya bisa menyebarkan sukacita. Engkau dan saya juga punya kemampuan menyebarkan ketakutan dan dukacita. Sekarang, kita mau menyebarkan apa? Kita mau memberikan bau apa pada lingkungan sekitar kita? Bau kematian atau bau kehidupan?
Tuhan Yesus, tolonglah kami.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Rabu, 04 Juli 2007
Cara pandang
Bacaan: Bilangan 13:30-33
Perikop kali ini kita belajar mengenai cara pandang. Kedua belas pengintai yang dkirim Musa untuk melihat tanah Kanaan mempunyai hasil yang berbeda. Mereka melihat tanah yang sama, pada waktu yang sama, lingkungan dan kota yang sama, tetapi mempunya hasil pengamatan yang berbeda. Dua belas orang itu sama-sma melihat tanah yang subur penuh madu dan susu. Mereka juga sama melihat orang-orang yang mendiam tanah itu. Tentu orangnya sehat-sehat karena tanahnya subur. Tetapi orang yang sama dilihat ini, mempunyai cara pandang yang berbeda.
Sepuluh pengintai memandang mereka dari sudut pandang diri sendiri yaitu Israel yang sebagai bangsa kelas dua (budak di Mesir), bangsa yang keletihan dalam pegembaraan dan sebagainya. Sedangkan dua orang lagi yaitu Kaleb dan Hosea (Yosua), memandang orang-orang Kanaan dari sudut pandang Allah yang menguasai segala sesuatu. Jadi mereka bepikir, bahwa janji Allah akan tanah Kanaan yang subur itu betul adanya, maka janji Allah bahwa mereka akan menempatinya, itu berarti tinggal tunggu waktu saja. Maju dan menang.
Cara pandang sepuluh pengintai yang demikian itu menyebabkan mereka semakin menghinakan diri yang berarti juga menghinakan Tuhan yang menopang mereka. Mereka bahwa menganggap diri bagaikan belalang yang lemah.
“We seemed like grasshoppers in our own eyes, and we looked the sme to them” – NIV
Inilah kesimpulan terakhir ke sepuluh pengintai mengenai diri mereka dan Israel itu sendiri. Itu juga pandangan orang Kanaan terhadap Israel menurut kacamata mereka melihat.
Cara pandang ini penting sekali. Jepang misalnya, seorang nenek masih berperan aktif dalam pertumbuhan cucunya yang masih bayi. Dari memandikan, menidurkan, memberi makan dan sebagainya. Sedangkan Amerika lain lagi, sejak bayi, anak-anak mereka diberikan kemandirian. Sehingga sangat aneh bagi orang Amerika kalau melihat seorang keponakan jauh dibiayai sekolahnya oleh keluarga besar mereka. Sedangkan hal itu bagi orang asia adalah hal yang biasa. Jadi menilai sesuatu itu juga tergantung dari cara pandang kita yang sudah tertanam dan kita miliki dalam pikiran kita.
Saya datang dari keluarga pribumi asli. Moto keluarga yang terpenting adalah pendidikan tinggi dan menjadi pegawai negeri. Sedangkan istri saya dari keluarga keturunan dan moto mereka adalah menjadi pengusaha. Bagi mereka sangat aneh kalau cita-cita seseorang menjadi pegawai. Bagi kami sangat aneh juga kalau seseorang tidak sekolah tinggi dan mendaftar jadi pegawai negeri. Kenapa bisa berbeda? Karena cara pandang yang sudah diturunkan dari generasi-generasi diatas kami ke orangtua hingga sekarang ada dalam pikiran kami.
Demikian juga dengan hidup kita saat ini. Cara pandang kita dipengaruhi oleh budaya keluarga besar, lingkungan, pendidikan dan sebagainya.
Pertanyaannya: Apakah Allah berperan dalam cara pandang saudara dan saya?
Pertanyaan ini penting sekali. Siapakah pusat hidup kita? Allah atau diri sendiri? Kalau Allah, maka segala sudut pandang yang kita miliki haruslah diuji oleh kebenaran Allah sendiri. Karena semua manusia sudah jatuh dalam dosa, maka mempunyai sudut pandang yang berlawanan dengan Allah. Karena kita ketika berdosa menjadi seteru Allah. Bagaimana mempunyai cara pandang Allah? Kristus mati untuk menebus kita. Kemudian renungkanlah firmanNya setiap hari. Karena iman akan tumbuh dari pendengaran akan firman Tuhan. Iman kita akan bertumbuh hari lepas hari, itu berarti juga cara pandang kita berdasarkan otoritas Alkitab dan kebenaran Allah itu sendiri juga akan bertumbuh.
Apakah saya sudah mempunyai cara pandang yang benar? Apakah saya sudah mempunyai cara pandang dari kebenaran Alkitab? Tuhan tolonglah saya untuk terus menerus belajar dan taat kepada kebenaran firmanMu. Amen.
Perikop kali ini kita belajar mengenai cara pandang. Kedua belas pengintai yang dkirim Musa untuk melihat tanah Kanaan mempunyai hasil yang berbeda. Mereka melihat tanah yang sama, pada waktu yang sama, lingkungan dan kota yang sama, tetapi mempunya hasil pengamatan yang berbeda. Dua belas orang itu sama-sma melihat tanah yang subur penuh madu dan susu. Mereka juga sama melihat orang-orang yang mendiam tanah itu. Tentu orangnya sehat-sehat karena tanahnya subur. Tetapi orang yang sama dilihat ini, mempunyai cara pandang yang berbeda.
Sepuluh pengintai memandang mereka dari sudut pandang diri sendiri yaitu Israel yang sebagai bangsa kelas dua (budak di Mesir), bangsa yang keletihan dalam pegembaraan dan sebagainya. Sedangkan dua orang lagi yaitu Kaleb dan Hosea (Yosua), memandang orang-orang Kanaan dari sudut pandang Allah yang menguasai segala sesuatu. Jadi mereka bepikir, bahwa janji Allah akan tanah Kanaan yang subur itu betul adanya, maka janji Allah bahwa mereka akan menempatinya, itu berarti tinggal tunggu waktu saja. Maju dan menang.
Cara pandang sepuluh pengintai yang demikian itu menyebabkan mereka semakin menghinakan diri yang berarti juga menghinakan Tuhan yang menopang mereka. Mereka bahwa menganggap diri bagaikan belalang yang lemah.
“We seemed like grasshoppers in our own eyes, and we looked the sme to them” – NIV
Inilah kesimpulan terakhir ke sepuluh pengintai mengenai diri mereka dan Israel itu sendiri. Itu juga pandangan orang Kanaan terhadap Israel menurut kacamata mereka melihat.
Cara pandang ini penting sekali. Jepang misalnya, seorang nenek masih berperan aktif dalam pertumbuhan cucunya yang masih bayi. Dari memandikan, menidurkan, memberi makan dan sebagainya. Sedangkan Amerika lain lagi, sejak bayi, anak-anak mereka diberikan kemandirian. Sehingga sangat aneh bagi orang Amerika kalau melihat seorang keponakan jauh dibiayai sekolahnya oleh keluarga besar mereka. Sedangkan hal itu bagi orang asia adalah hal yang biasa. Jadi menilai sesuatu itu juga tergantung dari cara pandang kita yang sudah tertanam dan kita miliki dalam pikiran kita.
Saya datang dari keluarga pribumi asli. Moto keluarga yang terpenting adalah pendidikan tinggi dan menjadi pegawai negeri. Sedangkan istri saya dari keluarga keturunan dan moto mereka adalah menjadi pengusaha. Bagi mereka sangat aneh kalau cita-cita seseorang menjadi pegawai. Bagi kami sangat aneh juga kalau seseorang tidak sekolah tinggi dan mendaftar jadi pegawai negeri. Kenapa bisa berbeda? Karena cara pandang yang sudah diturunkan dari generasi-generasi diatas kami ke orangtua hingga sekarang ada dalam pikiran kami.
Demikian juga dengan hidup kita saat ini. Cara pandang kita dipengaruhi oleh budaya keluarga besar, lingkungan, pendidikan dan sebagainya.
Pertanyaannya: Apakah Allah berperan dalam cara pandang saudara dan saya?
Pertanyaan ini penting sekali. Siapakah pusat hidup kita? Allah atau diri sendiri? Kalau Allah, maka segala sudut pandang yang kita miliki haruslah diuji oleh kebenaran Allah sendiri. Karena semua manusia sudah jatuh dalam dosa, maka mempunyai sudut pandang yang berlawanan dengan Allah. Karena kita ketika berdosa menjadi seteru Allah. Bagaimana mempunyai cara pandang Allah? Kristus mati untuk menebus kita. Kemudian renungkanlah firmanNya setiap hari. Karena iman akan tumbuh dari pendengaran akan firman Tuhan. Iman kita akan bertumbuh hari lepas hari, itu berarti juga cara pandang kita berdasarkan otoritas Alkitab dan kebenaran Allah itu sendiri juga akan bertumbuh.
Apakah saya sudah mempunyai cara pandang yang benar? Apakah saya sudah mempunyai cara pandang dari kebenaran Alkitab? Tuhan tolonglah saya untuk terus menerus belajar dan taat kepada kebenaran firmanMu. Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Selasa, 03 Juli 2007
Firman Allah dan mata rohani
Bacaan: Bilangan 13:21-29
Allah sudah berfirman kepada bangsa Israel, yaitu: Mereka akan mendiami tanah Kanaan yang penuh madu dan susu. Dimana tanahnya penuh dengan kesuburan. Karena bagaimana mungkin ada susu dan madu kalau tanahnya gersang. Tentu kesuburan yang diidam-idamkan setiap bangsa untuk menempatinya.
Bagaimanakah respon Israel terhadap hal itu? Allah mengutus mereka untuk melihat apa yang Allah janjikan, supaya mereka bersiap untuk maju mengambil alih tanah yang telah Allah janjikan itu. Kedua belas pengintai pergi kesana. Apa yang didaptkan mereka? Apakah sama dengan yang Allah janjikan? Apakah tanahnya subur? Memang betul. Tanahnya subur, bahkan satu tandan buah anggur harus dipikul oleh dua orang. Selain hasil pertanian, hasil peternakan juga persis seperti apa yang Allah ungkapkan. Suatu negeri yang penuh susu dan madu.
Kalau demikian, maka apa yang Allah janjikan itu pasti akan digenapiNya. Israel tentu dapat menempati tanah yang sedemikian baik itu. Tetapi pengintai itu juga mulai ciut hatinya. Bangsa yang menempati tanah Kanaan itu pasti sehat-sehat dan baik tubuh mereka, karena tinggal ditempat yang subur. Kemakmuran dan kekuatan mereka pasti terjaga dengan baik. Berbeda sekali dengan bangsa Israel yang menjadi budak di Mesir dan lama dalam perjalanan di padang belantara. Kesehatan fisik mereka tentu tidak memungkinkan untuk melawan bangsa lain yang mendiami tanah Kanaan.
Karena itu, para pengintai menceritakan apa adanya kondisi kesuburan tanah Kanaan yang diikat dengan katakutan para pengintai ketika menceritakan mengenai keadaan orang-orang yang mendiaminya.
Kita juga seringkali berlaku demikian. Beriman kepada Allah, tetapi ketika kita melihat bukti akan perkataan Allah, kadang kala itu tidak membuat kita semakin beriman. Itu terjadi ketika ada masalah, kita malah melihat kepada masalah, bukan kepada Allah. Allah sudah memberikan bukti pertama akan tanah Kanaan yang subur dan melimpah susu dan madu. Allah sekarang siap untuk memberikan bukti berikutnya supaya bangsa Israel menempatinya. Tetapi mereka gagal untuk hal ini. Karena apa? Mereka melihat diri mereka sendiri.
Dalam hidup juga seringkali demikian. Melihat kepada Allah dan percaya kepadaNya, itu tidaklah mudah. Mata seringkali mengelabui kita. Mata melihat apa yang ada sekarang ini. Pikiran langsung bertindak untuk mengevaluasi apa yang terlihat oleh mata. Sayangnya seringkali mata jasmani kita begitu tajam, namun mata rohani kita bagaikan buta.
Saya ingat akan cerita seorang hamba Tuhan dari Bandung. Kehidupannya cukup-cukup saja, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Ketika anaknya mau masuk sekolah SD yang baik, ternyata uang masuknya demikian mahal dan tidak ada biaya. Akhirnya dimasukkan ke sekolah semacam SD Impres. Lalu melanjut ke SMP negeri, ke SMU negeri. Akhirnya bisa masuk ITB dan mendapatkan beasiswa. Hamba Tuhan itu mengungkapkan, Allah tidak memberikan uang untuk mencukupi, tetapi Allah menyediakan sarana lain untuk membantunya, yaitu beasiswa untuk anaknya serta masuk ke sekolah negeri.
Kesulitan kita sebagai manusia adalah selalu melihat kesulitan yang ada di depan mata kita yang terlihat ini. Mata rohani kita sulit untuk melihat bagaimana Allah bersiap-sedia untuk menopang dalam setiap masalah yang ada. Kita perlu mengembangkan kemampuan mata rohani kita jauh lebih baik dari mata jasmani kita. Seperti kemarin saya pergi ke tukang urut untuk melancarkan urat-urat saya yang kaku akibat terlalu lama di gips. Matanya tidak bisa melihat, namun sekarang tangannya yang menjadi mata jasmani untuk melihat urat-urat saya yang tidak berjalan dengan lancar. Matanya memang buta, tetapi dia lebih hebat “melihat” dari pada mata saya yang tidak buta ini untuk melihat.
Tuhan Yesus, tolonglah mata rohani saya. Agar dengan iman yang sejati, saya bisa menembus keterbatasan melihat ketidak-terbatasan.Boleh menggandeng tanganMu yang tidak terlihat yang sedang menuntun hidupku. Terimakasih Tuhan, Amen.
Allah sudah berfirman kepada bangsa Israel, yaitu: Mereka akan mendiami tanah Kanaan yang penuh madu dan susu. Dimana tanahnya penuh dengan kesuburan. Karena bagaimana mungkin ada susu dan madu kalau tanahnya gersang. Tentu kesuburan yang diidam-idamkan setiap bangsa untuk menempatinya.
Bagaimanakah respon Israel terhadap hal itu? Allah mengutus mereka untuk melihat apa yang Allah janjikan, supaya mereka bersiap untuk maju mengambil alih tanah yang telah Allah janjikan itu. Kedua belas pengintai pergi kesana. Apa yang didaptkan mereka? Apakah sama dengan yang Allah janjikan? Apakah tanahnya subur? Memang betul. Tanahnya subur, bahkan satu tandan buah anggur harus dipikul oleh dua orang. Selain hasil pertanian, hasil peternakan juga persis seperti apa yang Allah ungkapkan. Suatu negeri yang penuh susu dan madu.
Kalau demikian, maka apa yang Allah janjikan itu pasti akan digenapiNya. Israel tentu dapat menempati tanah yang sedemikian baik itu. Tetapi pengintai itu juga mulai ciut hatinya. Bangsa yang menempati tanah Kanaan itu pasti sehat-sehat dan baik tubuh mereka, karena tinggal ditempat yang subur. Kemakmuran dan kekuatan mereka pasti terjaga dengan baik. Berbeda sekali dengan bangsa Israel yang menjadi budak di Mesir dan lama dalam perjalanan di padang belantara. Kesehatan fisik mereka tentu tidak memungkinkan untuk melawan bangsa lain yang mendiami tanah Kanaan.
Karena itu, para pengintai menceritakan apa adanya kondisi kesuburan tanah Kanaan yang diikat dengan katakutan para pengintai ketika menceritakan mengenai keadaan orang-orang yang mendiaminya.
Kita juga seringkali berlaku demikian. Beriman kepada Allah, tetapi ketika kita melihat bukti akan perkataan Allah, kadang kala itu tidak membuat kita semakin beriman. Itu terjadi ketika ada masalah, kita malah melihat kepada masalah, bukan kepada Allah. Allah sudah memberikan bukti pertama akan tanah Kanaan yang subur dan melimpah susu dan madu. Allah sekarang siap untuk memberikan bukti berikutnya supaya bangsa Israel menempatinya. Tetapi mereka gagal untuk hal ini. Karena apa? Mereka melihat diri mereka sendiri.
Dalam hidup juga seringkali demikian. Melihat kepada Allah dan percaya kepadaNya, itu tidaklah mudah. Mata seringkali mengelabui kita. Mata melihat apa yang ada sekarang ini. Pikiran langsung bertindak untuk mengevaluasi apa yang terlihat oleh mata. Sayangnya seringkali mata jasmani kita begitu tajam, namun mata rohani kita bagaikan buta.
Saya ingat akan cerita seorang hamba Tuhan dari Bandung. Kehidupannya cukup-cukup saja, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Ketika anaknya mau masuk sekolah SD yang baik, ternyata uang masuknya demikian mahal dan tidak ada biaya. Akhirnya dimasukkan ke sekolah semacam SD Impres. Lalu melanjut ke SMP negeri, ke SMU negeri. Akhirnya bisa masuk ITB dan mendapatkan beasiswa. Hamba Tuhan itu mengungkapkan, Allah tidak memberikan uang untuk mencukupi, tetapi Allah menyediakan sarana lain untuk membantunya, yaitu beasiswa untuk anaknya serta masuk ke sekolah negeri.
Kesulitan kita sebagai manusia adalah selalu melihat kesulitan yang ada di depan mata kita yang terlihat ini. Mata rohani kita sulit untuk melihat bagaimana Allah bersiap-sedia untuk menopang dalam setiap masalah yang ada. Kita perlu mengembangkan kemampuan mata rohani kita jauh lebih baik dari mata jasmani kita. Seperti kemarin saya pergi ke tukang urut untuk melancarkan urat-urat saya yang kaku akibat terlalu lama di gips. Matanya tidak bisa melihat, namun sekarang tangannya yang menjadi mata jasmani untuk melihat urat-urat saya yang tidak berjalan dengan lancar. Matanya memang buta, tetapi dia lebih hebat “melihat” dari pada mata saya yang tidak buta ini untuk melihat.
Tuhan Yesus, tolonglah mata rohani saya. Agar dengan iman yang sejati, saya bisa menembus keterbatasan melihat ketidak-terbatasan.Boleh menggandeng tanganMu yang tidak terlihat yang sedang menuntun hidupku. Terimakasih Tuhan, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Senin, 02 Juli 2007
Penting
Bacaan: Bilangan 12:16-13:20
Tuhan berfirman kepada Musa: “Suruhlah beberapa orang mengintai tanah Kanaan, yang akan kuberikan kepada orang Israel; dari setiap suku nenek moyang mereka haruslah kau suruh seseorang, semuanya pemimpim-pemimpin diantara mereka”.
Mencapai tanah Kanaan, yaitu tanah perjanjian bagi bangsa Israel, sangatlah penting. Itulah yang menjadi tugas mereka. Allah sudah memberikannya kepada nenek moyang Israel, yaitu Abraham. Sekarang akan diberikan kembali kepada mereka. Itu adalah tugas yang penting.
Karena itu ketika Allah memerintahkan untuk mengintai tanah tersebut untuk melihat bagaimana sesungguhnya kondisi disana, dipilihlah duabelas pemimpin mewakili tiap-tiap suku. Orang yang terbaiklah yang diberikan tugas penting ini. Dua hal utama yang mereka harus perhatikan disana: Yaitu kota atau tanahnya kemudian orang-orangnya. Kota dan tanah untuk mengetahui tingkat kemakmuran mereka serta kualitas hidup mereka. Orang-orang untuk melihat kualitas manusianya apakah mereka mampu mengolah semua hal yang ada pada tanah mereka tinggal.
Karena tugas ini sedemikian berat, maka mereka diminta untuk tabah. Musa melihat pengintaian ini penting untuk membuat strategi bagaimana cara memasukinya dan sebagainya. Tetapi yang menarik adalah: Tuhan terlebih dahulu mengatakan mengenai tanah yang akan diberikan. Itu artinya Allah mengatakan, tanah perjanjian Allah dengan nenek moyang mereka yang akan mereka tempati sebentar lagi, itulah yang harus mereka intai.
Allah sudah memerikan janjiNya untuk tanah itu agar mereka kuasai. Sekarang adalah tugas mereka untuk menggenapkanNya. Musa melihat hal itu, sehingga ia memilih orang-orang yang terbaik yang dimilikinya.
Inilah sesungguhnya arti iman. Iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Allah menjanjikan tanah Kanaan yang akan diberikannya. Maka kepercayaan penuh atas janji Allah itu yang menggerakkan Musa untuk melaksanakan pengintaian dan memilih orang-orang yang terbaik.
Bagaimana dengan kita saat ini? Saya jadi ingat akan rekan pelayan saya yang terpanggil menjadi hamba Tuhan. Meskipun orangtuanya tidak menyetujui, tapi apa yang Tuhan sudah perintahkan atas hidupnya, itulah yang menjadi kekuatannya. Tidak jelas masa depan mau seperti apa. Tidak tahu akan dapat dana darimana. Keluarga tidak mendukung bahkan meminta dia untuk keluar dari rumah, kalau tetap mau menjadi hamba Tuhan. Iman itu melihat jauh kedepan akan bukti-bukti yang belum kita alami sekarang ini. Kita sudah melihat dengan iman, tetapi saudara-saudara dan orang-orang terdekat tidak melihatnya. Ini menyebabkan perbedaan cara pandang. Ujung-ujungnya adalah perselisihan. Kalau yang berkuasa adalah yang tidak memiliki cara pandang yang tepat kepada Allah, maka ia akan melakukan apapun yang dianggap benar untuk menolong dan menyelamatkan. Kalau tetap tidak mau mengerti, maka terpaksa dilakukan pengusiran. Ini yang terjadi pada rekan saya, yang terpaksa diusir karena tetap mau jadi hamba Tuhan.
Tuhan memang tidak jelas meminta saya menjadi hamba Tuhan sehingga sekarang tetap bekerja di sekuler. Saya melihat jelas adalah: bagaimana menjadi seorang non full time, tetapi punya kemampuan seperti seorang full time (hamba Tuhan) yang bekerja semaksimal mungkin pada bidang yang Tuhan inginkan saya garap. Banyak orang menganggap kalau hamba Tuhan itu pintar alkitab sedangkan kamu awam tidak harus. Inilah yang akan saya garap, menjadi teladan sebagai kaum awam yang kuat teologianya.
Saya tetap sebagai kaum awam sedangkan kawan saja menjadi full time. Tetapi kami sama-sama punya prinsip, haruslah kokoh didalam perngertian akan Firman Tuhan, lalu menggarap bidang masing-masing semaksimal mungkin yang dapat kami lakukan.
Melihat apa yang ada didepan dengan pandangan iman, membuat kita mengerti apa yang penting yang harus kita lakukan. Orang lain mungkin menganggap itu tidak penting. Tidaklah mengapa, karena mereka tidak melihat apa yang saudara dan saya lihat. Melihat kepada Allah menyebabkan kita mengetahui mana yang penting dan yang tidak penting. Inilah yang terpenting!
Tuhan berfirman kepada Musa: “Suruhlah beberapa orang mengintai tanah Kanaan, yang akan kuberikan kepada orang Israel; dari setiap suku nenek moyang mereka haruslah kau suruh seseorang, semuanya pemimpim-pemimpin diantara mereka”.
Mencapai tanah Kanaan, yaitu tanah perjanjian bagi bangsa Israel, sangatlah penting. Itulah yang menjadi tugas mereka. Allah sudah memberikannya kepada nenek moyang Israel, yaitu Abraham. Sekarang akan diberikan kembali kepada mereka. Itu adalah tugas yang penting.
Karena itu ketika Allah memerintahkan untuk mengintai tanah tersebut untuk melihat bagaimana sesungguhnya kondisi disana, dipilihlah duabelas pemimpin mewakili tiap-tiap suku. Orang yang terbaiklah yang diberikan tugas penting ini. Dua hal utama yang mereka harus perhatikan disana: Yaitu kota atau tanahnya kemudian orang-orangnya. Kota dan tanah untuk mengetahui tingkat kemakmuran mereka serta kualitas hidup mereka. Orang-orang untuk melihat kualitas manusianya apakah mereka mampu mengolah semua hal yang ada pada tanah mereka tinggal.
Karena tugas ini sedemikian berat, maka mereka diminta untuk tabah. Musa melihat pengintaian ini penting untuk membuat strategi bagaimana cara memasukinya dan sebagainya. Tetapi yang menarik adalah: Tuhan terlebih dahulu mengatakan mengenai tanah yang akan diberikan. Itu artinya Allah mengatakan, tanah perjanjian Allah dengan nenek moyang mereka yang akan mereka tempati sebentar lagi, itulah yang harus mereka intai.
Allah sudah memerikan janjiNya untuk tanah itu agar mereka kuasai. Sekarang adalah tugas mereka untuk menggenapkanNya. Musa melihat hal itu, sehingga ia memilih orang-orang yang terbaik yang dimilikinya.
Inilah sesungguhnya arti iman. Iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Allah menjanjikan tanah Kanaan yang akan diberikannya. Maka kepercayaan penuh atas janji Allah itu yang menggerakkan Musa untuk melaksanakan pengintaian dan memilih orang-orang yang terbaik.
Bagaimana dengan kita saat ini? Saya jadi ingat akan rekan pelayan saya yang terpanggil menjadi hamba Tuhan. Meskipun orangtuanya tidak menyetujui, tapi apa yang Tuhan sudah perintahkan atas hidupnya, itulah yang menjadi kekuatannya. Tidak jelas masa depan mau seperti apa. Tidak tahu akan dapat dana darimana. Keluarga tidak mendukung bahkan meminta dia untuk keluar dari rumah, kalau tetap mau menjadi hamba Tuhan. Iman itu melihat jauh kedepan akan bukti-bukti yang belum kita alami sekarang ini. Kita sudah melihat dengan iman, tetapi saudara-saudara dan orang-orang terdekat tidak melihatnya. Ini menyebabkan perbedaan cara pandang. Ujung-ujungnya adalah perselisihan. Kalau yang berkuasa adalah yang tidak memiliki cara pandang yang tepat kepada Allah, maka ia akan melakukan apapun yang dianggap benar untuk menolong dan menyelamatkan. Kalau tetap tidak mau mengerti, maka terpaksa dilakukan pengusiran. Ini yang terjadi pada rekan saya, yang terpaksa diusir karena tetap mau jadi hamba Tuhan.
Tuhan memang tidak jelas meminta saya menjadi hamba Tuhan sehingga sekarang tetap bekerja di sekuler. Saya melihat jelas adalah: bagaimana menjadi seorang non full time, tetapi punya kemampuan seperti seorang full time (hamba Tuhan) yang bekerja semaksimal mungkin pada bidang yang Tuhan inginkan saya garap. Banyak orang menganggap kalau hamba Tuhan itu pintar alkitab sedangkan kamu awam tidak harus. Inilah yang akan saya garap, menjadi teladan sebagai kaum awam yang kuat teologianya.
Saya tetap sebagai kaum awam sedangkan kawan saja menjadi full time. Tetapi kami sama-sama punya prinsip, haruslah kokoh didalam perngertian akan Firman Tuhan, lalu menggarap bidang masing-masing semaksimal mungkin yang dapat kami lakukan.
Melihat apa yang ada didepan dengan pandangan iman, membuat kita mengerti apa yang penting yang harus kita lakukan. Orang lain mungkin menganggap itu tidak penting. Tidaklah mengapa, karena mereka tidak melihat apa yang saudara dan saya lihat. Melihat kepada Allah menyebabkan kita mengetahui mana yang penting dan yang tidak penting. Inilah yang terpenting!
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Minggu, 01 Juli 2007
Posisi, kesombongan dan iri hati
Bacaan: Bilangan 12:1-15
Merenungkan perikop ini kita belajar mengenai uniknya hati manusia. Perubahan hati manusia yang tidak dapat kita mengerti.
Perikop terdahulu kita belajar satu pelajaran mengenai kepenuhan Roh Kudus pada tujuh puluh orang yang dipilih. Sehingga mereka mempuyai kuasa seperti nabi-nabi. Itu terjadi pada Miryam (saudara Harun) dan Harun sendiri. Mereka berdua adalah bagian dari tujuh puluh tua-tua yang dipilih Allah memiliki kepenuhan Roh Kudus. Musalah yang meminta kepada Allah, sehingga separuh Roh Allah diambil daripadanya diberikan kepada tujuh puluh tua-tua, termasuk Harun dan Miryam.
Harun dan Miryam memang berperan penting dalam keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir.
Mikha 6:4 menuliskan: “Sebab Aku telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir dan telah membebaskan engkau dari rumah perbudakan dan telah mengutus Musa dan Harun dan Miryam sebagai penganjurmu”
Iri hati atau kesombongan? Saya tidak tahu, mana yang lebih dahulu.
Harun dan Miryam ikut bersama mendampingi Musa dalam membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir. Mereka juga dipenuhi kuasa Roh Kudus Allah sehingga memiliki kepenuhan seorang nabi. Perlakuan istemewa yang mereka miliki dan gabungan dengan iri hati melihat Musa yang lebih daripada mereka, menyebabkan timbulnya tindakan yang tidak tepat. Mereka mencari celah untuk menjatuhkan Musa. Ini diambil dari kasus istrinya Musa orang Kusy itu.
Bagaiman respon Allah atas kejadian ini?
Allah mengumpulkan mereka bertiga, lalu menyatakan siapa yang benar dan tidak. Allah tidak menyinggung masalah perempuan kusy, tetapi iri hati dan kesombongan Harun dan Miryam. Allah juga menyatakan siapakah yang dipilih olehNya. Miryam yang menjadi otak perseteruan ini, akhirnya dihukum Allah dengan penyakit kusta. Tetapi Harun meminta Musa untuk memohon kepada Allah pengampunan atas Miryam. Musa berdoa sehingga akhirnya Miryam dipulihkan, tetapi dengan syarat harus diasingkan selama 7 hari lamanya.
Hidup manusia sesungguhnya adalah menjalankan apa yang Allah ingin kita lakukan. Kesadaran penuh akan otoritas Allah itu penting sekali. Satu sisi sebagai menusia tentu kita ingin mempunyai kemajuan dalam hidup ini. Tetapi segala berkat yang kita miliki, kalau tidak dikembalikan kepada Allah sebagai ucapan syukur akan menjadikan kesombongan. Kesombongan ini bisa menjadi batu sandungan kepada orang lain, terutama yang tidak punya talenta seperti yang kita miliki. Namun sebaliknya, kemampuan lebih yang dimiliki ini, kalau melihat kepada yang punya talenta lebih lagi dari kita, itu bisa menimbulkan iri hati. Melihat kebawah kita itu berbahaya, melihat keatas kita juga berbahaya. Yang benar adalah melihat kepada Allah, lalu Allah akan memberitahukan posisi kita dimana. Setelah kita tahu posisi kita, maka ucapan syukur atas apa yang kita terima itu seharusnya yang terjadi.
Posisi, ini pelajaran penting hari ini. Setiap orang harus mengerti apa posisinya sebagai manusia. Sebagaimana Adam tidak mengerti akan posisi dirinya, sehingga Allah bertanya: “Adam, dimanakah engkau berada?”
Pertanyaan yang sama juga Allah sedang tanyakan pada kita saat ini. Dimanakah posisi saudara dan saya?
Apakah boleh punya ambisi? Misalnya sekarang menjabat eselon 4 sebagai pegawai negeri. Apakah boleh punya impian untuk menduduki eselon 1? Apakah boleh membuat perencanaan-perencanaan dan target-target, hal-hal apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tingkatan demi tingkatan?
Saya melihat masalah utama bukan pada hal itu. Tetapi pada pengertian akan kemanakah hidup kita sesungguhnya. Apa yang Tuhan ingin saya lakukan? Bukan apa yang ingin saya lakukan supaya Tuhan senang. Perbedaan dari kedua hal ini adalah: siapakah yang menjadi pusat atau sentral? Kalau kita yang mengendalikan diri sendiri, maka kita akan melakukan segala macam cara untuk menjabat suatu posisi yang diatas kita. Termasuk dengan cara apapun dengan mengorbankan apapun bahkan menjatuhkan siapapun, itu akan dilakukan. Pergeseran ini yang berbahaya.
Mengerti posisi saya dan tahu apa tugas yang Allah berikan kepada saya. Juga bersiap-siap untuk menerima tugas baru yang Allah berikan. Itulah yang penting untuk kita lakukan dengan semaksimal mungkin. Itu akan menjauhkan kita dari iri hati dan kesombongan.
Kiranya Tuhan menolong kita, Amen.
Merenungkan perikop ini kita belajar mengenai uniknya hati manusia. Perubahan hati manusia yang tidak dapat kita mengerti.
Perikop terdahulu kita belajar satu pelajaran mengenai kepenuhan Roh Kudus pada tujuh puluh orang yang dipilih. Sehingga mereka mempuyai kuasa seperti nabi-nabi. Itu terjadi pada Miryam (saudara Harun) dan Harun sendiri. Mereka berdua adalah bagian dari tujuh puluh tua-tua yang dipilih Allah memiliki kepenuhan Roh Kudus. Musalah yang meminta kepada Allah, sehingga separuh Roh Allah diambil daripadanya diberikan kepada tujuh puluh tua-tua, termasuk Harun dan Miryam.
Harun dan Miryam memang berperan penting dalam keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir.
Mikha 6:4 menuliskan: “Sebab Aku telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir dan telah membebaskan engkau dari rumah perbudakan dan telah mengutus Musa dan Harun dan Miryam sebagai penganjurmu”
Iri hati atau kesombongan? Saya tidak tahu, mana yang lebih dahulu.
Harun dan Miryam ikut bersama mendampingi Musa dalam membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir. Mereka juga dipenuhi kuasa Roh Kudus Allah sehingga memiliki kepenuhan seorang nabi. Perlakuan istemewa yang mereka miliki dan gabungan dengan iri hati melihat Musa yang lebih daripada mereka, menyebabkan timbulnya tindakan yang tidak tepat. Mereka mencari celah untuk menjatuhkan Musa. Ini diambil dari kasus istrinya Musa orang Kusy itu.
Bagaiman respon Allah atas kejadian ini?
Allah mengumpulkan mereka bertiga, lalu menyatakan siapa yang benar dan tidak. Allah tidak menyinggung masalah perempuan kusy, tetapi iri hati dan kesombongan Harun dan Miryam. Allah juga menyatakan siapakah yang dipilih olehNya. Miryam yang menjadi otak perseteruan ini, akhirnya dihukum Allah dengan penyakit kusta. Tetapi Harun meminta Musa untuk memohon kepada Allah pengampunan atas Miryam. Musa berdoa sehingga akhirnya Miryam dipulihkan, tetapi dengan syarat harus diasingkan selama 7 hari lamanya.
Hidup manusia sesungguhnya adalah menjalankan apa yang Allah ingin kita lakukan. Kesadaran penuh akan otoritas Allah itu penting sekali. Satu sisi sebagai menusia tentu kita ingin mempunyai kemajuan dalam hidup ini. Tetapi segala berkat yang kita miliki, kalau tidak dikembalikan kepada Allah sebagai ucapan syukur akan menjadikan kesombongan. Kesombongan ini bisa menjadi batu sandungan kepada orang lain, terutama yang tidak punya talenta seperti yang kita miliki. Namun sebaliknya, kemampuan lebih yang dimiliki ini, kalau melihat kepada yang punya talenta lebih lagi dari kita, itu bisa menimbulkan iri hati. Melihat kebawah kita itu berbahaya, melihat keatas kita juga berbahaya. Yang benar adalah melihat kepada Allah, lalu Allah akan memberitahukan posisi kita dimana. Setelah kita tahu posisi kita, maka ucapan syukur atas apa yang kita terima itu seharusnya yang terjadi.
Posisi, ini pelajaran penting hari ini. Setiap orang harus mengerti apa posisinya sebagai manusia. Sebagaimana Adam tidak mengerti akan posisi dirinya, sehingga Allah bertanya: “Adam, dimanakah engkau berada?”
Pertanyaan yang sama juga Allah sedang tanyakan pada kita saat ini. Dimanakah posisi saudara dan saya?
Apakah boleh punya ambisi? Misalnya sekarang menjabat eselon 4 sebagai pegawai negeri. Apakah boleh punya impian untuk menduduki eselon 1? Apakah boleh membuat perencanaan-perencanaan dan target-target, hal-hal apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tingkatan demi tingkatan?
Saya melihat masalah utama bukan pada hal itu. Tetapi pada pengertian akan kemanakah hidup kita sesungguhnya. Apa yang Tuhan ingin saya lakukan? Bukan apa yang ingin saya lakukan supaya Tuhan senang. Perbedaan dari kedua hal ini adalah: siapakah yang menjadi pusat atau sentral? Kalau kita yang mengendalikan diri sendiri, maka kita akan melakukan segala macam cara untuk menjabat suatu posisi yang diatas kita. Termasuk dengan cara apapun dengan mengorbankan apapun bahkan menjatuhkan siapapun, itu akan dilakukan. Pergeseran ini yang berbahaya.
Mengerti posisi saya dan tahu apa tugas yang Allah berikan kepada saya. Juga bersiap-siap untuk menerima tugas baru yang Allah berikan. Itulah yang penting untuk kita lakukan dengan semaksimal mungkin. Itu akan menjauhkan kita dari iri hati dan kesombongan.
Kiranya Tuhan menolong kita, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Sabtu, 30 Juni 2007
Percaya dan taat
Bacaan: Bilangan 11:16-35
Pada perikop kali ini, Musa mempunyai dua masalah penting untuk memimpin bangsa Israel menuju tanah kanaan:
1. Jumlah massa yang sedemikian banyak, sehingga tidak semua masalah dapat dihadapi Musa. Menenangkan dan memberikan penjelasan kepada 10 orang masih mudah. Tapi kalau 100 atau 1000 bahkan 600.000 orang, bagaimana mungkin bisa? Karena itu Musa berkeluh kesah kepada Allah.
2. Sungut-sungut bangsa Israel yang sudah menyebar dan menjadi keluhan satu bangsa, ini merepotkan Musa. Ia meminta pertolongan Tuhan, agar masalah ini dapat diselesaikan.
Bagaimana respon Tuhan menjawab hal itu?
1. Tuhan akan mengambil sebagian Roh yang hinggap pada Musa kepada tujuh puluh orang tua-tua.
2. Tuhan juga akan menyediakan daging selama satu bulan penah sehingga bangsa Israel akan muak memakannya.
Bagaimana respon Musa terhadap hal itu?
Musa bertanya-tanya, bagaimana mungkin Tuhan Allah bisa melakukan hal itu? Secara khusus mengenai persediaaan daging selama sebulan? Jumlah domba-domba, lembu sapi bahkan ikan juga tidak akan mencukupi jumlah 600.000 orang selama sebulan.
Tuhan menjawab Musa, mengingatkan kembali siapakah Allah itu yang sesungguhnya:
The LORD answered Moses, “is the LORD’s arm too short? You will now see whether or not what I say will come true for you.” – NIV
Bagaimana sikap Musa terhadap pernyataan Allah ini?
Musa diam dan menunggu. Musa kembali diingatkan akan siapa dirinya dan siapa Allah.
Allah bertindak atas segala janjiNya.
1. Sebagian Roh yang hinggap pada Musa, kemudian hinggap pada tujuhpuluh orang tua-tua sehingga mereka bisa berperilaku sebagai nabi. Bahkan dua orang dari tua-tua yang saat itu tidak sempat berkumpul dengan Musa, ketika masih didalam kemah, mendapatkan kepenuhan juga. Ini mengagetkan orang-orang disekitarnya.
2. Allah mengirimkan angin untuk membawa burung-burung puyuh dari seberang laut, lalu dihamburkannya keseluruh perkemahan bangsa Israel. Sedemikian banyaknya, sehingga setelah dikumpulkanpun masih banyak sekali yang tersisa.
Bagaimana sikap seluruh bangsa Israel terhadap keajaiban yang Allah lakukan ini?
1. Musa berdiam. Takluk dengan pernyataan dan keajaiban Allah. Tidak ada sikap dari Musa yang berlainan dengan apa yang Allah inginkan Musa untuk perbuat.
2. Sebagian ada yang iri seperti kaki-tangan Yosua bin Nun dan Yosua itu sendiri. Dia melaporkan kepada Musa mengenai kepenuhan dua orang yang berada di kemah yang menjadi nabi. Ini bisa menggoyahkan posisi Musa. Apa respon dari Musa? Malahan Musa berharap seluruh bangsa menjadi nabi, sehingga tidak repot lagi untuk diaturnya. Yosua berdiam dan patuh. Masalah selesai.
3. Sebagian rakyat Israel menanggapi perintah Allah dengan serius. Mereka percaya bahwa Allah akan memenuhi makanan daging bagi mereka selama sebulan penuh. Hingga mereka mengambil daging semampu yang mereka bisa kumpulkan.
4. Sebagian kecil rakyat begitu rakus. Mereka terpengaruh oleh sekelompok orang rakus dari bangsa lain yang ikut bersama mereka. Sebagian kecil bangsa Israel ini begitu rakus hingga memuakkan Allah. Mereka terkena tulah sehingga banyak yang mati.
Apa yang dapat kita pelajari?
Allah tahu akan kebutuhan kita. Pertama kita perlu percaya pada Allah. Ini betul, tetapi tidak cukup hingga disitu. Kepercayaan itu haruslah dilanjutkan dengan kesetiaan atau taat terhadap perkataan Allah. Ketaatan inilah yang sesungguhnya menunjukkan kepercayaan yang sejati itu.
Banyak orang yang hanya tersentuh. Misalnya saja, ketika KKR (kebaktian kebangunan rohani). Ketika ada pemanggilan, mungkin banyak yang maju. Mereka mendengar panggilan dari Allah. Tetapi dalam proses selanjutnya, banyak yang tidak taat dan mau bergantung terhadap segala perkataan Allah. Kesulitan hidup membuat mereka tidak mau setia pada Allah. Kembali lagi pada hidup semula.
Ciri saudara dan saya percaya pada Allah ialah ketaatan yang sungguh dihadapannya. Menaati apa yang Allah janjikan itu tidaklah mudah.
Tuhan Yesus tolonglah saya untuk terus taat kepadaMu. Terima kasih Tuhan, Amen.
Pada perikop kali ini, Musa mempunyai dua masalah penting untuk memimpin bangsa Israel menuju tanah kanaan:
1. Jumlah massa yang sedemikian banyak, sehingga tidak semua masalah dapat dihadapi Musa. Menenangkan dan memberikan penjelasan kepada 10 orang masih mudah. Tapi kalau 100 atau 1000 bahkan 600.000 orang, bagaimana mungkin bisa? Karena itu Musa berkeluh kesah kepada Allah.
2. Sungut-sungut bangsa Israel yang sudah menyebar dan menjadi keluhan satu bangsa, ini merepotkan Musa. Ia meminta pertolongan Tuhan, agar masalah ini dapat diselesaikan.
Bagaimana respon Tuhan menjawab hal itu?
1. Tuhan akan mengambil sebagian Roh yang hinggap pada Musa kepada tujuh puluh orang tua-tua.
2. Tuhan juga akan menyediakan daging selama satu bulan penah sehingga bangsa Israel akan muak memakannya.
Bagaimana respon Musa terhadap hal itu?
Musa bertanya-tanya, bagaimana mungkin Tuhan Allah bisa melakukan hal itu? Secara khusus mengenai persediaaan daging selama sebulan? Jumlah domba-domba, lembu sapi bahkan ikan juga tidak akan mencukupi jumlah 600.000 orang selama sebulan.
Tuhan menjawab Musa, mengingatkan kembali siapakah Allah itu yang sesungguhnya:
The LORD answered Moses, “is the LORD’s arm too short? You will now see whether or not what I say will come true for you.” – NIV
Bagaimana sikap Musa terhadap pernyataan Allah ini?
Musa diam dan menunggu. Musa kembali diingatkan akan siapa dirinya dan siapa Allah.
Allah bertindak atas segala janjiNya.
1. Sebagian Roh yang hinggap pada Musa, kemudian hinggap pada tujuhpuluh orang tua-tua sehingga mereka bisa berperilaku sebagai nabi. Bahkan dua orang dari tua-tua yang saat itu tidak sempat berkumpul dengan Musa, ketika masih didalam kemah, mendapatkan kepenuhan juga. Ini mengagetkan orang-orang disekitarnya.
2. Allah mengirimkan angin untuk membawa burung-burung puyuh dari seberang laut, lalu dihamburkannya keseluruh perkemahan bangsa Israel. Sedemikian banyaknya, sehingga setelah dikumpulkanpun masih banyak sekali yang tersisa.
Bagaimana sikap seluruh bangsa Israel terhadap keajaiban yang Allah lakukan ini?
1. Musa berdiam. Takluk dengan pernyataan dan keajaiban Allah. Tidak ada sikap dari Musa yang berlainan dengan apa yang Allah inginkan Musa untuk perbuat.
2. Sebagian ada yang iri seperti kaki-tangan Yosua bin Nun dan Yosua itu sendiri. Dia melaporkan kepada Musa mengenai kepenuhan dua orang yang berada di kemah yang menjadi nabi. Ini bisa menggoyahkan posisi Musa. Apa respon dari Musa? Malahan Musa berharap seluruh bangsa menjadi nabi, sehingga tidak repot lagi untuk diaturnya. Yosua berdiam dan patuh. Masalah selesai.
3. Sebagian rakyat Israel menanggapi perintah Allah dengan serius. Mereka percaya bahwa Allah akan memenuhi makanan daging bagi mereka selama sebulan penuh. Hingga mereka mengambil daging semampu yang mereka bisa kumpulkan.
4. Sebagian kecil rakyat begitu rakus. Mereka terpengaruh oleh sekelompok orang rakus dari bangsa lain yang ikut bersama mereka. Sebagian kecil bangsa Israel ini begitu rakus hingga memuakkan Allah. Mereka terkena tulah sehingga banyak yang mati.
Apa yang dapat kita pelajari?
Allah tahu akan kebutuhan kita. Pertama kita perlu percaya pada Allah. Ini betul, tetapi tidak cukup hingga disitu. Kepercayaan itu haruslah dilanjutkan dengan kesetiaan atau taat terhadap perkataan Allah. Ketaatan inilah yang sesungguhnya menunjukkan kepercayaan yang sejati itu.
Banyak orang yang hanya tersentuh. Misalnya saja, ketika KKR (kebaktian kebangunan rohani). Ketika ada pemanggilan, mungkin banyak yang maju. Mereka mendengar panggilan dari Allah. Tetapi dalam proses selanjutnya, banyak yang tidak taat dan mau bergantung terhadap segala perkataan Allah. Kesulitan hidup membuat mereka tidak mau setia pada Allah. Kembali lagi pada hidup semula.
Ciri saudara dan saya percaya pada Allah ialah ketaatan yang sungguh dihadapannya. Menaati apa yang Allah janjikan itu tidaklah mudah.
Tuhan Yesus tolonglah saya untuk terus taat kepadaMu. Terima kasih Tuhan, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Jumat, 29 Juni 2007
Bersungut-sungut
Bacaan: Bilangan 11:1-15
Perikop ini berbicara mengenai sikap bangsa Israel yang bersungut-sungut kepada Allah. Mereka sudah Allah keluarkan dari Mesir dan sekarang dalam proses perjalanan menuju ke tanah Kanaan. Allah memberikan tiang awan dan tiang api serta manna untuk makanan mereka. Tetapi lagi-lagi mereka mengabaikannya.
Sungut-sungut merupakan suatu tindakan yang tidak berkenan kepada Allah. Perikop ini secara khusus menceritakan dua kali peristiwa mereka bersungut-sungut secara berturut-turut.
Pertama, mereka bersungut-sungut tanpa alasan yang kuat. Ini ditandai dengan penyesalan mereka atas nasib buruk saat ini. Mendengar itu, bangkitlah murka Allah dan menyalalah api TUHAN diantara mereka dan ditepi perkemahan mereka. Ini bagaikan dimasukkan kedalam lautan api yang ditengah-tengahnya ada mereka namun tidak terbakar. Ini tentu menakutkan sekali. Murka Allah ini membuat mereka berteriak kepada Musa dan Musa berdoa kepada Allah, lalu padamlah api itu.
Kedua, terjadi setelah sungut-sungut pertama tadi. Ini dimulai oleh sekumpulan orang non Israel yang ikut bersama mereka keluar dari Mesir mulai menyulut kembali sungut-sungut bangsa Israel. Ketakukan bangsa Israel terhadap Allah ini tidaklah diketahui oleh sekelompok campuran dari bangsa lain ini. Mereka mulai menggerutu dan mengeluh lagi kepada bangsa Israel. Posisi mereka sebagai sekelompok orang yang menjadi pengemis bagi bangsa Israel tentu tanpa disadari menjadi pemicu mereka untuk mengeluh kembali. Ketempat asal tidak mungkin, tinggal di tengah-tengah Israel juga tidak memungkinkan dan tidak nyaman bagi mereka. Karena itu dalam ketegangan yang begitu tinggi, menyebabkan mereka memimpikan kembali tinggal di Mesir. Mereka menggerutu untuk mendapatkan makanan daging. Apakah mungkin Israel ketika diperbudak di Mesir menjadikan daging menu mereka yang biasa mereka makan? Tentu saja tidak. Sebagai budak di Mesir, makan daging bukalah sesuatu yang biasa mereka lakukan. Keluhan ini tentu saja sesungguhnya tidak telalu mendasar. Inilah pengaruh yang kuat dari keluhan itu. Campuran bangsa non Israel ini mulai mengacaukan keimanan bangsa Israel. Hingga akhirnya secara serempak seluruh bangsa Israel bersungut-sungut meminta daging.
Sungut-sungut pertama dikarenakan hidup susah di perjalanan. Sungut-sungut susulan ini dikarenakan meminta daging yang sangat tidak masuk akal. Padahal mereka baru saja melihat murka Allah yang begitu dahsyat.
Lucu sekali.
Musa juga mulai ikut mengeluh atas sikap bangsa Israel ini. Ia mulai mengeluhkan beratnya beban yang dia pikul atas bangsa yang bebal ini. Musa bahkan minta agar dia dibunuh oleh Allah saja daripada akhirnya seluruh bangsa Israel membunuh dia.
Ironis sekali. Allah sudah langsung mendampingi bahkan menunjukkan murkaNya secara langsung didepan mereka. Tetapi sekali lagi, hati yang tidak taat kepada Allah, akhirnya membuat mereka tidak mengeluh.
Apa yang bisa kita dapatkan?
Ada beberapa pelajaran penting:
1. Bersungut-sungut itu dimulai dari dalam hati sendiri yang tidak mau lihat kepada Allah, tetapi hanya mau melihat kepada masalah dan masalah saja.
2. Bersungut-sungut juga dipengaruhi oleh faktor orang-orang lain yang tidak seiman. Bukannya sebagai orang Isreal mereka harus menunjukkan teladan untuk hidup taat kepada Allah, malah bangsa lain yang mempengaruhi mereka untuk tidak taat kepada Allah.
3. Bersungut-sungut kalau sudah memuncak, kadangkala melupakan berkat dan murka Allah. Tidak ada lagi rasa takut akan Allah. Kalau manusia sudah sampai tahap ini, berbahaya sekali.
4. Bersungut-sungut satu bangsa juga akhirnya bisa melemahkan iman pemimpin mereka. Disini sesungguhnya iman seorang pemimpin tidak boleh dipengaruhi oleh orang-orang yang dia pimpin.
Bagaimana aplikasi buat saya saat ini? Kadangkala dan seringkali saya juga lupa akan anugrah dan amarah Allah terhadap saya. Ada waktu-waktu Allah begitu menunjukkan kemurahaanNya, tetapi ada juga waktu-waktu saya memasuki padang gurun akibat pilihan sendiri yang kurang tepat. Pukulan berat akhirnya membuat tersadar kembali. Tetapi suka dan duku yang datang silih berganti, ternyata belum cukup untuk tetap setia kepada Allah.
Sesungguhnya perenungan kembali dan mengingat kembali perjalanan hidup saya. Bagaimana Allah boleh bekerja dalam kehidupan saya selama ini, boleh menjadi penguatan.
Melihat kepada Allah dan bukan kepada masalah atau dari orang lain atau dari orang-orang sekeliling saya bahkan juga dari orang-orang yang saya pimpin, itu akan mengurangi sungut-sungut saya dan saudara.
Itu yang terpenting. Tuhan tolonglah saya, Amen.
Perikop ini berbicara mengenai sikap bangsa Israel yang bersungut-sungut kepada Allah. Mereka sudah Allah keluarkan dari Mesir dan sekarang dalam proses perjalanan menuju ke tanah Kanaan. Allah memberikan tiang awan dan tiang api serta manna untuk makanan mereka. Tetapi lagi-lagi mereka mengabaikannya.
Sungut-sungut merupakan suatu tindakan yang tidak berkenan kepada Allah. Perikop ini secara khusus menceritakan dua kali peristiwa mereka bersungut-sungut secara berturut-turut.
Pertama, mereka bersungut-sungut tanpa alasan yang kuat. Ini ditandai dengan penyesalan mereka atas nasib buruk saat ini. Mendengar itu, bangkitlah murka Allah dan menyalalah api TUHAN diantara mereka dan ditepi perkemahan mereka. Ini bagaikan dimasukkan kedalam lautan api yang ditengah-tengahnya ada mereka namun tidak terbakar. Ini tentu menakutkan sekali. Murka Allah ini membuat mereka berteriak kepada Musa dan Musa berdoa kepada Allah, lalu padamlah api itu.
Kedua, terjadi setelah sungut-sungut pertama tadi. Ini dimulai oleh sekumpulan orang non Israel yang ikut bersama mereka keluar dari Mesir mulai menyulut kembali sungut-sungut bangsa Israel. Ketakukan bangsa Israel terhadap Allah ini tidaklah diketahui oleh sekelompok campuran dari bangsa lain ini. Mereka mulai menggerutu dan mengeluh lagi kepada bangsa Israel. Posisi mereka sebagai sekelompok orang yang menjadi pengemis bagi bangsa Israel tentu tanpa disadari menjadi pemicu mereka untuk mengeluh kembali. Ketempat asal tidak mungkin, tinggal di tengah-tengah Israel juga tidak memungkinkan dan tidak nyaman bagi mereka. Karena itu dalam ketegangan yang begitu tinggi, menyebabkan mereka memimpikan kembali tinggal di Mesir. Mereka menggerutu untuk mendapatkan makanan daging. Apakah mungkin Israel ketika diperbudak di Mesir menjadikan daging menu mereka yang biasa mereka makan? Tentu saja tidak. Sebagai budak di Mesir, makan daging bukalah sesuatu yang biasa mereka lakukan. Keluhan ini tentu saja sesungguhnya tidak telalu mendasar. Inilah pengaruh yang kuat dari keluhan itu. Campuran bangsa non Israel ini mulai mengacaukan keimanan bangsa Israel. Hingga akhirnya secara serempak seluruh bangsa Israel bersungut-sungut meminta daging.
Sungut-sungut pertama dikarenakan hidup susah di perjalanan. Sungut-sungut susulan ini dikarenakan meminta daging yang sangat tidak masuk akal. Padahal mereka baru saja melihat murka Allah yang begitu dahsyat.
Lucu sekali.
Musa juga mulai ikut mengeluh atas sikap bangsa Israel ini. Ia mulai mengeluhkan beratnya beban yang dia pikul atas bangsa yang bebal ini. Musa bahkan minta agar dia dibunuh oleh Allah saja daripada akhirnya seluruh bangsa Israel membunuh dia.
Ironis sekali. Allah sudah langsung mendampingi bahkan menunjukkan murkaNya secara langsung didepan mereka. Tetapi sekali lagi, hati yang tidak taat kepada Allah, akhirnya membuat mereka tidak mengeluh.
Apa yang bisa kita dapatkan?
Ada beberapa pelajaran penting:
1. Bersungut-sungut itu dimulai dari dalam hati sendiri yang tidak mau lihat kepada Allah, tetapi hanya mau melihat kepada masalah dan masalah saja.
2. Bersungut-sungut juga dipengaruhi oleh faktor orang-orang lain yang tidak seiman. Bukannya sebagai orang Isreal mereka harus menunjukkan teladan untuk hidup taat kepada Allah, malah bangsa lain yang mempengaruhi mereka untuk tidak taat kepada Allah.
3. Bersungut-sungut kalau sudah memuncak, kadangkala melupakan berkat dan murka Allah. Tidak ada lagi rasa takut akan Allah. Kalau manusia sudah sampai tahap ini, berbahaya sekali.
4. Bersungut-sungut satu bangsa juga akhirnya bisa melemahkan iman pemimpin mereka. Disini sesungguhnya iman seorang pemimpin tidak boleh dipengaruhi oleh orang-orang yang dia pimpin.
Bagaimana aplikasi buat saya saat ini? Kadangkala dan seringkali saya juga lupa akan anugrah dan amarah Allah terhadap saya. Ada waktu-waktu Allah begitu menunjukkan kemurahaanNya, tetapi ada juga waktu-waktu saya memasuki padang gurun akibat pilihan sendiri yang kurang tepat. Pukulan berat akhirnya membuat tersadar kembali. Tetapi suka dan duku yang datang silih berganti, ternyata belum cukup untuk tetap setia kepada Allah.
Sesungguhnya perenungan kembali dan mengingat kembali perjalanan hidup saya. Bagaimana Allah boleh bekerja dalam kehidupan saya selama ini, boleh menjadi penguatan.
Melihat kepada Allah dan bukan kepada masalah atau dari orang lain atau dari orang-orang sekeliling saya bahkan juga dari orang-orang yang saya pimpin, itu akan mengurangi sungut-sungut saya dan saudara.
Itu yang terpenting. Tuhan tolonglah saya, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Kamis, 28 Juni 2007
Tanggung-jawab dan berserah
Bacaan: Bilangan 10:11-36
Pada perikop ini kita belajar dua hal penting.
Hal penting pertama adalah: berserah pada pimpinan Tuhan.
Perikop ini dimulai dengan inisiatif Tuhan untuk memimpin Israel bergerak. Allah membuat awan itu bergerak, tanda bangsa Israel yang sudah sekitar 11 bulan berada di wilayah gunung Sinai untuk bersiap-siap berangkat kembali. Mereka berangkat sesuai dengan titah Tuhan. Lalu pada bagian akhir, Musa mengulangi kembali mengenai berserah pada pimpinan Tuhan.
Whenever the ark set out, Moses said, “Rise up, O Lord! May your enemies be scattered; may your foes flee before your.” Whenever it come to rest, he said, “Return, O Lord, to the countless thousands of Israel.” - NIV
Hal penting kedua adalah: Tanggung-jawab.
Tuhan sudah memberikan Musa tugas untuk membawa bangsa Israel ketanah perjanjian. Untuk melaksanakan tanggung-jawab itu, Musa melakukan semaksimal mungkin dan sekuat tenaga dan pikiran yang dapat dilakukannya.
1. Pengaturan keberangkatan keduabelas suku sesuai dengan urutan-urutannya. Ini adalah keempat kalinya kitab bilangan ini menuliskan pengaturan keduabelas suku tersebut. (1:5-15; 2:3-31; 7:12-83).
2. Permintaan Musa terhadap Hobab untuk membantu mereka dipadang gurun. Karena inilah pertama kali mereka berjalan sesuai dengan urutan yang dipimpin oleh suara nafiri untuk melewati padang gurun. Hobab adalah keponakan istrinya, bukan warga Israel, namun diinginkan Musa untuk tinggal bersama dengan mereka.
Bersandar pada pimpinan Tuhan adalah mengijinkan Allah untuk memimpin hidup kita. Sedangkan tanggung-jawab adalah semaksimal mungkin melakukan bagian kita. Musa mengatur pasukan sebaik-baiknya dan juga meminta Hobab untuk membantu sebagai mata Musa dipadang gurun.
Seringkali orang salah tangkap. Berserah artinya tidak melakukan apa-apa. Berserah artinya pasrah kepada nasib. Tidaklah demikian. Seringkali juga kita salah tangkap juga. Kita bekerja semaksimal mungkin, bahkan kitalah yang menjadi jurumudi hidup kita. Tidak ada proses bersandar kepada Tuhan. Kedua hal ini tidaklah benar. Memimpin hidup diri sendiri dengan mengabaikan Tuhan adalah berbahaya. Kita akan terperosok ke jalan yang tidak benar. Bermalas-malasan dengan alasan Tuhan akan mengerjakan semuanya juga sama berbahayanya. Sesungguhnya ini juga mengabaikan Tuhan, dalam arti tidak mengerti apa yang Tuhan ingin kita lakukan.
Bagaimana urutan yang benar:
Pertama: Kita dengar-dengaran atas perintah Tuhan bagi kita.
Kedua: Kita bekerja semaksimal mungkin menggenapkan rencana Tuhan yang sudah diberikan kepada kita.
Ketiga: Kita kembali lagi dengar-dengaran akan perintahnya sebagai ealuasi.
Keempat: Kembali bekerja keras menggenapkan rencana Allah yang telah kita terima.
Begitulah seterusnya dilakukan hingga kita mencapai target yang telah Allah tetpkan untuk kita capai.
Bagimanakah dengan hidup saya saat ini?
Saya juga takut kedua hal itu tidak berjalan berdampingan. Takut meninggalkan Tuhan dibelakang dan maju dengan kekuatan sendiri, tetapi disisi lain juga takut untuk bermalas-malasan dan tidak melakukan hal yang bermanfaat bagi Dia.
Mengerti kehendakNya dan bekerja sekuat tenaga untuk menggenapkannya, itu adalah tugas saudara dan saya. Tuhan tolonglah kami.
Pada perikop ini kita belajar dua hal penting.
Hal penting pertama adalah: berserah pada pimpinan Tuhan.
Perikop ini dimulai dengan inisiatif Tuhan untuk memimpin Israel bergerak. Allah membuat awan itu bergerak, tanda bangsa Israel yang sudah sekitar 11 bulan berada di wilayah gunung Sinai untuk bersiap-siap berangkat kembali. Mereka berangkat sesuai dengan titah Tuhan. Lalu pada bagian akhir, Musa mengulangi kembali mengenai berserah pada pimpinan Tuhan.
Whenever the ark set out, Moses said, “Rise up, O Lord! May your enemies be scattered; may your foes flee before your.” Whenever it come to rest, he said, “Return, O Lord, to the countless thousands of Israel.” - NIV
Hal penting kedua adalah: Tanggung-jawab.
Tuhan sudah memberikan Musa tugas untuk membawa bangsa Israel ketanah perjanjian. Untuk melaksanakan tanggung-jawab itu, Musa melakukan semaksimal mungkin dan sekuat tenaga dan pikiran yang dapat dilakukannya.
1. Pengaturan keberangkatan keduabelas suku sesuai dengan urutan-urutannya. Ini adalah keempat kalinya kitab bilangan ini menuliskan pengaturan keduabelas suku tersebut. (1:5-15; 2:3-31; 7:12-83).
2. Permintaan Musa terhadap Hobab untuk membantu mereka dipadang gurun. Karena inilah pertama kali mereka berjalan sesuai dengan urutan yang dipimpin oleh suara nafiri untuk melewati padang gurun. Hobab adalah keponakan istrinya, bukan warga Israel, namun diinginkan Musa untuk tinggal bersama dengan mereka.
Bersandar pada pimpinan Tuhan adalah mengijinkan Allah untuk memimpin hidup kita. Sedangkan tanggung-jawab adalah semaksimal mungkin melakukan bagian kita. Musa mengatur pasukan sebaik-baiknya dan juga meminta Hobab untuk membantu sebagai mata Musa dipadang gurun.
Seringkali orang salah tangkap. Berserah artinya tidak melakukan apa-apa. Berserah artinya pasrah kepada nasib. Tidaklah demikian. Seringkali juga kita salah tangkap juga. Kita bekerja semaksimal mungkin, bahkan kitalah yang menjadi jurumudi hidup kita. Tidak ada proses bersandar kepada Tuhan. Kedua hal ini tidaklah benar. Memimpin hidup diri sendiri dengan mengabaikan Tuhan adalah berbahaya. Kita akan terperosok ke jalan yang tidak benar. Bermalas-malasan dengan alasan Tuhan akan mengerjakan semuanya juga sama berbahayanya. Sesungguhnya ini juga mengabaikan Tuhan, dalam arti tidak mengerti apa yang Tuhan ingin kita lakukan.
Bagaimana urutan yang benar:
Pertama: Kita dengar-dengaran atas perintah Tuhan bagi kita.
Kedua: Kita bekerja semaksimal mungkin menggenapkan rencana Tuhan yang sudah diberikan kepada kita.
Ketiga: Kita kembali lagi dengar-dengaran akan perintahnya sebagai ealuasi.
Keempat: Kembali bekerja keras menggenapkan rencana Allah yang telah kita terima.
Begitulah seterusnya dilakukan hingga kita mencapai target yang telah Allah tetpkan untuk kita capai.
Bagimanakah dengan hidup saya saat ini?
Saya juga takut kedua hal itu tidak berjalan berdampingan. Takut meninggalkan Tuhan dibelakang dan maju dengan kekuatan sendiri, tetapi disisi lain juga takut untuk bermalas-malasan dan tidak melakukan hal yang bermanfaat bagi Dia.
Mengerti kehendakNya dan bekerja sekuat tenaga untuk menggenapkannya, itu adalah tugas saudara dan saya. Tuhan tolonglah kami.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Rabu, 27 Juni 2007
Kepekaan
Bacaan: Bilangan 10:1-10
Perikop ini menuturkan mengenai perintah Tuhan kepada Musa untuk membuat dua nafiri perak sebagai tambahan perlengkapan perjalanan mereka.
Apakah fungsi kedua nafiri perak tersebut?
1. Kalau keduanya ditiup, itu berarti memanggil umat Israel dan menyuruh laskar-laskarnya berangkat.
2. Kalau hanya satu yang ditiup, para pemimpin dan kepala pasukan berkumpul kepada Musa.
3. Peniupan tanda berbaris sekali, itu berarti laskar-laskar yang berkemah ditimur berangkat.
4. Peniupan dua kali tanda berbaris, berarti laskar yang berada diselatan haruslah berangkat.
5. Kalau hanya ditiup saja tanpa tanda berbaris, itu berarti jemaah berkumpul.
6. Meniup nafiri juga ketika berperang agar mereka selamat dan diingat oleh Tuhan.
7. Meniup juga saat perayaan-perayaan atau hari bersukaria atau saat mempersembahkan korban bakaran atau keselamatan agar Tuhan selalu mengingat.
Syarat meniup adalah: hanya boleh dilakukan oleh anak-anak imam Harun.
Meniup nafiri itu penting sekali bagi bangsa Israel. Jumlah yang sedemikian banyak, untuk memberikan perintah tentu tidaklah mudah. Apalagi belum ada microphone atau pengeras suara. Perintah yang diutarakan Musa tentu sulit akan terdengar dari jauh. Karena itu peniupan nafiri adalah cara yang tepat untuk menyatakan keadaan yang terjadi dan apa yang harus segera dilakukan oleh bangsa Israel.
Bagaimana dengan saat ini? Apakah perlu nafiri lagi? Bagaimana kita harus bersikap menghadapi bahaya yang mungkin muncul? Bagaiman kita bisa bersiap-siap dan mendengarkan aba-aba dari Tuhan, apa yang harus kita lakukan dengan segera?
Firman Tuhanlah sarana dari Allah bagi kita saat ini. Dengan membaca firman Tuhan setiap hari, itu berarti mempertajam pendengaran kita untuk siap melakukan tugas yang Allah berikan. Saat teduh yang teratur berarti mempersiapkan diri untuk diperintah oleh Allah.
Saat sekarang ini sudah banyak orang Kristen yang tidak siap lagi. Sudah lupa akan saat teduh, lupa bagaimana Tuhan boleh mendidik setiap hari, lupa bagaimana untuk bertumbuh dihadapan Tuhan. Telinga mulai tidak peka, mata mulai tertutup, hati mulai membeku. Tidak ada lagi kepekaan, kesigapan, kegesitan, kesiap-siagaan. Tatkala nafiri dibunyikan, kita sudah tidak bisa mendengarkannya lagi. Kekalahan akan kita alami dalam hidup.
Apa yang harus kita lakukan? Belajar untuk mendengarkan terus suara Tuhan bagi kita. Mendengarkan bagaimana bunyi nafiri yang masih boleh diperdengarkan bagi kita. Kita harus belajar peka, sehingga tahu kapan harus bersiap-siap, kapan harus berperang, kapan harus bersukacita dan bergembira, kapan secara khusus berbicara secara pribadi kepada Allah.
Kepekaan rohani, itulah yang Tuhan inginkan dari kita. Sebagaimana bangsa Israel bergegas melakukan segala hal yang perlu sesuai dengan bunyi nafiri, Tuhan juga meminta kita bersiaga untuk mendengarkan suara Tuhan berbicara kepada kita. Ini tidak mudah.
Tuhan tolonglah kami untuk selalu peka akan panggilanMu, Amen.
Perikop ini menuturkan mengenai perintah Tuhan kepada Musa untuk membuat dua nafiri perak sebagai tambahan perlengkapan perjalanan mereka.
Apakah fungsi kedua nafiri perak tersebut?
1. Kalau keduanya ditiup, itu berarti memanggil umat Israel dan menyuruh laskar-laskarnya berangkat.
2. Kalau hanya satu yang ditiup, para pemimpin dan kepala pasukan berkumpul kepada Musa.
3. Peniupan tanda berbaris sekali, itu berarti laskar-laskar yang berkemah ditimur berangkat.
4. Peniupan dua kali tanda berbaris, berarti laskar yang berada diselatan haruslah berangkat.
5. Kalau hanya ditiup saja tanpa tanda berbaris, itu berarti jemaah berkumpul.
6. Meniup nafiri juga ketika berperang agar mereka selamat dan diingat oleh Tuhan.
7. Meniup juga saat perayaan-perayaan atau hari bersukaria atau saat mempersembahkan korban bakaran atau keselamatan agar Tuhan selalu mengingat.
Syarat meniup adalah: hanya boleh dilakukan oleh anak-anak imam Harun.
Meniup nafiri itu penting sekali bagi bangsa Israel. Jumlah yang sedemikian banyak, untuk memberikan perintah tentu tidaklah mudah. Apalagi belum ada microphone atau pengeras suara. Perintah yang diutarakan Musa tentu sulit akan terdengar dari jauh. Karena itu peniupan nafiri adalah cara yang tepat untuk menyatakan keadaan yang terjadi dan apa yang harus segera dilakukan oleh bangsa Israel.
Bagaimana dengan saat ini? Apakah perlu nafiri lagi? Bagaimana kita harus bersikap menghadapi bahaya yang mungkin muncul? Bagaiman kita bisa bersiap-siap dan mendengarkan aba-aba dari Tuhan, apa yang harus kita lakukan dengan segera?
Firman Tuhanlah sarana dari Allah bagi kita saat ini. Dengan membaca firman Tuhan setiap hari, itu berarti mempertajam pendengaran kita untuk siap melakukan tugas yang Allah berikan. Saat teduh yang teratur berarti mempersiapkan diri untuk diperintah oleh Allah.
Saat sekarang ini sudah banyak orang Kristen yang tidak siap lagi. Sudah lupa akan saat teduh, lupa bagaimana Tuhan boleh mendidik setiap hari, lupa bagaimana untuk bertumbuh dihadapan Tuhan. Telinga mulai tidak peka, mata mulai tertutup, hati mulai membeku. Tidak ada lagi kepekaan, kesigapan, kegesitan, kesiap-siagaan. Tatkala nafiri dibunyikan, kita sudah tidak bisa mendengarkannya lagi. Kekalahan akan kita alami dalam hidup.
Apa yang harus kita lakukan? Belajar untuk mendengarkan terus suara Tuhan bagi kita. Mendengarkan bagaimana bunyi nafiri yang masih boleh diperdengarkan bagi kita. Kita harus belajar peka, sehingga tahu kapan harus bersiap-siap, kapan harus berperang, kapan harus bersukacita dan bergembira, kapan secara khusus berbicara secara pribadi kepada Allah.
Kepekaan rohani, itulah yang Tuhan inginkan dari kita. Sebagaimana bangsa Israel bergegas melakukan segala hal yang perlu sesuai dengan bunyi nafiri, Tuhan juga meminta kita bersiaga untuk mendengarkan suara Tuhan berbicara kepada kita. Ini tidak mudah.
Tuhan tolonglah kami untuk selalu peka akan panggilanMu, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Selasa, 26 Juni 2007
Berkat
Bacaan: 2 Korintus 13:11-13
Paulus mengakhiri surat 2 Korintus ini dengan tiga hal utama:
1. Pesan dan nasihat terakhir, yaitu:
- Bersukacitalah.
- Usahakan kemajuan diri hingga mencapai kesempurnaan.
- Belajar untuk menerima segala nasihat Paulus.
- Supaya hidup sehati sepikir.
- Hidup dalam damai sejahtera.
2. Salam, yaitu:
- Jemaat Korintus diharapkan saling memberikan salam dengan cium kudus.
- Salam dari semua orang kudus bagi jemaat Korintus.
3. Berkat, yaitu:
- Allah sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai jemaat Korintus.
- Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai seluruh jemaat Korintus.
Perlu diketahui, bahwa cium kudus ini adalah budaya dari daerah Timur Jauh. Kalau didaerah barat dikenal dengan berjabatan tangan. Sedangkan salam dari orang kudus itu menyatakan kudus secara status yang diperoleh dari anugrah keselamatan Yesus Kritus. Ini adalah kudus status yang artinya sudah pindah domain dari yang belum diselamatkan masuk wilayah yang sudah diselamatkan. Tentu saja akan dilanjutkan dengan proses pengudusan terus menerus.
Apa yang kita dapatkan dari perikop ini?
Semua tindakan kita untuk pertumbuhan diri sendiri, maupun hubungan horizontal kita dengan sesama, itu semuanya berasal dari berkat Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Berkat dari atas ini menyatakan konsep Trinitarian yang melampaui akal dan pikiran manusia yang sulit untuk dianalisa. Wilayahnya adalah masuk wilayah pengalaman spiritual manusia yang dibimbing, dipimpin dan diarahkan oleh Allah Tritunggal. Berbicara mengenai Allah adalah berbicara mengenai iman dan ketaatan. Ketika kita taat padaNyalah, maka rasio kita akan dibimbing untuk mengenal secara lebih jernih dan dalam lagi untuk mengerti Allah sesuai dengan karunia yang Allah akan berikan. Mengenal konsep Trinitian adalah lebih pada penyerahan rasio kepada kebenaran. Kepatuhan total akan menyebabkan rasio kita akan kembali kepada si pencipta rasio. Pengembalian ini disebut dengan iman. Ini berdampak mengkibatkan hidup penuh dengan damai sejahtera.
Paulus mengakhiri tulisannya dengan berkat, ini berarti hidup kita sebagai orang Kristenpun harus menjadi saluran berkat bagi orang lain dan sesama kita. Berkat memang dari Allah, tugas kita akan menjadi saluran dari berkat Allah kepada siapa saja. Itu berarti ketika manusia bertemu dengan kita, maka mereka juga akan dipertemukan dengan berkat Allah yang telah disediakan bagi setiap orang yang percaya padanya. Ini adalah tugas saudara dan saya.
Puji Tuhan.
Paulus mengakhiri surat 2 Korintus ini dengan tiga hal utama:
1. Pesan dan nasihat terakhir, yaitu:
- Bersukacitalah.
- Usahakan kemajuan diri hingga mencapai kesempurnaan.
- Belajar untuk menerima segala nasihat Paulus.
- Supaya hidup sehati sepikir.
- Hidup dalam damai sejahtera.
2. Salam, yaitu:
- Jemaat Korintus diharapkan saling memberikan salam dengan cium kudus.
- Salam dari semua orang kudus bagi jemaat Korintus.
3. Berkat, yaitu:
- Allah sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai jemaat Korintus.
- Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai seluruh jemaat Korintus.
Perlu diketahui, bahwa cium kudus ini adalah budaya dari daerah Timur Jauh. Kalau didaerah barat dikenal dengan berjabatan tangan. Sedangkan salam dari orang kudus itu menyatakan kudus secara status yang diperoleh dari anugrah keselamatan Yesus Kritus. Ini adalah kudus status yang artinya sudah pindah domain dari yang belum diselamatkan masuk wilayah yang sudah diselamatkan. Tentu saja akan dilanjutkan dengan proses pengudusan terus menerus.
Apa yang kita dapatkan dari perikop ini?
Semua tindakan kita untuk pertumbuhan diri sendiri, maupun hubungan horizontal kita dengan sesama, itu semuanya berasal dari berkat Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Berkat dari atas ini menyatakan konsep Trinitarian yang melampaui akal dan pikiran manusia yang sulit untuk dianalisa. Wilayahnya adalah masuk wilayah pengalaman spiritual manusia yang dibimbing, dipimpin dan diarahkan oleh Allah Tritunggal. Berbicara mengenai Allah adalah berbicara mengenai iman dan ketaatan. Ketika kita taat padaNyalah, maka rasio kita akan dibimbing untuk mengenal secara lebih jernih dan dalam lagi untuk mengerti Allah sesuai dengan karunia yang Allah akan berikan. Mengenal konsep Trinitian adalah lebih pada penyerahan rasio kepada kebenaran. Kepatuhan total akan menyebabkan rasio kita akan kembali kepada si pencipta rasio. Pengembalian ini disebut dengan iman. Ini berdampak mengkibatkan hidup penuh dengan damai sejahtera.
Paulus mengakhiri tulisannya dengan berkat, ini berarti hidup kita sebagai orang Kristenpun harus menjadi saluran berkat bagi orang lain dan sesama kita. Berkat memang dari Allah, tugas kita akan menjadi saluran dari berkat Allah kepada siapa saja. Itu berarti ketika manusia bertemu dengan kita, maka mereka juga akan dipertemukan dengan berkat Allah yang telah disediakan bagi setiap orang yang percaya padanya. Ini adalah tugas saudara dan saya.
Puji Tuhan.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Senin, 25 Juni 2007
Tahan uji
Bacaan: 2 Korintus 13:5-10
Perikop ini membahas bagaimana kerinduan Paulus agar kiranya tindakan disiplin yang hendak dilakukannya tidak usah diberlakukan di jemaat Korintus.
1. Paulus inginkan rasul-rasul palsu menguji diri sendiri, bukankah Kristus ada didalam diri mereka? Kalau ada, hendaknya hidup mereka berpadanan dengan injil Kristus tidak, tentu mereka tidak tahan uji. Maksud Paulus adalah, bukan hanya perkataan-perkataan mereka saja yang mereka ajukan, sebaiknya mereka menguji diri mereka sendiri. Tujuan akhirnya adalah supaya guru-guru palsu itu boleh bertindak sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus inginkan.
2. Paulus sendiri sudah menguji dirinya sendiri apakah tahan uji atau tidak atas segala perkataannya dengan diri sendiri bagaimana dia hidup.
3. Paulus ingin jemaat Korintus juga menguji diri sendiri dan juga tahan uji sehingga tidak melakukan hal yang jahat. Meskipun banyak isu yang mengatakan Paulus tidak benar, tetapi yang penting adalah: jemaat Korintus boleh hidup benar dihadapan Allah. Jangan terpengaruh atas isu yang ada, dan jangan juga isu yang ada itu menjadi kesempatan bagi mereka untuk berbuat dosa.
4. Setiap yang tahan uji itu pasti tidak akan bertentangan dengan kebenaran. Paulus tahu sungguh-sungguh bahwa siapa yang tahan uji, tentu tidak akan mendapatkan disiplin. Jadi tidak mungkin Paulus melakukan disiplin kepada jemaat Korintus kalau mereka melakukan hal yang benar. Jadi otoritas kerasulannya untuk mendisiplinkan itu hanya berguna bagi mereka yang berbuat tidak benar saja.
5. Karena itulah Paulus ingin bersukacita kalau mendapatkan mereka kuat (berbuat baik). Karena dengan itu Paulus ingin menjadi lemah, yaitu tidak menggunakan otoritas kerasulannya untuk mendisiplinkan.
6. Karena sesungguhnya otoritas yang Paulus miliki adalah untuk membangun bukan untuk menghancurkan. Karena itulah Paulus menunggu perubahan pada jemaat Korintus agar mereka boleh berubah dan didapati sedang melakukan tindakan benar.
Melihat akhir dari surat ini, kita melihat ketegasan dari seorang rasul yang sejati. Lemah lembut dalam perkataan namun tegas dan terlihat otoritas kerasulannya.
Tahan uji, inilah topik yang diinginkan oleh Paulus bagi jemaat Korintus. Ini juga permasalah yang selalu orang Kristen hadapi. Saya ingat akan rekan-rekan pelayanan di kuliah dulu. Kami bergandengan tangan bersama untuk berjanji setia melayaniNya hingga akhir hidup. Bagaimana kenyataannya? Sedikit yang masih bertahan. Sisanya kembali dalam kehidupan seperti orang-orang lain pada umumnya.
Lupa akan pelayanan, lupa akan saat teduh, lupa akan komitmen untuk setia pada Allah. Perhatian sekarang terarah hanya untuk diri dan diri sendiri. Bagaimana punya karir yang baik, rumah yang bagus, mobil, jalan-jalan ke luar daerah maupun ke luar negeri, tabungan dan deposito masa tua yang mencukupi dan lain sebagainya. Semua itu penting dan boleh dikerjakan. Pertanyaannya adalah: bagaimana kerinduan untuk melayani Tuhan seperti ketika masih kuliah dulu? Mana kesibukan yang hingga tidak tidur untuk melayani Tuhan, untuk membahas firmanNya, untuk mempersiapkan retreat, KTB dan lain sebagainya. Kemana itu semua?
Tahan uji, siapa yang masih setia hingga akhir hidupnya. Kondisi jemaat Korintus mirip dengan kehidupan di kota-kota besar di Indonesia. Penuh dengan kehidupan materialisme. Paulus mengingkan jemaat Korintus yang dilayaninya boleh tahan uji atas segalanya itu. Demikian juga dengan hidup kita saat ini.
Perlu memang waktu-waktu khusus bagi saudara dan saya untuk menguji segala tindakan dan perbuatan kita selama ini. Apakah hidup kita sudah sesuai dengan Kristus yang mati bagi kita? Ataukah mungkin Kristus memang belum berdiam didalam hidup kita. Paulus ingin kita juga menguji hati kita masing-masing dihadapan Kristus.
Tuhan Yesus, tolonglah saya untuk boleh terus menerus menguji hati saya dihadapan engkau. Tolong kiranya Engkau terus murnikan supaya boleh seperti emas murni yang bekilauan bagi tahtaMu. Tolonglah hambamu ini Tuhan, Amen.
Perikop ini membahas bagaimana kerinduan Paulus agar kiranya tindakan disiplin yang hendak dilakukannya tidak usah diberlakukan di jemaat Korintus.
1. Paulus inginkan rasul-rasul palsu menguji diri sendiri, bukankah Kristus ada didalam diri mereka? Kalau ada, hendaknya hidup mereka berpadanan dengan injil Kristus tidak, tentu mereka tidak tahan uji. Maksud Paulus adalah, bukan hanya perkataan-perkataan mereka saja yang mereka ajukan, sebaiknya mereka menguji diri mereka sendiri. Tujuan akhirnya adalah supaya guru-guru palsu itu boleh bertindak sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus inginkan.
2. Paulus sendiri sudah menguji dirinya sendiri apakah tahan uji atau tidak atas segala perkataannya dengan diri sendiri bagaimana dia hidup.
3. Paulus ingin jemaat Korintus juga menguji diri sendiri dan juga tahan uji sehingga tidak melakukan hal yang jahat. Meskipun banyak isu yang mengatakan Paulus tidak benar, tetapi yang penting adalah: jemaat Korintus boleh hidup benar dihadapan Allah. Jangan terpengaruh atas isu yang ada, dan jangan juga isu yang ada itu menjadi kesempatan bagi mereka untuk berbuat dosa.
4. Setiap yang tahan uji itu pasti tidak akan bertentangan dengan kebenaran. Paulus tahu sungguh-sungguh bahwa siapa yang tahan uji, tentu tidak akan mendapatkan disiplin. Jadi tidak mungkin Paulus melakukan disiplin kepada jemaat Korintus kalau mereka melakukan hal yang benar. Jadi otoritas kerasulannya untuk mendisiplinkan itu hanya berguna bagi mereka yang berbuat tidak benar saja.
5. Karena itulah Paulus ingin bersukacita kalau mendapatkan mereka kuat (berbuat baik). Karena dengan itu Paulus ingin menjadi lemah, yaitu tidak menggunakan otoritas kerasulannya untuk mendisiplinkan.
6. Karena sesungguhnya otoritas yang Paulus miliki adalah untuk membangun bukan untuk menghancurkan. Karena itulah Paulus menunggu perubahan pada jemaat Korintus agar mereka boleh berubah dan didapati sedang melakukan tindakan benar.
Melihat akhir dari surat ini, kita melihat ketegasan dari seorang rasul yang sejati. Lemah lembut dalam perkataan namun tegas dan terlihat otoritas kerasulannya.
Tahan uji, inilah topik yang diinginkan oleh Paulus bagi jemaat Korintus. Ini juga permasalah yang selalu orang Kristen hadapi. Saya ingat akan rekan-rekan pelayanan di kuliah dulu. Kami bergandengan tangan bersama untuk berjanji setia melayaniNya hingga akhir hidup. Bagaimana kenyataannya? Sedikit yang masih bertahan. Sisanya kembali dalam kehidupan seperti orang-orang lain pada umumnya.
Lupa akan pelayanan, lupa akan saat teduh, lupa akan komitmen untuk setia pada Allah. Perhatian sekarang terarah hanya untuk diri dan diri sendiri. Bagaimana punya karir yang baik, rumah yang bagus, mobil, jalan-jalan ke luar daerah maupun ke luar negeri, tabungan dan deposito masa tua yang mencukupi dan lain sebagainya. Semua itu penting dan boleh dikerjakan. Pertanyaannya adalah: bagaimana kerinduan untuk melayani Tuhan seperti ketika masih kuliah dulu? Mana kesibukan yang hingga tidak tidur untuk melayani Tuhan, untuk membahas firmanNya, untuk mempersiapkan retreat, KTB dan lain sebagainya. Kemana itu semua?
Tahan uji, siapa yang masih setia hingga akhir hidupnya. Kondisi jemaat Korintus mirip dengan kehidupan di kota-kota besar di Indonesia. Penuh dengan kehidupan materialisme. Paulus mengingkan jemaat Korintus yang dilayaninya boleh tahan uji atas segalanya itu. Demikian juga dengan hidup kita saat ini.
Perlu memang waktu-waktu khusus bagi saudara dan saya untuk menguji segala tindakan dan perbuatan kita selama ini. Apakah hidup kita sudah sesuai dengan Kristus yang mati bagi kita? Ataukah mungkin Kristus memang belum berdiam didalam hidup kita. Paulus ingin kita juga menguji hati kita masing-masing dihadapan Kristus.
Tuhan Yesus, tolonglah saya untuk boleh terus menerus menguji hati saya dihadapan engkau. Tolong kiranya Engkau terus murnikan supaya boleh seperti emas murni yang bekilauan bagi tahtaMu. Tolonglah hambamu ini Tuhan, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Minggu, 24 Juni 2007
Bukti
Bacaan: 2 Korintus 13:1-4
Paulus dalam perikop ini akan menunjukkan disiplinnya dengan tegas kepada jemaat Korintus. Untuk melakukan hal itu maka perlu untuk menyelesaikan terlebih dahulu masalah-masalah yang mereka tuduhkan kepada Paulus. Pembelaan diri yang akan dilakukan Paulus bahwa ia tidak mempergunakan uang yang akan disumbangkan kepada jemaat Yerusalem haruslah menghadirkan saksi-saksi. Dengan keterangan dua atau tiga orang saksi maka keterangan Paulus bahwa ia tidak bersalah akan dapat dibuktikan.
Setelah permasalahan ini selesai, barulah Paulus menekankan disiplin kepada mereka. Bagi pengajar-pengajar palsu, tidak akan ada ampun lagi. Juga kepada sebagian jemaat Korintus yang hidup dalam moral yang tidak benar juga akan diberikan disiplin.
Paulus akan memberikan bukti-bukti bukan berupa mujizat-mujizat yang memang sangat diinginkan oleh jemaat Korintus, melainkan dengan penuh kekuasaan perkataan dan hikmat dari Allah. Seperti Kristus juga menyatakan kuasanya melalui kelemahannya yang mati diatas kayu salib, namun hidup kembali dengan kuasa Allah. Kristus yang demikian telah berkata-kata kepada Paulus. Berkat inilah yang akan Paulus nyatakan kepada mereka melalui hikmat bijaksana Allah yang penuh dengan kuasa.
Paulus akhirnya menyatakan bahwa dengan kuasa kerasulannya, ia akan menegakkan disiplin berdasarkan kuasa sorgawi yang dianugrahkan kepadanya.
Pada perikop ini Paulus memberikan beberapa bukti:
1. Bukti dia tidak bersalah memanfaatkan uang jemaat Korintus dengan manghadirkan dua atau tiga orang saksi.
2. Bukti akan kuasa yang dimilikinya, Paulus akan “berdebat” dengan otoritas perkataan Yesus Kristus yang dianugrahkan kepadanya. Ia akan menyatakannya dengan penuh kuasa dan hikmat.
3. Bukti dari kerasulannya, maka Paulus akan mendisiplinkan dengan segera jemaat Korintus yang tidak benar.
Seringkali bukti hanya bergerak pada wilayah saksi-saksi. Sebenarnya, bukti itu bergerak pada wilayah yang lebih jauh lagi, yaitu kuasa dan disiplin.
Dalam pengadilan, kita juga melihat akan hal itu. Bukti-bukti diberikan dahulu, lalu disidangkan dan dianalisa. Dari bukti-bukti itulah baru diambilkan kesimpulan. Hakim dalam hal ini menyatakan otoritas kuasanya berdasarkan bukti-bukti tersebut. Pada akhirnya memberikan disiplin berdasarkan bukti-bukti itu, berupa hukuman kepada yang bersalah.
Puji Tuhan.
Paulus juga mengajarkan kita hal ini sekarang. Pertanyaannya: Kenapa ruang pengadilan sebagai wakil Allah sepertinya tidak menunjukkan otoritas Allah?
Sederhana saja. Sesuai dengan perikop diatas, kita bisa menyatakan bahwa saksi seringkali dipermainkan. Saksi-saksi yang dibuat-buat ditambah otoritas yang tidak benar untuk mempergunakan pasal-pasal hukum yang dibolak-balik akhirnya akan memberikan disiplin yang tidak benar. Ini bisa dirasakan oleh semua orang, karena tidak ada kuasa dari hasil pengadilan itu. Sehingga keadilan untuk menyatakan disiplin itu tidak akan dirasakan. Rakyat bisa merasakan itu, maka wajar saja rakyat atau sekelompok orang akan marah karena ketidak-adilan ini. Disiplin yang tidak benar akan menghasilkan kemarahan.
Berhati-hatilah engkau yang menjadi hakim ataupun jaksa juga penuntut. Engkau yang sekolah hukum, mulailah dengan otoritas yang sungguh yang Allah telah berikan kepada ruang pengadilan tersebut. Engkau bertugas sebagai wakil Allah untuk mengadili. Pertanyaannya: Apakah Allah juga tidak akan bertindak adil kepada engkau? Apakah Allah tidak akan mengadili, keadilan yang engkau nyatakan di ruang pengadilan?
Seorang rekan guru sekolah minggu saya juga sekarang menjadi seorang menjabat posisi sekretaris Majelis Pengawas Daerah Notaris di salah satu wilayah di Jakarta. Berada di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM DKI. Tentu pegumulan akan banyak disana, dari menunjukkan keadilan hingga berkompromi untuk kepentingan diri sendiri. Tidak mudah tentu baginya, sebagai pegawai negeri yang bertugas mewakili pemerintah untuk menegakkan hukum dan keadilan. Tapi sangat memungkinkan, karena kita memiliki kuasa dan otoritas dari Kristus yang telah mati dan bangkit bagi kita. Ini tidak dimiliki oleh yang lainnya.
Untuk rekan ini, saya berdoa kiranya Tuhan memberikannya kekuatan. Jikalau engkau berkesempatan membaca tulisan ini, dengan segala kerendahan hati, pelajarilah perikop ini baik-baik.
Bukti adalah saksi.
Bukti juga adalah kuasa.
Bukti juga adalah mendisiplin untuk memberikan hukuman.
Adakah engkau memiliki saksi yang benar? Adakah engkau sekarang memiliki kuasa yang sejati dihadapan banyak orang? Adakah engkau memiliki kemampuan untuk mendisiplin yang benar? Bersikaplah seperti Paulus, yang jujur dan sungguh-sungguh benar dihadapan Allah, maka engkau akan memiliki kuasa untuk mendisiplin yang sungguh-sungguh. Apakah mudah? Tentu sangatlah tidak mudah, ditengah-tengah hidup yang penuh dengan ketidak-adilan. Saat ini masih berkembang di Indonesia yang kita cintai ini.
Demikian juga dengan saudara dan saya. Banyak hal kita terlalu emosi, tidak berpikir jernih. Langsung menghakimi tanpa memberikan bukti-bukti terlebih dahulu. Bukti yang benar itu juga merupakan kuasa untuk mendisiplinkan. Tentu semuanya harus dimulai dari diri sendiri berupa hidup jujur dihadapan Allah, itu menjadi bukti hidup kita yang terbaca dihadapan banyak orang. Kita akan memiliki kuasa untuk mendispilin yang benar dengan kuasa kematian dan kebangkitan Kristus. Sekali lagi ini tidaklah mudah. Harus belajar memperbaiki diri terus menerus seumur hidup kita serta terus memandang kepada salib Kristus.
Tuhan, tolonglah saya, Amen.
Paulus dalam perikop ini akan menunjukkan disiplinnya dengan tegas kepada jemaat Korintus. Untuk melakukan hal itu maka perlu untuk menyelesaikan terlebih dahulu masalah-masalah yang mereka tuduhkan kepada Paulus. Pembelaan diri yang akan dilakukan Paulus bahwa ia tidak mempergunakan uang yang akan disumbangkan kepada jemaat Yerusalem haruslah menghadirkan saksi-saksi. Dengan keterangan dua atau tiga orang saksi maka keterangan Paulus bahwa ia tidak bersalah akan dapat dibuktikan.
Setelah permasalahan ini selesai, barulah Paulus menekankan disiplin kepada mereka. Bagi pengajar-pengajar palsu, tidak akan ada ampun lagi. Juga kepada sebagian jemaat Korintus yang hidup dalam moral yang tidak benar juga akan diberikan disiplin.
Paulus akan memberikan bukti-bukti bukan berupa mujizat-mujizat yang memang sangat diinginkan oleh jemaat Korintus, melainkan dengan penuh kekuasaan perkataan dan hikmat dari Allah. Seperti Kristus juga menyatakan kuasanya melalui kelemahannya yang mati diatas kayu salib, namun hidup kembali dengan kuasa Allah. Kristus yang demikian telah berkata-kata kepada Paulus. Berkat inilah yang akan Paulus nyatakan kepada mereka melalui hikmat bijaksana Allah yang penuh dengan kuasa.
Paulus akhirnya menyatakan bahwa dengan kuasa kerasulannya, ia akan menegakkan disiplin berdasarkan kuasa sorgawi yang dianugrahkan kepadanya.
Pada perikop ini Paulus memberikan beberapa bukti:
1. Bukti dia tidak bersalah memanfaatkan uang jemaat Korintus dengan manghadirkan dua atau tiga orang saksi.
2. Bukti akan kuasa yang dimilikinya, Paulus akan “berdebat” dengan otoritas perkataan Yesus Kristus yang dianugrahkan kepadanya. Ia akan menyatakannya dengan penuh kuasa dan hikmat.
3. Bukti dari kerasulannya, maka Paulus akan mendisiplinkan dengan segera jemaat Korintus yang tidak benar.
Seringkali bukti hanya bergerak pada wilayah saksi-saksi. Sebenarnya, bukti itu bergerak pada wilayah yang lebih jauh lagi, yaitu kuasa dan disiplin.
Dalam pengadilan, kita juga melihat akan hal itu. Bukti-bukti diberikan dahulu, lalu disidangkan dan dianalisa. Dari bukti-bukti itulah baru diambilkan kesimpulan. Hakim dalam hal ini menyatakan otoritas kuasanya berdasarkan bukti-bukti tersebut. Pada akhirnya memberikan disiplin berdasarkan bukti-bukti itu, berupa hukuman kepada yang bersalah.
Puji Tuhan.
Paulus juga mengajarkan kita hal ini sekarang. Pertanyaannya: Kenapa ruang pengadilan sebagai wakil Allah sepertinya tidak menunjukkan otoritas Allah?
Sederhana saja. Sesuai dengan perikop diatas, kita bisa menyatakan bahwa saksi seringkali dipermainkan. Saksi-saksi yang dibuat-buat ditambah otoritas yang tidak benar untuk mempergunakan pasal-pasal hukum yang dibolak-balik akhirnya akan memberikan disiplin yang tidak benar. Ini bisa dirasakan oleh semua orang, karena tidak ada kuasa dari hasil pengadilan itu. Sehingga keadilan untuk menyatakan disiplin itu tidak akan dirasakan. Rakyat bisa merasakan itu, maka wajar saja rakyat atau sekelompok orang akan marah karena ketidak-adilan ini. Disiplin yang tidak benar akan menghasilkan kemarahan.
Berhati-hatilah engkau yang menjadi hakim ataupun jaksa juga penuntut. Engkau yang sekolah hukum, mulailah dengan otoritas yang sungguh yang Allah telah berikan kepada ruang pengadilan tersebut. Engkau bertugas sebagai wakil Allah untuk mengadili. Pertanyaannya: Apakah Allah juga tidak akan bertindak adil kepada engkau? Apakah Allah tidak akan mengadili, keadilan yang engkau nyatakan di ruang pengadilan?
Seorang rekan guru sekolah minggu saya juga sekarang menjadi seorang menjabat posisi sekretaris Majelis Pengawas Daerah Notaris di salah satu wilayah di Jakarta. Berada di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM DKI. Tentu pegumulan akan banyak disana, dari menunjukkan keadilan hingga berkompromi untuk kepentingan diri sendiri. Tidak mudah tentu baginya, sebagai pegawai negeri yang bertugas mewakili pemerintah untuk menegakkan hukum dan keadilan. Tapi sangat memungkinkan, karena kita memiliki kuasa dan otoritas dari Kristus yang telah mati dan bangkit bagi kita. Ini tidak dimiliki oleh yang lainnya.
Untuk rekan ini, saya berdoa kiranya Tuhan memberikannya kekuatan. Jikalau engkau berkesempatan membaca tulisan ini, dengan segala kerendahan hati, pelajarilah perikop ini baik-baik.
Bukti adalah saksi.
Bukti juga adalah kuasa.
Bukti juga adalah mendisiplin untuk memberikan hukuman.
Adakah engkau memiliki saksi yang benar? Adakah engkau sekarang memiliki kuasa yang sejati dihadapan banyak orang? Adakah engkau memiliki kemampuan untuk mendisiplin yang benar? Bersikaplah seperti Paulus, yang jujur dan sungguh-sungguh benar dihadapan Allah, maka engkau akan memiliki kuasa untuk mendisiplin yang sungguh-sungguh. Apakah mudah? Tentu sangatlah tidak mudah, ditengah-tengah hidup yang penuh dengan ketidak-adilan. Saat ini masih berkembang di Indonesia yang kita cintai ini.
Demikian juga dengan saudara dan saya. Banyak hal kita terlalu emosi, tidak berpikir jernih. Langsung menghakimi tanpa memberikan bukti-bukti terlebih dahulu. Bukti yang benar itu juga merupakan kuasa untuk mendisiplinkan. Tentu semuanya harus dimulai dari diri sendiri berupa hidup jujur dihadapan Allah, itu menjadi bukti hidup kita yang terbaca dihadapan banyak orang. Kita akan memiliki kuasa untuk mendispilin yang benar dengan kuasa kematian dan kebangkitan Kristus. Sekali lagi ini tidaklah mudah. Harus belajar memperbaiki diri terus menerus seumur hidup kita serta terus memandang kepada salib Kristus.
Tuhan, tolonglah saya, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Sabtu, 23 Juni 2007
Membangun adalah meruntuhkan
Bacaan: 2 Korintus 12:14-21
Pada perikop ini Paulus menyatakan maksud kedatangannya untuk yang ketiga kalinya ke Korintus. Perikop ini membagi tulisan Paulus dalam beberapa hal:
1. Paulus datang ke Korintus sebagai orang tua yang mengunjungi anaknya. Sebagai orang-tua tentu tidak mengambil sesuatu dari anaknya atau meminta mereka bekerja untuk kepentingan Paulus. Tetapi sebagai orang-tua, Paulus memberikan miliknya bagi anaknya bahkan mengorbankan dirinya bagi jemaat Korintus.
2. Karena itu, isu yang beredar di Korintus bahwa “proyek” dukungan terhadap jemaat Yerusalem hanyalah alat bagi Paulus untuk “memenuhi kantong sendiri” adalah tidak benar. Paulus menolaknya dan meminta mereka memberikan buktinya.
3. Sebagai rasul, ia dan rekan-rekan pelayanannya bertujuan untuk membangun jemaat Korintus.
4. Karena itu, untuk kedatangannya yang ketiga kali, jangan terjadi perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan dan kerusuhan.
Jelas sekali maksud kedatangan Paulus, yaitu untuk membangun mereka, bukan untuk meruntuhkan. Tetapi tentu saja, banyak orang yang tidak suka dengan kedatangannya. Terutama guru-guru palsu yang banyak mengambil keuntungan dari jemaat Korintus dan memfitnah Paulus serta rekan-rekan pelayanannya. Paulus ingin sekali kedatangannya tidak lagi menemukan hal-hal yang demikian. Ia rindu masalah-masalah yang ada sudah diselesaikan terlebih dahulu sebelum kedatangannya. Supaya jangan dukacita yang muncul, melainkan sukacita.
Kedatangan Paulus untuk membangun, tetapi ada banyak hal yang sulit dilakukan untuk membangun iman mereka. Syaratnya adalah: mereka harus mau meruntuhkan dulu hal-hal negatip yang ada di jemaat mereka.
Hal-hal apa yang perlu diruntuhkan?
Perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan, dan kerusuhan. Ini tidaklah mudah.
Apa aplikasi dalam hidup kita?
Seringkali kita menyatakan ingin hidup lebih baik lagi dihadapan Tuhan. Ingin bertumbuh dalam hal ini dan itu. Ingin Tuhan memperlengkapi lebih dan lebih lagi. Ingin hidup yang semakin berkenan. Seringkali kita ingin bertumbuh dengan baik, tetapi tidak mau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini kita pelihara.
Membangun iman adalah proses meruntuhkan diri sendiri. Artinya meruntuhkan tembok-tembok kesombongan, gunung iri hati, bukit kemarahan, menara kepentingan diri sendiri, mercu-suar fitnah, dinding keangkuhan dan lain sebagainya.
Kita ingin mendirikan menara iman, tetapi kita tidak mau meruntuhkan tembok, bukit, gunung kesombongan, iri hati dan hal-hal negatip yang masih bersarang dalam diri kita. Sama seperti mau membangun sebuah bangunan yang baru diatas bangunan lama yang sudah jelek. Maka sebelum bangunan baru dibuat, bangunan lama harus diruntuhkan terlebih dahulu. Membangun adalah meruntuhkan. Membangun juga berarti menggantikan. Artinya merubuhkan yang buruk dan menggantikannya dengan yang lebih baik.
Saya juga menyadari dengan sungguh-sungguh, kenapa sulit sekali bertumbuh dengan cepat dihadapan Tuhan. Ini karena masih banyak gunung keangkuhan yang masih saya miliki. Tembok kemarahan yang begitu tinggi juga , menara kepentingan diri sendiri yang masih belum mau diruntuhkan secara tuntas.
Saya jadi teringat akan ucapan Yesaya. Kita bagaikan kain kotor dihadapan Allah. Saya juga sadar sesungguhnya, saya lebih dan jauh lebih kotor daripada itu.
Tuhan Yesus rubuhkanlah semua tembok-tembok, gunung, bukit akan segala hal-hal negatip dalam hidupku. Supaya bangunan iman yang baru, sungguh-sungguh boleh berdiri dengan tegak dalam diriku. Terimakasih Tuhan, Amen.
Pada perikop ini Paulus menyatakan maksud kedatangannya untuk yang ketiga kalinya ke Korintus. Perikop ini membagi tulisan Paulus dalam beberapa hal:
1. Paulus datang ke Korintus sebagai orang tua yang mengunjungi anaknya. Sebagai orang-tua tentu tidak mengambil sesuatu dari anaknya atau meminta mereka bekerja untuk kepentingan Paulus. Tetapi sebagai orang-tua, Paulus memberikan miliknya bagi anaknya bahkan mengorbankan dirinya bagi jemaat Korintus.
2. Karena itu, isu yang beredar di Korintus bahwa “proyek” dukungan terhadap jemaat Yerusalem hanyalah alat bagi Paulus untuk “memenuhi kantong sendiri” adalah tidak benar. Paulus menolaknya dan meminta mereka memberikan buktinya.
3. Sebagai rasul, ia dan rekan-rekan pelayanannya bertujuan untuk membangun jemaat Korintus.
4. Karena itu, untuk kedatangannya yang ketiga kali, jangan terjadi perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan dan kerusuhan.
Jelas sekali maksud kedatangan Paulus, yaitu untuk membangun mereka, bukan untuk meruntuhkan. Tetapi tentu saja, banyak orang yang tidak suka dengan kedatangannya. Terutama guru-guru palsu yang banyak mengambil keuntungan dari jemaat Korintus dan memfitnah Paulus serta rekan-rekan pelayanannya. Paulus ingin sekali kedatangannya tidak lagi menemukan hal-hal yang demikian. Ia rindu masalah-masalah yang ada sudah diselesaikan terlebih dahulu sebelum kedatangannya. Supaya jangan dukacita yang muncul, melainkan sukacita.
Kedatangan Paulus untuk membangun, tetapi ada banyak hal yang sulit dilakukan untuk membangun iman mereka. Syaratnya adalah: mereka harus mau meruntuhkan dulu hal-hal negatip yang ada di jemaat mereka.
Hal-hal apa yang perlu diruntuhkan?
Perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan, dan kerusuhan. Ini tidaklah mudah.
Apa aplikasi dalam hidup kita?
Seringkali kita menyatakan ingin hidup lebih baik lagi dihadapan Tuhan. Ingin bertumbuh dalam hal ini dan itu. Ingin Tuhan memperlengkapi lebih dan lebih lagi. Ingin hidup yang semakin berkenan. Seringkali kita ingin bertumbuh dengan baik, tetapi tidak mau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini kita pelihara.
Membangun iman adalah proses meruntuhkan diri sendiri. Artinya meruntuhkan tembok-tembok kesombongan, gunung iri hati, bukit kemarahan, menara kepentingan diri sendiri, mercu-suar fitnah, dinding keangkuhan dan lain sebagainya.
Kita ingin mendirikan menara iman, tetapi kita tidak mau meruntuhkan tembok, bukit, gunung kesombongan, iri hati dan hal-hal negatip yang masih bersarang dalam diri kita. Sama seperti mau membangun sebuah bangunan yang baru diatas bangunan lama yang sudah jelek. Maka sebelum bangunan baru dibuat, bangunan lama harus diruntuhkan terlebih dahulu. Membangun adalah meruntuhkan. Membangun juga berarti menggantikan. Artinya merubuhkan yang buruk dan menggantikannya dengan yang lebih baik.
Saya juga menyadari dengan sungguh-sungguh, kenapa sulit sekali bertumbuh dengan cepat dihadapan Tuhan. Ini karena masih banyak gunung keangkuhan yang masih saya miliki. Tembok kemarahan yang begitu tinggi juga , menara kepentingan diri sendiri yang masih belum mau diruntuhkan secara tuntas.
Saya jadi teringat akan ucapan Yesaya. Kita bagaikan kain kotor dihadapan Allah. Saya juga sadar sesungguhnya, saya lebih dan jauh lebih kotor daripada itu.
Tuhan Yesus rubuhkanlah semua tembok-tembok, gunung, bukit akan segala hal-hal negatip dalam hidupku. Supaya bangunan iman yang baru, sungguh-sungguh boleh berdiri dengan tegak dalam diriku. Terimakasih Tuhan, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Jumat, 22 Juni 2007
Kelemahan adalah kekuatan
Bacaan: 2 Korintus 12:1-13
Puji Tuhan atas perikop ini. Kita belajar banyak hal. Guru-guru palsu banyak menyombongkan diri mengenai pengalaman-pengalaman adikodrati yang mereka alami. Mereka menyombongkan diri akan hal itu. Paulus juga mengatakan bahwa ia juga mengalami hal-hal demikian.
1. Aku (Paulus) hendak memberitakan penglihatan-penglihatan dan pernyataan-pernyataan yang kuterima dari Tuhan.
2. Ada seseorang empat belas tahun lalu diangkat ke tingkat ke tiga dari Sorga (intermediate state?) di firdaus.
3. Orang tersebut mendengarkan perkataan yang tidak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.
4. Atas orang itulah Paulus hendak bermegah.
5. Dalam segala hal aku tidak kalah terhadap rasul-rasul yang luar biasa itu (guru-guru palsu).
6. Aku seorang rasul yang dipenuhi segala kesabaran oleh tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa.
Ada perbedaan antara Paulus dan guru-guru palsu itu. Paulus bermegah atas Tuhan, sedangkan guru-guru palsu bermegah atas diri mereka sendiri.
1. Aku (Paulus) bisa bermegah atas penglihatan ini dan aku mengatakan kebenaran atas hal ini, tetapi aku menahan diriku dalam hal ini.
2. Supaya aku jangan meninggikan diri, Tuhan memberikan duri dalam dagingku, seorang utusan Iblis menggocoh aku.
3. Sekalipun aku sudah memohon kepada Tuhan agar utusan itu mundur, tetapi Tuhan berkata: “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.”
4. Aku sekarang lebih suka bermegah atas kelemahanku.
Inilah hal yang sangat menarik sekali pada perikop ini.
“… For when I am weak, then I am strong.” – NIV
Sebab jika aku lemah, maka aku kuat. Ini adalah ayat yang sering kita dengar dari ucapan Paulus. Seakan-akan berkontradiksi tetapi sesungguhnya serasi, disebut dengan istilah paradoks.
Saat ini saya akan mengulas lebih jauh dari sudut pandang yang lain. Tuhan memberikan Paulus dua hal yang bertentangan:
1. Paulus diijinkan dalam pelayanannya menjadi Rasul Kristus mengalami peneguhan yang tidak setiap orang Kristen akan alami. Peneguhan supranatural ini, sangat menguatkannya sehingga mempunyai power untuk bertahan dalam melayani Tuhan.
2. Pada saat yang sama, Tuhan juga mengijinkan utusan Iblis untuk menggocoh Paulus. Iblis memang sangat senang untuk menjatuhkan setiap hamba Tuhan. Tugasnya adalah merintangi Allah. Tentu motivasinya sangat jelas, supaya Paulus jatuh atau pelayanannya terganggu. Memang Paulus merasakan hal itu. Pelayanannya jadi terasa kurang mantap atau maksimal, karena sebagian energinya habis untuk menghadapi “duri dalam daging” ini.
Melihat kedua hal yang bertentangan ini sangatlah menarik hati. Disatu sisi Tuhan memberikan keajaiban anugrah yang melimpah, tetapi disisi lain Tuhan mengijinkan iblis untuk merusak para hambaNya.
Kenapa semua itu dilakukan Tuhan?
Semata-mata untuk kebaikan kita dan kemuliaanNya. Tuhan boleh memakai kita untuk memuliakan Dia dan Tuhan juga boleh mempergunakan setiap kesulitan juga untuk kemuliaanNya. Bagi kita, ini bertujuan agar selalu bersikap rendah hati, karena melalui kelemahan itu, kita sadar siapa diri kita sesungguhnya.
Aplikasi apa yang kita dapatkan?
1. Banyak orang saat ini yang mengeluh karena Tuhan tidak memberkati dengan banyak talenta. Ini menyebabkan tidak mau melayani. Merasa tidak mampu di bidang ini dan itu. Belum mahir ini dan itu. Semua ini sesungguhnya merupakan sifat kemalasan seorang Kristen. Tuhan tidak penah mengutus tanpa memperlengkapi. Tetapi harus dimulai dari hati kita yang berkata “ya” untuk melayani Tuhan. Secara otomatis Allah akan memperlengkapi kita dalam setiap tugas pelayanan yang diberikannya. Urutannya: Kita berespon “ya”, Allah akan memperlengkapi, kita akan melayani dengan maksimal.
2. Tetapi kita juga menyadari, banyak juga orang Kristen lupa diri dan akhirnya masuk dalam dosa kesombongan rohani. Urutannya sebagai berikut: Berespon “ya”, Allah memperlengkapi, kita akan melayani dengan maksimal, terakhir muncul kesombongan. Ini juga berbahaya. Mulai menyombongkan diri dengan segala keberhasilan yang diraih. Tanpa disadari menjadi batu sandungan bagi orang banyak yang mendukakan hati Tuhan.
3. Tuhan melakukan yang terbaik bagi kita. Urutannya sebagai berikut: Berespon “ya” terhadap panggilan pelayanan dari Tuhan. Kemudian Tuhan akan memperlengkapi kita. Pelayanan jadi maksimal. Tuhan memberikan “duri dalam daging” agar kita terus rendah hati dalam melayani. Kita terus konsisten dalam melayani Tuhan dengan cara yang benar.
Terima kasih Tuhan atas perenungan ini.
Tahukah saudara, ketika pertama kali Tuhan memberikan pelayanan kepada kita, sikap hati yang kita miliki adalah: Tuhan saya tidak layak engkau beri kesempatan yang sedemikian besar ini. Siapakah saya ini sehingga Tuhan boleh memakai saya? Ini adalah sikap rendah hati yang tulus dihadapan Tuhan. Tetapi apa jadinya setelah Tuhan memberkati pelayanan kita?
Kita seringkali berucap dalam hati: Gereja itu kurang baik, karena tidak memberikan ongkos transport yang memadai, masak sih hamba Tuhan sekaliber saya ini dihargai cuma sebegitu saja?
Kenapa ya, saya diundang ke tempat pelayanan seperti ini? Biasanya saya melayani minimal 200 orang, ini kenapa cuma 15 orang? Kalau ini sih, tidak perlu panggil saya. Panggil yang lain saja.
Kenapa persiapan pelayanan mereka ini demikian lemah, kurang siap yang ini dan itu, saya jadi tidak dihargai untuk melayani. Untuk tempat yang seperti ini, mereka seharusnya undang orang lain saja, jangan saya.
Mulailah berdalih dengan hitungan statistik, bagaimana kita harus efektif mempergunakan waktu dan tenaga untuk melayani Tuhan. Mulai lupa akan kasus Filipus yang diutus Tuhan melayani seorang sida-sida Etiopia.
Semua itu adalah bentuk kesombongan rohani yang tanpa disadari mulai menggerogoti. Ingatlah, Tuhan akan mengirimkan engkau “duri dalam daging” yang sesungguhnya harus saudara dan saya terima untuk tetap rendah hati didalam melayani Tuhan. Dalam bentuk apa? Mungkin banyak hal. Bisa penyakit pada diri sendiri, penyakit pada anak atau istri. Bisa juga pengalaman kejatuhan dalam dosa sehingga ingatan kejatuhan itu selalu menghantui setiap pelayanan kita. Bisa juga karena godaan berupa pujian dan sanjungan sehingga kita mulai sulit melihat mana orang-orang yang sungguh hati atau yang hanya pintar menjilat, dan lain sebagainya.
Merenungi akan hidup diri sendiri, segala macam suka duka yang Tuhan boleh ijinkan dalam hidup saya, sesungguhnya itu semata-mata untuk kebaikan saya sendiri. Semua proses keberhasilan dalam pelayanan, kejatuhan, proses berjalan di padang pasir dan kebangkitan untuk melayani kembali, semuanya itu adalah proses pembentukan saya sebagai seorang pelayan Tuhan.
Terima kasih Tuhan atas “duri dalam daging” yang engkau berikan dalam hidupku ini. Itu adalah untuk kesetimbangan, agar saya tetap rendah hati didalam melayani Engkau, Amen.
Puji Tuhan atas perikop ini. Kita belajar banyak hal. Guru-guru palsu banyak menyombongkan diri mengenai pengalaman-pengalaman adikodrati yang mereka alami. Mereka menyombongkan diri akan hal itu. Paulus juga mengatakan bahwa ia juga mengalami hal-hal demikian.
1. Aku (Paulus) hendak memberitakan penglihatan-penglihatan dan pernyataan-pernyataan yang kuterima dari Tuhan.
2. Ada seseorang empat belas tahun lalu diangkat ke tingkat ke tiga dari Sorga (intermediate state?) di firdaus.
3. Orang tersebut mendengarkan perkataan yang tidak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.
4. Atas orang itulah Paulus hendak bermegah.
5. Dalam segala hal aku tidak kalah terhadap rasul-rasul yang luar biasa itu (guru-guru palsu).
6. Aku seorang rasul yang dipenuhi segala kesabaran oleh tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa.
Ada perbedaan antara Paulus dan guru-guru palsu itu. Paulus bermegah atas Tuhan, sedangkan guru-guru palsu bermegah atas diri mereka sendiri.
1. Aku (Paulus) bisa bermegah atas penglihatan ini dan aku mengatakan kebenaran atas hal ini, tetapi aku menahan diriku dalam hal ini.
2. Supaya aku jangan meninggikan diri, Tuhan memberikan duri dalam dagingku, seorang utusan Iblis menggocoh aku.
3. Sekalipun aku sudah memohon kepada Tuhan agar utusan itu mundur, tetapi Tuhan berkata: “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.”
4. Aku sekarang lebih suka bermegah atas kelemahanku.
Inilah hal yang sangat menarik sekali pada perikop ini.
“… For when I am weak, then I am strong.” – NIV
Sebab jika aku lemah, maka aku kuat. Ini adalah ayat yang sering kita dengar dari ucapan Paulus. Seakan-akan berkontradiksi tetapi sesungguhnya serasi, disebut dengan istilah paradoks.
Saat ini saya akan mengulas lebih jauh dari sudut pandang yang lain. Tuhan memberikan Paulus dua hal yang bertentangan:
1. Paulus diijinkan dalam pelayanannya menjadi Rasul Kristus mengalami peneguhan yang tidak setiap orang Kristen akan alami. Peneguhan supranatural ini, sangat menguatkannya sehingga mempunyai power untuk bertahan dalam melayani Tuhan.
2. Pada saat yang sama, Tuhan juga mengijinkan utusan Iblis untuk menggocoh Paulus. Iblis memang sangat senang untuk menjatuhkan setiap hamba Tuhan. Tugasnya adalah merintangi Allah. Tentu motivasinya sangat jelas, supaya Paulus jatuh atau pelayanannya terganggu. Memang Paulus merasakan hal itu. Pelayanannya jadi terasa kurang mantap atau maksimal, karena sebagian energinya habis untuk menghadapi “duri dalam daging” ini.
Melihat kedua hal yang bertentangan ini sangatlah menarik hati. Disatu sisi Tuhan memberikan keajaiban anugrah yang melimpah, tetapi disisi lain Tuhan mengijinkan iblis untuk merusak para hambaNya.
Kenapa semua itu dilakukan Tuhan?
Semata-mata untuk kebaikan kita dan kemuliaanNya. Tuhan boleh memakai kita untuk memuliakan Dia dan Tuhan juga boleh mempergunakan setiap kesulitan juga untuk kemuliaanNya. Bagi kita, ini bertujuan agar selalu bersikap rendah hati, karena melalui kelemahan itu, kita sadar siapa diri kita sesungguhnya.
Aplikasi apa yang kita dapatkan?
1. Banyak orang saat ini yang mengeluh karena Tuhan tidak memberkati dengan banyak talenta. Ini menyebabkan tidak mau melayani. Merasa tidak mampu di bidang ini dan itu. Belum mahir ini dan itu. Semua ini sesungguhnya merupakan sifat kemalasan seorang Kristen. Tuhan tidak penah mengutus tanpa memperlengkapi. Tetapi harus dimulai dari hati kita yang berkata “ya” untuk melayani Tuhan. Secara otomatis Allah akan memperlengkapi kita dalam setiap tugas pelayanan yang diberikannya. Urutannya: Kita berespon “ya”, Allah akan memperlengkapi, kita akan melayani dengan maksimal.
2. Tetapi kita juga menyadari, banyak juga orang Kristen lupa diri dan akhirnya masuk dalam dosa kesombongan rohani. Urutannya sebagai berikut: Berespon “ya”, Allah memperlengkapi, kita akan melayani dengan maksimal, terakhir muncul kesombongan. Ini juga berbahaya. Mulai menyombongkan diri dengan segala keberhasilan yang diraih. Tanpa disadari menjadi batu sandungan bagi orang banyak yang mendukakan hati Tuhan.
3. Tuhan melakukan yang terbaik bagi kita. Urutannya sebagai berikut: Berespon “ya” terhadap panggilan pelayanan dari Tuhan. Kemudian Tuhan akan memperlengkapi kita. Pelayanan jadi maksimal. Tuhan memberikan “duri dalam daging” agar kita terus rendah hati dalam melayani. Kita terus konsisten dalam melayani Tuhan dengan cara yang benar.
Terima kasih Tuhan atas perenungan ini.
Tahukah saudara, ketika pertama kali Tuhan memberikan pelayanan kepada kita, sikap hati yang kita miliki adalah: Tuhan saya tidak layak engkau beri kesempatan yang sedemikian besar ini. Siapakah saya ini sehingga Tuhan boleh memakai saya? Ini adalah sikap rendah hati yang tulus dihadapan Tuhan. Tetapi apa jadinya setelah Tuhan memberkati pelayanan kita?
Kita seringkali berucap dalam hati: Gereja itu kurang baik, karena tidak memberikan ongkos transport yang memadai, masak sih hamba Tuhan sekaliber saya ini dihargai cuma sebegitu saja?
Kenapa ya, saya diundang ke tempat pelayanan seperti ini? Biasanya saya melayani minimal 200 orang, ini kenapa cuma 15 orang? Kalau ini sih, tidak perlu panggil saya. Panggil yang lain saja.
Kenapa persiapan pelayanan mereka ini demikian lemah, kurang siap yang ini dan itu, saya jadi tidak dihargai untuk melayani. Untuk tempat yang seperti ini, mereka seharusnya undang orang lain saja, jangan saya.
Mulailah berdalih dengan hitungan statistik, bagaimana kita harus efektif mempergunakan waktu dan tenaga untuk melayani Tuhan. Mulai lupa akan kasus Filipus yang diutus Tuhan melayani seorang sida-sida Etiopia.
Semua itu adalah bentuk kesombongan rohani yang tanpa disadari mulai menggerogoti. Ingatlah, Tuhan akan mengirimkan engkau “duri dalam daging” yang sesungguhnya harus saudara dan saya terima untuk tetap rendah hati didalam melayani Tuhan. Dalam bentuk apa? Mungkin banyak hal. Bisa penyakit pada diri sendiri, penyakit pada anak atau istri. Bisa juga pengalaman kejatuhan dalam dosa sehingga ingatan kejatuhan itu selalu menghantui setiap pelayanan kita. Bisa juga karena godaan berupa pujian dan sanjungan sehingga kita mulai sulit melihat mana orang-orang yang sungguh hati atau yang hanya pintar menjilat, dan lain sebagainya.
Merenungi akan hidup diri sendiri, segala macam suka duka yang Tuhan boleh ijinkan dalam hidup saya, sesungguhnya itu semata-mata untuk kebaikan saya sendiri. Semua proses keberhasilan dalam pelayanan, kejatuhan, proses berjalan di padang pasir dan kebangkitan untuk melayani kembali, semuanya itu adalah proses pembentukan saya sebagai seorang pelayan Tuhan.
Terima kasih Tuhan atas “duri dalam daging” yang engkau berikan dalam hidupku ini. Itu adalah untuk kesetimbangan, agar saya tetap rendah hati didalam melayani Engkau, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Kamis, 21 Juni 2007
Kemegahan negatip
Bacaan: 2 Korintus 11:21b-33
Dalam perenungan saat ini, kita mempelajari bahwa ada dua kemegahan utama sebagai umat Kristen. Saya menyebutnya sebagai kemegahan positif dan kemegahan negative. Dalam adat budaya Yahudi saat itu, kemegahan ini sangat diperhitungkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kemegahan positif Paulus adalah kemegahan karena hal-hal lahiriah yang membuat kita lebih dari orang lain. Yaitu:
1. Orang Ibrani.
2. Orang Israel.
3. Keturunan Abraham.
4. Pengikut Kristus.
Tetapi Paulus juga menyatakan kemegahan negative karena mengikut Yesus, yaitu kemegahan karena boleh ikut menderita dan sengsara bagi Kristus. Ada enam kemegahan Paulus untuk boleh menderita bagi Kristus:
1. Penganiayaan fisik seperti didera dan disesah.
2. Bahaya dalam perjalanan seperti banjir, karam laut, perampok dan perompak.
3. Kelelahan fisik karena kerja berat sehingga sering tidak tidur.
4. Minimnya sarana dan prasarana sehingga sering kelaparan, tanpa pakaian, kedinginan bahkan harus berpuasa.
5. Penderitaan karena Injil Allah, yaitu dikejar-kejar, ditangkap dan dipenjara.
6. Pelayanan dalam penggembalaan, ketika orang yang dilayani terjatuh atau tersandung kerohaniannya.
Kemegahan apa yang kita miliki karena Kristus?
Ada kesombongan rohani yang tanpa kita sadari seringkali mengintai orang Kristen. Ada yang merasa hebat karena sudah melayani sebagai majelis puluhan tahun, sudah mengajar jadi anak-anak sekolah minggu, jadi pendeta atau hamba Tuhan, sudah ikut pelatihan-pelatihan teologia dan sebagainya.
Ini memang baik sekali, namun janganlah menjadi kesombongan rohani.
Ada yang lebih parah lagi. Kesombongan karena sudah menyumbang untuk gedung gereja. Kesombongan karena ayahnya dulu yang mendirikan gereja tersebut, karena ayahnya yang mengurus ijin gereja sehingga bisa keluar dan lain sebagainya.
Itu semua memang baik untuk kemajuan gereja. Tetapi permasalahan utama terletak pada posisi kita dihadapan Tuhan. Hal-hal diatas seringkali memabukkan orang Kristen sehingga lupa siapa dirinya dihadapan Tuhan. Sehingga suka merasa lebih tinggi dari orang lain dan tanpa disadari akan sulit untuk tunduk dihadapan Tuhan.
Siapakah orang yang sudah ditebus oleh Yesus? Kita sesungguhnya hanya tertunduk didepan salib Tuhan. Kita mempunyai banyak sekali kelemahan dan Tuhan ingin memakai kita tanpa memperdulikan kelemahan kita. Tuhan memperlengkapi kita untuk tugas pelayanan yang diberikannya, sehingga sesungguhnya semua yang kita raih itu adalah karena Allah, untuk Allah dan hanya bagi Allah saja.
Ketika kita memandang salib Tuhan, sesungguhnya tiada satu apapun kekuatan yang kita punyai atau kelebihan yang bisa kita nyatakan didepan Yesus. Kita hanya tertunduk malu dan berkata: Tuhan Yesus, aku belum maksimal melayani Engkau.
Apakah kita bisa memujikan diri dihadapan salibNya?
Paulus berkata, aku akan bermegah dalam kelemahanku.
“If I must boast, I Will boast of the things that show my weakness.” – NIV
Kenapa? Karena dalam hal itulah kuasa Tuhan akan bekerja secara melimpah-limpah.
Puji Tuhan.
Banyak kesaksian Kristen yang mengutarakan penganiayaan yang mereka alami. “Saya bersyukur karena saya diludahi, dipecut, dipenjara dan lain sebagainya karena Kristus”, sudah jarang kita mendengar kesaksian yang demikian saat ini. Saya diusir dari rumah karena mau jadi hamba Tuhan, saya dibenci oleh keluarga karena sekarang masuk Kristen dan sebagainya. Kesaksian-kesaksian orang-orang Kristen yang menang atas penderitaan karena Kristus, itu sesungguhnya kemegahan kita yang sejati.
Tuhan Yesus, tolonglah saya untuk selalu bermegah bukan karena pencapaian-pencapaian yang hebat didepan manusia. Ijinkanlah hambamu merasakan kesulitan-kesulitan demi Engkau. Karena dengan itu, hambaMu boleh merasakan kuasaMu yang semakin berlimpah-limpah dalam hidupku. Terimakasih Tuhan, Amen.
Dalam perenungan saat ini, kita mempelajari bahwa ada dua kemegahan utama sebagai umat Kristen. Saya menyebutnya sebagai kemegahan positif dan kemegahan negative. Dalam adat budaya Yahudi saat itu, kemegahan ini sangat diperhitungkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kemegahan positif Paulus adalah kemegahan karena hal-hal lahiriah yang membuat kita lebih dari orang lain. Yaitu:
1. Orang Ibrani.
2. Orang Israel.
3. Keturunan Abraham.
4. Pengikut Kristus.
Tetapi Paulus juga menyatakan kemegahan negative karena mengikut Yesus, yaitu kemegahan karena boleh ikut menderita dan sengsara bagi Kristus. Ada enam kemegahan Paulus untuk boleh menderita bagi Kristus:
1. Penganiayaan fisik seperti didera dan disesah.
2. Bahaya dalam perjalanan seperti banjir, karam laut, perampok dan perompak.
3. Kelelahan fisik karena kerja berat sehingga sering tidak tidur.
4. Minimnya sarana dan prasarana sehingga sering kelaparan, tanpa pakaian, kedinginan bahkan harus berpuasa.
5. Penderitaan karena Injil Allah, yaitu dikejar-kejar, ditangkap dan dipenjara.
6. Pelayanan dalam penggembalaan, ketika orang yang dilayani terjatuh atau tersandung kerohaniannya.
Kemegahan apa yang kita miliki karena Kristus?
Ada kesombongan rohani yang tanpa kita sadari seringkali mengintai orang Kristen. Ada yang merasa hebat karena sudah melayani sebagai majelis puluhan tahun, sudah mengajar jadi anak-anak sekolah minggu, jadi pendeta atau hamba Tuhan, sudah ikut pelatihan-pelatihan teologia dan sebagainya.
Ini memang baik sekali, namun janganlah menjadi kesombongan rohani.
Ada yang lebih parah lagi. Kesombongan karena sudah menyumbang untuk gedung gereja. Kesombongan karena ayahnya dulu yang mendirikan gereja tersebut, karena ayahnya yang mengurus ijin gereja sehingga bisa keluar dan lain sebagainya.
Itu semua memang baik untuk kemajuan gereja. Tetapi permasalahan utama terletak pada posisi kita dihadapan Tuhan. Hal-hal diatas seringkali memabukkan orang Kristen sehingga lupa siapa dirinya dihadapan Tuhan. Sehingga suka merasa lebih tinggi dari orang lain dan tanpa disadari akan sulit untuk tunduk dihadapan Tuhan.
Siapakah orang yang sudah ditebus oleh Yesus? Kita sesungguhnya hanya tertunduk didepan salib Tuhan. Kita mempunyai banyak sekali kelemahan dan Tuhan ingin memakai kita tanpa memperdulikan kelemahan kita. Tuhan memperlengkapi kita untuk tugas pelayanan yang diberikannya, sehingga sesungguhnya semua yang kita raih itu adalah karena Allah, untuk Allah dan hanya bagi Allah saja.
Ketika kita memandang salib Tuhan, sesungguhnya tiada satu apapun kekuatan yang kita punyai atau kelebihan yang bisa kita nyatakan didepan Yesus. Kita hanya tertunduk malu dan berkata: Tuhan Yesus, aku belum maksimal melayani Engkau.
Apakah kita bisa memujikan diri dihadapan salibNya?
Paulus berkata, aku akan bermegah dalam kelemahanku.
“If I must boast, I Will boast of the things that show my weakness.” – NIV
Kenapa? Karena dalam hal itulah kuasa Tuhan akan bekerja secara melimpah-limpah.
Puji Tuhan.
Banyak kesaksian Kristen yang mengutarakan penganiayaan yang mereka alami. “Saya bersyukur karena saya diludahi, dipecut, dipenjara dan lain sebagainya karena Kristus”, sudah jarang kita mendengar kesaksian yang demikian saat ini. Saya diusir dari rumah karena mau jadi hamba Tuhan, saya dibenci oleh keluarga karena sekarang masuk Kristen dan sebagainya. Kesaksian-kesaksian orang-orang Kristen yang menang atas penderitaan karena Kristus, itu sesungguhnya kemegahan kita yang sejati.
Tuhan Yesus, tolonglah saya untuk selalu bermegah bukan karena pencapaian-pencapaian yang hebat didepan manusia. Ijinkanlah hambamu merasakan kesulitan-kesulitan demi Engkau. Karena dengan itu, hambaMu boleh merasakan kuasaMu yang semakin berlimpah-limpah dalam hidupku. Terimakasih Tuhan, Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung
Rabu, 20 Juni 2007
Terbalik
Bacaan: 2 Korintus 11:12-21a
Paulus dalam mengecam guru-guru palsu dan menarik jemaat Korintus supaya kembali kepada Kristus melakukan strategi yang berbeda kepada dua kelompok itu. Kepada guru-guru palsu, Paulus dengan keras menghardik mereka, sedangkan kepada jemaat Korintus bagaikan mengikuti pemikiran mereka untuk menyadarkannya.
Kepada pengajar-pengajar palsu, Paulus menyatakan sebagai berikut:
1. Paulus menutup kesempatan mereka untuk memegahkan diri atas jemaat Korintus.
2. Mereka yang melawan Paulus itu adalah: rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus.
3. Mereka itu adalah pelayan-pelayan Iblis yang menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran, karena Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang.
Kepada jemaat Korintus Paulus menegaskan sebagai berikut:
1. Paulus tidaklah bodoh seperti yang diutarakan pengajar-pengajar palsu tersebut kepada jemaat Korintus.
2. Sekalipun Paulus rela dianggap bodoh, namun kenapa mereka tidak menyadari bahwa mereka sesungguhnya juga begitu bodoh untuk menerima guru-guru palsu.
3. Paulus yang begitu kritis dianggap bodoh, bagaimana dengan jemaat Korintus yang dengan begitu saja mau diperhamba, dihisap, dikuasai, ditampar oleh pengajar-pengajar palsu. Mereka juga rela diangkuhi oleh guru-guru palsu itu. Itu adalah kebijaksanaan yang dimiliki jemaat Korintus.
4. Dalam hal diperhamba seperti itu, Paulus sangat lemah dan tidak bisa bertindak seperti jemaat Korintus untuk mau diperlakukan sama oleh guru-guru palsu itu.
Sama-sama keras, tulisan Paulus. Tetapi mempunyai efek yang berbeda.
Kepada guru-guru palsu Paulus dengan terang-terangan menyatakan siapa diri mereka itu. Kepada jemaat Korintus Paulus menggunakan pola pikir mereka untuk membukakan kebodohan mereka.
Paulus menyetujui pemikiran jemaat mengenai dirinya yang dianggap bodoh karena begitu kristis pemikirannya, tetapi kalau Paulus begitu bodoh, bagaimana dengan jemaat Korintus yang dianggap begitu “bijaksana” sehingga mau diperhamba, dikuasai, ditampar dan sebagainya. Mau disebut sebagai apakah jemaat Korintus itu?
Dalam menghadapi hidup juga hendaklah demikian. Kita seringkali bertemu dengan kondisi yang demikian. Ada yang memang sengaja untuk mengacaukan, ada yang memang karena tidak mengerti. Ada yang aktif dan ada yang pasif dalam pengertian kebenaran mereka.
Untuk yang bersifat untuk mengacaukan, memang Paulus bersifat demikian keras. Ini mirip dengan Yesus yang menghardik Petrus dengan sebutan “enyahlah engkau Iblis”. Sebutan yang demikian keras. Tetapi kenapa Yesus begitu pasrah ketika bertemu dengan orang-orang yang menganiaya Dia?
Saya coba perhatikan sebagai berikut: Kritikan keras Yesus selalu mengarah pada orang-orang yang sudah mengenal Kitab Suci. Mereka yang sudah belajar tetapi dengan pengertian yang salah. Sedangkan untuk orang-orang yang memang belum mengerti kebenaran karena memang belum belajar banyak mengenai hal itu, Yesus berkata: “Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”.
Disini kuncinya, pengertian akan kebenaran. Yang belum mengerti, tentu tidak tahu apa akibat perbuatannya. Sedangkan yang sudah mengerti akan kebenaran namun memutarbalikkannya, inilah yang selalu dikecam oleh Yesus.
Puji Tuhan atas pengertian ini.
Saya akan renungkan lebih lanjut khusus untuk menganalisa ajaran-ajaran yang berkembang selama ini dan bagaimana sebenarnya posisi orang-orang yang memang belum belajar banyak dan mengalami kebingungan atas simpang siurnya ajaran.
Aplikasi dalam hidup sekarang ini terjadi demikian. Banyak ajaran-ajaran yang benar dan bermutu tidak didengar. Tetapi dongeng-dongeng yang menidurkan pikiran, begitu disukai. Bahkan terjadi pemutarbalikan pemikiran. Yang baik dianggap sesat dan yang sesat dianggap baik. Kenapa bisa demikian? Karena tidak mau paham akan kebenaran sejati. Peniduran pikiran dan tidak terbukanya akan kebenaran yang sesungguhnya akan membahayakan sekali. Sulit memang merubahnya.
Contoh sederhana saja. Ketika rekan-rekan pelayanan saya ikut suatu kebaktian, mereka sulit untuk menentang ajaran yang kurang baik pengajarannya itu. Kami sering berdiskusi dan belajar alkitab bersama, namun ketika bertemu dengan kondisi-kondisi demikian, tetaplah sulit untuk menangkisnya. Paling rekan saya berkata: ini kurang benar, tidak sesuai dengan apa yang telah saya pelajari. Setelah kembali ke diskusi, mereka utarakan apa yang dialami, lalu kami bahas. Itu baru bisa memuaskan rekan saya tersebut.
Tidak mau belajar firman dengan sungguh-sungguh bagi saya sebenarnya adalah sama berbahayanya dengan yang mengabarkan firman yang tidak benar. Mereka sama-sama terjatuh.
Bagaimana dengan kita saat ini? Apakah kita hanya mau berdiam diri saja? Ataukah kita boleh berbagian seperti Paulus untuk “berperang” demi kebenaran? Kiranya Tuhan boleh memampukan kita untuk melakukannya. Amen.
Paulus dalam mengecam guru-guru palsu dan menarik jemaat Korintus supaya kembali kepada Kristus melakukan strategi yang berbeda kepada dua kelompok itu. Kepada guru-guru palsu, Paulus dengan keras menghardik mereka, sedangkan kepada jemaat Korintus bagaikan mengikuti pemikiran mereka untuk menyadarkannya.
Kepada pengajar-pengajar palsu, Paulus menyatakan sebagai berikut:
1. Paulus menutup kesempatan mereka untuk memegahkan diri atas jemaat Korintus.
2. Mereka yang melawan Paulus itu adalah: rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus.
3. Mereka itu adalah pelayan-pelayan Iblis yang menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran, karena Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang.
Kepada jemaat Korintus Paulus menegaskan sebagai berikut:
1. Paulus tidaklah bodoh seperti yang diutarakan pengajar-pengajar palsu tersebut kepada jemaat Korintus.
2. Sekalipun Paulus rela dianggap bodoh, namun kenapa mereka tidak menyadari bahwa mereka sesungguhnya juga begitu bodoh untuk menerima guru-guru palsu.
3. Paulus yang begitu kritis dianggap bodoh, bagaimana dengan jemaat Korintus yang dengan begitu saja mau diperhamba, dihisap, dikuasai, ditampar oleh pengajar-pengajar palsu. Mereka juga rela diangkuhi oleh guru-guru palsu itu. Itu adalah kebijaksanaan yang dimiliki jemaat Korintus.
4. Dalam hal diperhamba seperti itu, Paulus sangat lemah dan tidak bisa bertindak seperti jemaat Korintus untuk mau diperlakukan sama oleh guru-guru palsu itu.
Sama-sama keras, tulisan Paulus. Tetapi mempunyai efek yang berbeda.
Kepada guru-guru palsu Paulus dengan terang-terangan menyatakan siapa diri mereka itu. Kepada jemaat Korintus Paulus menggunakan pola pikir mereka untuk membukakan kebodohan mereka.
Paulus menyetujui pemikiran jemaat mengenai dirinya yang dianggap bodoh karena begitu kristis pemikirannya, tetapi kalau Paulus begitu bodoh, bagaimana dengan jemaat Korintus yang dianggap begitu “bijaksana” sehingga mau diperhamba, dikuasai, ditampar dan sebagainya. Mau disebut sebagai apakah jemaat Korintus itu?
Dalam menghadapi hidup juga hendaklah demikian. Kita seringkali bertemu dengan kondisi yang demikian. Ada yang memang sengaja untuk mengacaukan, ada yang memang karena tidak mengerti. Ada yang aktif dan ada yang pasif dalam pengertian kebenaran mereka.
Untuk yang bersifat untuk mengacaukan, memang Paulus bersifat demikian keras. Ini mirip dengan Yesus yang menghardik Petrus dengan sebutan “enyahlah engkau Iblis”. Sebutan yang demikian keras. Tetapi kenapa Yesus begitu pasrah ketika bertemu dengan orang-orang yang menganiaya Dia?
Saya coba perhatikan sebagai berikut: Kritikan keras Yesus selalu mengarah pada orang-orang yang sudah mengenal Kitab Suci. Mereka yang sudah belajar tetapi dengan pengertian yang salah. Sedangkan untuk orang-orang yang memang belum mengerti kebenaran karena memang belum belajar banyak mengenai hal itu, Yesus berkata: “Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”.
Disini kuncinya, pengertian akan kebenaran. Yang belum mengerti, tentu tidak tahu apa akibat perbuatannya. Sedangkan yang sudah mengerti akan kebenaran namun memutarbalikkannya, inilah yang selalu dikecam oleh Yesus.
Puji Tuhan atas pengertian ini.
Saya akan renungkan lebih lanjut khusus untuk menganalisa ajaran-ajaran yang berkembang selama ini dan bagaimana sebenarnya posisi orang-orang yang memang belum belajar banyak dan mengalami kebingungan atas simpang siurnya ajaran.
Aplikasi dalam hidup sekarang ini terjadi demikian. Banyak ajaran-ajaran yang benar dan bermutu tidak didengar. Tetapi dongeng-dongeng yang menidurkan pikiran, begitu disukai. Bahkan terjadi pemutarbalikan pemikiran. Yang baik dianggap sesat dan yang sesat dianggap baik. Kenapa bisa demikian? Karena tidak mau paham akan kebenaran sejati. Peniduran pikiran dan tidak terbukanya akan kebenaran yang sesungguhnya akan membahayakan sekali. Sulit memang merubahnya.
Contoh sederhana saja. Ketika rekan-rekan pelayanan saya ikut suatu kebaktian, mereka sulit untuk menentang ajaran yang kurang baik pengajarannya itu. Kami sering berdiskusi dan belajar alkitab bersama, namun ketika bertemu dengan kondisi-kondisi demikian, tetaplah sulit untuk menangkisnya. Paling rekan saya berkata: ini kurang benar, tidak sesuai dengan apa yang telah saya pelajari. Setelah kembali ke diskusi, mereka utarakan apa yang dialami, lalu kami bahas. Itu baru bisa memuaskan rekan saya tersebut.
Tidak mau belajar firman dengan sungguh-sungguh bagi saya sebenarnya adalah sama berbahayanya dengan yang mengabarkan firman yang tidak benar. Mereka sama-sama terjatuh.
Bagaimana dengan kita saat ini? Apakah kita hanya mau berdiam diri saja? Ataukah kita boleh berbagian seperti Paulus untuk “berperang” demi kebenaran? Kiranya Tuhan boleh memampukan kita untuk melakukannya. Amen.
Diposting oleh
Pencipta Terapi Calistung