Sabtu, 30 Juni 2007

Percaya dan taat

Bacaan: Bilangan 11:16-35

Pada perikop kali ini, Musa mempunyai dua masalah penting untuk memimpin bangsa Israel menuju tanah kanaan:
1. Jumlah massa yang sedemikian banyak, sehingga tidak semua masalah dapat dihadapi Musa. Menenangkan dan memberikan penjelasan kepada 10 orang masih mudah. Tapi kalau 100 atau 1000 bahkan 600.000 orang, bagaimana mungkin bisa? Karena itu Musa berkeluh kesah kepada Allah.
2. Sungut-sungut bangsa Israel yang sudah menyebar dan menjadi keluhan satu bangsa, ini merepotkan Musa. Ia meminta pertolongan Tuhan, agar masalah ini dapat diselesaikan.

Bagaimana respon Tuhan menjawab hal itu?
1. Tuhan akan mengambil sebagian Roh yang hinggap pada Musa kepada tujuh puluh orang tua-tua.
2. Tuhan juga akan menyediakan daging selama satu bulan penah sehingga bangsa Israel akan muak memakannya.

Bagaimana respon Musa terhadap hal itu?
Musa bertanya-tanya, bagaimana mungkin Tuhan Allah bisa melakukan hal itu? Secara khusus mengenai persediaaan daging selama sebulan? Jumlah domba-domba, lembu sapi bahkan ikan juga tidak akan mencukupi jumlah 600.000 orang selama sebulan.

Tuhan menjawab Musa, mengingatkan kembali siapakah Allah itu yang sesungguhnya:
The LORD answered Moses, “is the LORD’s arm too short? You will now see whether or not what I say will come true for you.” – NIV

Bagaimana sikap Musa terhadap pernyataan Allah ini?
Musa diam dan menunggu. Musa kembali diingatkan akan siapa dirinya dan siapa Allah.

Allah bertindak atas segala janjiNya.
1. Sebagian Roh yang hinggap pada Musa, kemudian hinggap pada tujuhpuluh orang tua-tua sehingga mereka bisa berperilaku sebagai nabi. Bahkan dua orang dari tua-tua yang saat itu tidak sempat berkumpul dengan Musa, ketika masih didalam kemah, mendapatkan kepenuhan juga. Ini mengagetkan orang-orang disekitarnya.
2. Allah mengirimkan angin untuk membawa burung-burung puyuh dari seberang laut, lalu dihamburkannya keseluruh perkemahan bangsa Israel. Sedemikian banyaknya, sehingga setelah dikumpulkanpun masih banyak sekali yang tersisa.

Bagaimana sikap seluruh bangsa Israel terhadap keajaiban yang Allah lakukan ini?
1. Musa berdiam. Takluk dengan pernyataan dan keajaiban Allah. Tidak ada sikap dari Musa yang berlainan dengan apa yang Allah inginkan Musa untuk perbuat.
2. Sebagian ada yang iri seperti kaki-tangan Yosua bin Nun dan Yosua itu sendiri. Dia melaporkan kepada Musa mengenai kepenuhan dua orang yang berada di kemah yang menjadi nabi. Ini bisa menggoyahkan posisi Musa. Apa respon dari Musa? Malahan Musa berharap seluruh bangsa menjadi nabi, sehingga tidak repot lagi untuk diaturnya. Yosua berdiam dan patuh. Masalah selesai.
3. Sebagian rakyat Israel menanggapi perintah Allah dengan serius. Mereka percaya bahwa Allah akan memenuhi makanan daging bagi mereka selama sebulan penuh. Hingga mereka mengambil daging semampu yang mereka bisa kumpulkan.
4. Sebagian kecil rakyat begitu rakus. Mereka terpengaruh oleh sekelompok orang rakus dari bangsa lain yang ikut bersama mereka. Sebagian kecil bangsa Israel ini begitu rakus hingga memuakkan Allah. Mereka terkena tulah sehingga banyak yang mati.

Apa yang dapat kita pelajari?
Allah tahu akan kebutuhan kita. Pertama kita perlu percaya pada Allah. Ini betul, tetapi tidak cukup hingga disitu. Kepercayaan itu haruslah dilanjutkan dengan kesetiaan atau taat terhadap perkataan Allah. Ketaatan inilah yang sesungguhnya menunjukkan kepercayaan yang sejati itu.

Banyak orang yang hanya tersentuh. Misalnya saja, ketika KKR (kebaktian kebangunan rohani). Ketika ada pemanggilan, mungkin banyak yang maju. Mereka mendengar panggilan dari Allah. Tetapi dalam proses selanjutnya, banyak yang tidak taat dan mau bergantung terhadap segala perkataan Allah. Kesulitan hidup membuat mereka tidak mau setia pada Allah. Kembali lagi pada hidup semula.

Ciri saudara dan saya percaya pada Allah ialah ketaatan yang sungguh dihadapannya. Menaati apa yang Allah janjikan itu tidaklah mudah.
Tuhan Yesus tolonglah saya untuk terus taat kepadaMu. Terima kasih Tuhan, Amen.

Jumat, 29 Juni 2007

Bersungut-sungut

Bacaan: Bilangan 11:1-15

Perikop ini berbicara mengenai sikap bangsa Israel yang bersungut-sungut kepada Allah. Mereka sudah Allah keluarkan dari Mesir dan sekarang dalam proses perjalanan menuju ke tanah Kanaan. Allah memberikan tiang awan dan tiang api serta manna untuk makanan mereka. Tetapi lagi-lagi mereka mengabaikannya.
Sungut-sungut merupakan suatu tindakan yang tidak berkenan kepada Allah. Perikop ini secara khusus menceritakan dua kali peristiwa mereka bersungut-sungut secara berturut-turut.

Pertama, mereka bersungut-sungut tanpa alasan yang kuat. Ini ditandai dengan penyesalan mereka atas nasib buruk saat ini. Mendengar itu, bangkitlah murka Allah dan menyalalah api TUHAN diantara mereka dan ditepi perkemahan mereka. Ini bagaikan dimasukkan kedalam lautan api yang ditengah-tengahnya ada mereka namun tidak terbakar. Ini tentu menakutkan sekali. Murka Allah ini membuat mereka berteriak kepada Musa dan Musa berdoa kepada Allah, lalu padamlah api itu.

Kedua, terjadi setelah sungut-sungut pertama tadi. Ini dimulai oleh sekumpulan orang non Israel yang ikut bersama mereka keluar dari Mesir mulai menyulut kembali sungut-sungut bangsa Israel. Ketakukan bangsa Israel terhadap Allah ini tidaklah diketahui oleh sekelompok campuran dari bangsa lain ini. Mereka mulai menggerutu dan mengeluh lagi kepada bangsa Israel. Posisi mereka sebagai sekelompok orang yang menjadi pengemis bagi bangsa Israel tentu tanpa disadari menjadi pemicu mereka untuk mengeluh kembali. Ketempat asal tidak mungkin, tinggal di tengah-tengah Israel juga tidak memungkinkan dan tidak nyaman bagi mereka. Karena itu dalam ketegangan yang begitu tinggi, menyebabkan mereka memimpikan kembali tinggal di Mesir. Mereka menggerutu untuk mendapatkan makanan daging. Apakah mungkin Israel ketika diperbudak di Mesir menjadikan daging menu mereka yang biasa mereka makan? Tentu saja tidak. Sebagai budak di Mesir, makan daging bukalah sesuatu yang biasa mereka lakukan. Keluhan ini tentu saja sesungguhnya tidak telalu mendasar. Inilah pengaruh yang kuat dari keluhan itu. Campuran bangsa non Israel ini mulai mengacaukan keimanan bangsa Israel. Hingga akhirnya secara serempak seluruh bangsa Israel bersungut-sungut meminta daging.

Sungut-sungut pertama dikarenakan hidup susah di perjalanan. Sungut-sungut susulan ini dikarenakan meminta daging yang sangat tidak masuk akal. Padahal mereka baru saja melihat murka Allah yang begitu dahsyat.

Lucu sekali.

Musa juga mulai ikut mengeluh atas sikap bangsa Israel ini. Ia mulai mengeluhkan beratnya beban yang dia pikul atas bangsa yang bebal ini. Musa bahkan minta agar dia dibunuh oleh Allah saja daripada akhirnya seluruh bangsa Israel membunuh dia.
Ironis sekali. Allah sudah langsung mendampingi bahkan menunjukkan murkaNya secara langsung didepan mereka. Tetapi sekali lagi, hati yang tidak taat kepada Allah, akhirnya membuat mereka tidak mengeluh.

Apa yang bisa kita dapatkan?

Ada beberapa pelajaran penting:
1. Bersungut-sungut itu dimulai dari dalam hati sendiri yang tidak mau lihat kepada Allah, tetapi hanya mau melihat kepada masalah dan masalah saja.
2. Bersungut-sungut juga dipengaruhi oleh faktor orang-orang lain yang tidak seiman. Bukannya sebagai orang Isreal mereka harus menunjukkan teladan untuk hidup taat kepada Allah, malah bangsa lain yang mempengaruhi mereka untuk tidak taat kepada Allah.
3. Bersungut-sungut kalau sudah memuncak, kadangkala melupakan berkat dan murka Allah. Tidak ada lagi rasa takut akan Allah. Kalau manusia sudah sampai tahap ini, berbahaya sekali.
4. Bersungut-sungut satu bangsa juga akhirnya bisa melemahkan iman pemimpin mereka. Disini sesungguhnya iman seorang pemimpin tidak boleh dipengaruhi oleh orang-orang yang dia pimpin.

Bagaimana aplikasi buat saya saat ini? Kadangkala dan seringkali saya juga lupa akan anugrah dan amarah Allah terhadap saya. Ada waktu-waktu Allah begitu menunjukkan kemurahaanNya, tetapi ada juga waktu-waktu saya memasuki padang gurun akibat pilihan sendiri yang kurang tepat. Pukulan berat akhirnya membuat tersadar kembali. Tetapi suka dan duku yang datang silih berganti, ternyata belum cukup untuk tetap setia kepada Allah.

Sesungguhnya perenungan kembali dan mengingat kembali perjalanan hidup saya. Bagaimana Allah boleh bekerja dalam kehidupan saya selama ini, boleh menjadi penguatan.
Melihat kepada Allah dan bukan kepada masalah atau dari orang lain atau dari orang-orang sekeliling saya bahkan juga dari orang-orang yang saya pimpin, itu akan mengurangi sungut-sungut saya dan saudara.
Itu yang terpenting. Tuhan tolonglah saya, Amen.

Kamis, 28 Juni 2007

Tanggung-jawab dan berserah

Bacaan: Bilangan 10:11-36

Pada perikop ini kita belajar dua hal penting.

Hal penting pertama adalah: berserah pada pimpinan Tuhan.
Perikop ini dimulai dengan inisiatif Tuhan untuk memimpin Israel bergerak. Allah membuat awan itu bergerak, tanda bangsa Israel yang sudah sekitar 11 bulan berada di wilayah gunung Sinai untuk bersiap-siap berangkat kembali. Mereka berangkat sesuai dengan titah Tuhan. Lalu pada bagian akhir, Musa mengulangi kembali mengenai berserah pada pimpinan Tuhan.
Whenever the ark set out, Moses said, “Rise up, O Lord! May your enemies be scattered; may your foes flee before your.” Whenever it come to rest, he said, “Return, O Lord, to the countless thousands of Israel.” - NIV

Hal penting kedua adalah: Tanggung-jawab.
Tuhan sudah memberikan Musa tugas untuk membawa bangsa Israel ketanah perjanjian. Untuk melaksanakan tanggung-jawab itu, Musa melakukan semaksimal mungkin dan sekuat tenaga dan pikiran yang dapat dilakukannya.
1. Pengaturan keberangkatan keduabelas suku sesuai dengan urutan-urutannya. Ini adalah keempat kalinya kitab bilangan ini menuliskan pengaturan keduabelas suku tersebut. (1:5-15; 2:3-31; 7:12-83).
2. Permintaan Musa terhadap Hobab untuk membantu mereka dipadang gurun. Karena inilah pertama kali mereka berjalan sesuai dengan urutan yang dipimpin oleh suara nafiri untuk melewati padang gurun. Hobab adalah keponakan istrinya, bukan warga Israel, namun diinginkan Musa untuk tinggal bersama dengan mereka.

Bersandar pada pimpinan Tuhan adalah mengijinkan Allah untuk memimpin hidup kita. Sedangkan tanggung-jawab adalah semaksimal mungkin melakukan bagian kita. Musa mengatur pasukan sebaik-baiknya dan juga meminta Hobab untuk membantu sebagai mata Musa dipadang gurun.

Seringkali orang salah tangkap. Berserah artinya tidak melakukan apa-apa. Berserah artinya pasrah kepada nasib. Tidaklah demikian. Seringkali juga kita salah tangkap juga. Kita bekerja semaksimal mungkin, bahkan kitalah yang menjadi jurumudi hidup kita. Tidak ada proses bersandar kepada Tuhan. Kedua hal ini tidaklah benar. Memimpin hidup diri sendiri dengan mengabaikan Tuhan adalah berbahaya. Kita akan terperosok ke jalan yang tidak benar. Bermalas-malasan dengan alasan Tuhan akan mengerjakan semuanya juga sama berbahayanya. Sesungguhnya ini juga mengabaikan Tuhan, dalam arti tidak mengerti apa yang Tuhan ingin kita lakukan.

Bagaimana urutan yang benar:
Pertama: Kita dengar-dengaran atas perintah Tuhan bagi kita.
Kedua: Kita bekerja semaksimal mungkin menggenapkan rencana Tuhan yang sudah diberikan kepada kita.
Ketiga: Kita kembali lagi dengar-dengaran akan perintahnya sebagai ealuasi.
Keempat: Kembali bekerja keras menggenapkan rencana Allah yang telah kita terima.
Begitulah seterusnya dilakukan hingga kita mencapai target yang telah Allah tetpkan untuk kita capai.

Bagimanakah dengan hidup saya saat ini?
Saya juga takut kedua hal itu tidak berjalan berdampingan. Takut meninggalkan Tuhan dibelakang dan maju dengan kekuatan sendiri, tetapi disisi lain juga takut untuk bermalas-malasan dan tidak melakukan hal yang bermanfaat bagi Dia.

Mengerti kehendakNya dan bekerja sekuat tenaga untuk menggenapkannya, itu adalah tugas saudara dan saya. Tuhan tolonglah kami.

Rabu, 27 Juni 2007

Kepekaan

Bacaan: Bilangan 10:1-10

Perikop ini menuturkan mengenai perintah Tuhan kepada Musa untuk membuat dua nafiri perak sebagai tambahan perlengkapan perjalanan mereka.

Apakah fungsi kedua nafiri perak tersebut?
1. Kalau keduanya ditiup, itu berarti memanggil umat Israel dan menyuruh laskar-laskarnya berangkat.
2. Kalau hanya satu yang ditiup, para pemimpin dan kepala pasukan berkumpul kepada Musa.
3. Peniupan tanda berbaris sekali, itu berarti laskar-laskar yang berkemah ditimur berangkat.
4. Peniupan dua kali tanda berbaris, berarti laskar yang berada diselatan haruslah berangkat.
5. Kalau hanya ditiup saja tanpa tanda berbaris, itu berarti jemaah berkumpul.
6. Meniup nafiri juga ketika berperang agar mereka selamat dan diingat oleh Tuhan.
7. Meniup juga saat perayaan-perayaan atau hari bersukaria atau saat mempersembahkan korban bakaran atau keselamatan agar Tuhan selalu mengingat.

Syarat meniup adalah: hanya boleh dilakukan oleh anak-anak imam Harun.

Meniup nafiri itu penting sekali bagi bangsa Israel. Jumlah yang sedemikian banyak, untuk memberikan perintah tentu tidaklah mudah. Apalagi belum ada microphone atau pengeras suara. Perintah yang diutarakan Musa tentu sulit akan terdengar dari jauh. Karena itu peniupan nafiri adalah cara yang tepat untuk menyatakan keadaan yang terjadi dan apa yang harus segera dilakukan oleh bangsa Israel.

Bagaimana dengan saat ini? Apakah perlu nafiri lagi? Bagaimana kita harus bersikap menghadapi bahaya yang mungkin muncul? Bagaiman kita bisa bersiap-siap dan mendengarkan aba-aba dari Tuhan, apa yang harus kita lakukan dengan segera?

Firman Tuhanlah sarana dari Allah bagi kita saat ini. Dengan membaca firman Tuhan setiap hari, itu berarti mempertajam pendengaran kita untuk siap melakukan tugas yang Allah berikan. Saat teduh yang teratur berarti mempersiapkan diri untuk diperintah oleh Allah.

Saat sekarang ini sudah banyak orang Kristen yang tidak siap lagi. Sudah lupa akan saat teduh, lupa bagaimana Tuhan boleh mendidik setiap hari, lupa bagaimana untuk bertumbuh dihadapan Tuhan. Telinga mulai tidak peka, mata mulai tertutup, hati mulai membeku. Tidak ada lagi kepekaan, kesigapan, kegesitan, kesiap-siagaan. Tatkala nafiri dibunyikan, kita sudah tidak bisa mendengarkannya lagi. Kekalahan akan kita alami dalam hidup.

Apa yang harus kita lakukan? Belajar untuk mendengarkan terus suara Tuhan bagi kita. Mendengarkan bagaimana bunyi nafiri yang masih boleh diperdengarkan bagi kita. Kita harus belajar peka, sehingga tahu kapan harus bersiap-siap, kapan harus berperang, kapan harus bersukacita dan bergembira, kapan secara khusus berbicara secara pribadi kepada Allah.

Kepekaan rohani, itulah yang Tuhan inginkan dari kita. Sebagaimana bangsa Israel bergegas melakukan segala hal yang perlu sesuai dengan bunyi nafiri, Tuhan juga meminta kita bersiaga untuk mendengarkan suara Tuhan berbicara kepada kita. Ini tidak mudah.

Tuhan tolonglah kami untuk selalu peka akan panggilanMu, Amen.

Selasa, 26 Juni 2007

Berkat

Bacaan: 2 Korintus 13:11-13

Paulus mengakhiri surat 2 Korintus ini dengan tiga hal utama:
1. Pesan dan nasihat terakhir, yaitu:
- Bersukacitalah.
- Usahakan kemajuan diri hingga mencapai kesempurnaan.
- Belajar untuk menerima segala nasihat Paulus.
- Supaya hidup sehati sepikir.
- Hidup dalam damai sejahtera.
2. Salam, yaitu:
- Jemaat Korintus diharapkan saling memberikan salam dengan cium kudus.
- Salam dari semua orang kudus bagi jemaat Korintus.
3. Berkat, yaitu:
- Allah sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai jemaat Korintus.
- Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai seluruh jemaat Korintus.

Perlu diketahui, bahwa cium kudus ini adalah budaya dari daerah Timur Jauh. Kalau didaerah barat dikenal dengan berjabatan tangan. Sedangkan salam dari orang kudus itu menyatakan kudus secara status yang diperoleh dari anugrah keselamatan Yesus Kritus. Ini adalah kudus status yang artinya sudah pindah domain dari yang belum diselamatkan masuk wilayah yang sudah diselamatkan. Tentu saja akan dilanjutkan dengan proses pengudusan terus menerus.

Apa yang kita dapatkan dari perikop ini?
Semua tindakan kita untuk pertumbuhan diri sendiri, maupun hubungan horizontal kita dengan sesama, itu semuanya berasal dari berkat Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.

Berkat dari atas ini menyatakan konsep Trinitarian yang melampaui akal dan pikiran manusia yang sulit untuk dianalisa. Wilayahnya adalah masuk wilayah pengalaman spiritual manusia yang dibimbing, dipimpin dan diarahkan oleh Allah Tritunggal. Berbicara mengenai Allah adalah berbicara mengenai iman dan ketaatan. Ketika kita taat padaNyalah, maka rasio kita akan dibimbing untuk mengenal secara lebih jernih dan dalam lagi untuk mengerti Allah sesuai dengan karunia yang Allah akan berikan. Mengenal konsep Trinitian adalah lebih pada penyerahan rasio kepada kebenaran. Kepatuhan total akan menyebabkan rasio kita akan kembali kepada si pencipta rasio. Pengembalian ini disebut dengan iman. Ini berdampak mengkibatkan hidup penuh dengan damai sejahtera.

Paulus mengakhiri tulisannya dengan berkat, ini berarti hidup kita sebagai orang Kristenpun harus menjadi saluran berkat bagi orang lain dan sesama kita. Berkat memang dari Allah, tugas kita akan menjadi saluran dari berkat Allah kepada siapa saja. Itu berarti ketika manusia bertemu dengan kita, maka mereka juga akan dipertemukan dengan berkat Allah yang telah disediakan bagi setiap orang yang percaya padanya. Ini adalah tugas saudara dan saya.

Puji Tuhan.

Senin, 25 Juni 2007

Tahan uji

Bacaan: 2 Korintus 13:5-10

Perikop ini membahas bagaimana kerinduan Paulus agar kiranya tindakan disiplin yang hendak dilakukannya tidak usah diberlakukan di jemaat Korintus.
1. Paulus inginkan rasul-rasul palsu menguji diri sendiri, bukankah Kristus ada didalam diri mereka? Kalau ada, hendaknya hidup mereka berpadanan dengan injil Kristus tidak, tentu mereka tidak tahan uji. Maksud Paulus adalah, bukan hanya perkataan-perkataan mereka saja yang mereka ajukan, sebaiknya mereka menguji diri mereka sendiri. Tujuan akhirnya adalah supaya guru-guru palsu itu boleh bertindak sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus inginkan.
2. Paulus sendiri sudah menguji dirinya sendiri apakah tahan uji atau tidak atas segala perkataannya dengan diri sendiri bagaimana dia hidup.
3. Paulus ingin jemaat Korintus juga menguji diri sendiri dan juga tahan uji sehingga tidak melakukan hal yang jahat. Meskipun banyak isu yang mengatakan Paulus tidak benar, tetapi yang penting adalah: jemaat Korintus boleh hidup benar dihadapan Allah. Jangan terpengaruh atas isu yang ada, dan jangan juga isu yang ada itu menjadi kesempatan bagi mereka untuk berbuat dosa.
4. Setiap yang tahan uji itu pasti tidak akan bertentangan dengan kebenaran. Paulus tahu sungguh-sungguh bahwa siapa yang tahan uji, tentu tidak akan mendapatkan disiplin. Jadi tidak mungkin Paulus melakukan disiplin kepada jemaat Korintus kalau mereka melakukan hal yang benar. Jadi otoritas kerasulannya untuk mendisiplinkan itu hanya berguna bagi mereka yang berbuat tidak benar saja.
5. Karena itulah Paulus ingin bersukacita kalau mendapatkan mereka kuat (berbuat baik). Karena dengan itu Paulus ingin menjadi lemah, yaitu tidak menggunakan otoritas kerasulannya untuk mendisiplinkan.
6. Karena sesungguhnya otoritas yang Paulus miliki adalah untuk membangun bukan untuk menghancurkan. Karena itulah Paulus menunggu perubahan pada jemaat Korintus agar mereka boleh berubah dan didapati sedang melakukan tindakan benar.

Melihat akhir dari surat ini, kita melihat ketegasan dari seorang rasul yang sejati. Lemah lembut dalam perkataan namun tegas dan terlihat otoritas kerasulannya.

Tahan uji, inilah topik yang diinginkan oleh Paulus bagi jemaat Korintus. Ini juga permasalah yang selalu orang Kristen hadapi. Saya ingat akan rekan-rekan pelayanan di kuliah dulu. Kami bergandengan tangan bersama untuk berjanji setia melayaniNya hingga akhir hidup. Bagaimana kenyataannya? Sedikit yang masih bertahan. Sisanya kembali dalam kehidupan seperti orang-orang lain pada umumnya.
Lupa akan pelayanan, lupa akan saat teduh, lupa akan komitmen untuk setia pada Allah. Perhatian sekarang terarah hanya untuk diri dan diri sendiri. Bagaimana punya karir yang baik, rumah yang bagus, mobil, jalan-jalan ke luar daerah maupun ke luar negeri, tabungan dan deposito masa tua yang mencukupi dan lain sebagainya. Semua itu penting dan boleh dikerjakan. Pertanyaannya adalah: bagaimana kerinduan untuk melayani Tuhan seperti ketika masih kuliah dulu? Mana kesibukan yang hingga tidak tidur untuk melayani Tuhan, untuk membahas firmanNya, untuk mempersiapkan retreat, KTB dan lain sebagainya. Kemana itu semua?

Tahan uji, siapa yang masih setia hingga akhir hidupnya. Kondisi jemaat Korintus mirip dengan kehidupan di kota-kota besar di Indonesia. Penuh dengan kehidupan materialisme. Paulus mengingkan jemaat Korintus yang dilayaninya boleh tahan uji atas segalanya itu. Demikian juga dengan hidup kita saat ini.

Perlu memang waktu-waktu khusus bagi saudara dan saya untuk menguji segala tindakan dan perbuatan kita selama ini. Apakah hidup kita sudah sesuai dengan Kristus yang mati bagi kita? Ataukah mungkin Kristus memang belum berdiam didalam hidup kita. Paulus ingin kita juga menguji hati kita masing-masing dihadapan Kristus.

Tuhan Yesus, tolonglah saya untuk boleh terus menerus menguji hati saya dihadapan engkau. Tolong kiranya Engkau terus murnikan supaya boleh seperti emas murni yang bekilauan bagi tahtaMu. Tolonglah hambamu ini Tuhan, Amen.

Minggu, 24 Juni 2007

Bukti

Bacaan: 2 Korintus 13:1-4

Paulus dalam perikop ini akan menunjukkan disiplinnya dengan tegas kepada jemaat Korintus. Untuk melakukan hal itu maka perlu untuk menyelesaikan terlebih dahulu masalah-masalah yang mereka tuduhkan kepada Paulus. Pembelaan diri yang akan dilakukan Paulus bahwa ia tidak mempergunakan uang yang akan disumbangkan kepada jemaat Yerusalem haruslah menghadirkan saksi-saksi. Dengan keterangan dua atau tiga orang saksi maka keterangan Paulus bahwa ia tidak bersalah akan dapat dibuktikan.

Setelah permasalahan ini selesai, barulah Paulus menekankan disiplin kepada mereka. Bagi pengajar-pengajar palsu, tidak akan ada ampun lagi. Juga kepada sebagian jemaat Korintus yang hidup dalam moral yang tidak benar juga akan diberikan disiplin.

Paulus akan memberikan bukti-bukti bukan berupa mujizat-mujizat yang memang sangat diinginkan oleh jemaat Korintus, melainkan dengan penuh kekuasaan perkataan dan hikmat dari Allah. Seperti Kristus juga menyatakan kuasanya melalui kelemahannya yang mati diatas kayu salib, namun hidup kembali dengan kuasa Allah. Kristus yang demikian telah berkata-kata kepada Paulus. Berkat inilah yang akan Paulus nyatakan kepada mereka melalui hikmat bijaksana Allah yang penuh dengan kuasa.
Paulus akhirnya menyatakan bahwa dengan kuasa kerasulannya, ia akan menegakkan disiplin berdasarkan kuasa sorgawi yang dianugrahkan kepadanya.

Pada perikop ini Paulus memberikan beberapa bukti:
1. Bukti dia tidak bersalah memanfaatkan uang jemaat Korintus dengan manghadirkan dua atau tiga orang saksi.
2. Bukti akan kuasa yang dimilikinya, Paulus akan “berdebat” dengan otoritas perkataan Yesus Kristus yang dianugrahkan kepadanya. Ia akan menyatakannya dengan penuh kuasa dan hikmat.
3. Bukti dari kerasulannya, maka Paulus akan mendisiplinkan dengan segera jemaat Korintus yang tidak benar.

Seringkali bukti hanya bergerak pada wilayah saksi-saksi. Sebenarnya, bukti itu bergerak pada wilayah yang lebih jauh lagi, yaitu kuasa dan disiplin.

Dalam pengadilan, kita juga melihat akan hal itu. Bukti-bukti diberikan dahulu, lalu disidangkan dan dianalisa. Dari bukti-bukti itulah baru diambilkan kesimpulan. Hakim dalam hal ini menyatakan otoritas kuasanya berdasarkan bukti-bukti tersebut. Pada akhirnya memberikan disiplin berdasarkan bukti-bukti itu, berupa hukuman kepada yang bersalah.

Puji Tuhan.

Paulus juga mengajarkan kita hal ini sekarang. Pertanyaannya: Kenapa ruang pengadilan sebagai wakil Allah sepertinya tidak menunjukkan otoritas Allah?
Sederhana saja. Sesuai dengan perikop diatas, kita bisa menyatakan bahwa saksi seringkali dipermainkan. Saksi-saksi yang dibuat-buat ditambah otoritas yang tidak benar untuk mempergunakan pasal-pasal hukum yang dibolak-balik akhirnya akan memberikan disiplin yang tidak benar. Ini bisa dirasakan oleh semua orang, karena tidak ada kuasa dari hasil pengadilan itu. Sehingga keadilan untuk menyatakan disiplin itu tidak akan dirasakan. Rakyat bisa merasakan itu, maka wajar saja rakyat atau sekelompok orang akan marah karena ketidak-adilan ini. Disiplin yang tidak benar akan menghasilkan kemarahan.

Berhati-hatilah engkau yang menjadi hakim ataupun jaksa juga penuntut. Engkau yang sekolah hukum, mulailah dengan otoritas yang sungguh yang Allah telah berikan kepada ruang pengadilan tersebut. Engkau bertugas sebagai wakil Allah untuk mengadili. Pertanyaannya: Apakah Allah juga tidak akan bertindak adil kepada engkau? Apakah Allah tidak akan mengadili, keadilan yang engkau nyatakan di ruang pengadilan?

Seorang rekan guru sekolah minggu saya juga sekarang menjadi seorang menjabat posisi sekretaris Majelis Pengawas Daerah Notaris di salah satu wilayah di Jakarta. Berada di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM DKI. Tentu pegumulan akan banyak disana, dari menunjukkan keadilan hingga berkompromi untuk kepentingan diri sendiri. Tidak mudah tentu baginya, sebagai pegawai negeri yang bertugas mewakili pemerintah untuk menegakkan hukum dan keadilan. Tapi sangat memungkinkan, karena kita memiliki kuasa dan otoritas dari Kristus yang telah mati dan bangkit bagi kita. Ini tidak dimiliki oleh yang lainnya.

Untuk rekan ini, saya berdoa kiranya Tuhan memberikannya kekuatan. Jikalau engkau berkesempatan membaca tulisan ini, dengan segala kerendahan hati, pelajarilah perikop ini baik-baik.

Bukti adalah saksi.
Bukti juga adalah kuasa.
Bukti juga adalah mendisiplin untuk memberikan hukuman.

Adakah engkau memiliki saksi yang benar? Adakah engkau sekarang memiliki kuasa yang sejati dihadapan banyak orang? Adakah engkau memiliki kemampuan untuk mendisiplin yang benar? Bersikaplah seperti Paulus, yang jujur dan sungguh-sungguh benar dihadapan Allah, maka engkau akan memiliki kuasa untuk mendisiplin yang sungguh-sungguh. Apakah mudah? Tentu sangatlah tidak mudah, ditengah-tengah hidup yang penuh dengan ketidak-adilan. Saat ini masih berkembang di Indonesia yang kita cintai ini.

Demikian juga dengan saudara dan saya. Banyak hal kita terlalu emosi, tidak berpikir jernih. Langsung menghakimi tanpa memberikan bukti-bukti terlebih dahulu. Bukti yang benar itu juga merupakan kuasa untuk mendisiplinkan. Tentu semuanya harus dimulai dari diri sendiri berupa hidup jujur dihadapan Allah, itu menjadi bukti hidup kita yang terbaca dihadapan banyak orang. Kita akan memiliki kuasa untuk mendispilin yang benar dengan kuasa kematian dan kebangkitan Kristus. Sekali lagi ini tidaklah mudah. Harus belajar memperbaiki diri terus menerus seumur hidup kita serta terus memandang kepada salib Kristus.

Tuhan, tolonglah saya, Amen.

Sabtu, 23 Juni 2007

Membangun adalah meruntuhkan

Bacaan: 2 Korintus 12:14-21

Pada perikop ini Paulus menyatakan maksud kedatangannya untuk yang ketiga kalinya ke Korintus. Perikop ini membagi tulisan Paulus dalam beberapa hal:
1. Paulus datang ke Korintus sebagai orang tua yang mengunjungi anaknya. Sebagai orang-tua tentu tidak mengambil sesuatu dari anaknya atau meminta mereka bekerja untuk kepentingan Paulus. Tetapi sebagai orang-tua, Paulus memberikan miliknya bagi anaknya bahkan mengorbankan dirinya bagi jemaat Korintus.
2. Karena itu, isu yang beredar di Korintus bahwa “proyek” dukungan terhadap jemaat Yerusalem hanyalah alat bagi Paulus untuk “memenuhi kantong sendiri” adalah tidak benar. Paulus menolaknya dan meminta mereka memberikan buktinya.
3. Sebagai rasul, ia dan rekan-rekan pelayanannya bertujuan untuk membangun jemaat Korintus.
4. Karena itu, untuk kedatangannya yang ketiga kali, jangan terjadi perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan dan kerusuhan.

Jelas sekali maksud kedatangan Paulus, yaitu untuk membangun mereka, bukan untuk meruntuhkan. Tetapi tentu saja, banyak orang yang tidak suka dengan kedatangannya. Terutama guru-guru palsu yang banyak mengambil keuntungan dari jemaat Korintus dan memfitnah Paulus serta rekan-rekan pelayanannya. Paulus ingin sekali kedatangannya tidak lagi menemukan hal-hal yang demikian. Ia rindu masalah-masalah yang ada sudah diselesaikan terlebih dahulu sebelum kedatangannya. Supaya jangan dukacita yang muncul, melainkan sukacita.

Kedatangan Paulus untuk membangun, tetapi ada banyak hal yang sulit dilakukan untuk membangun iman mereka. Syaratnya adalah: mereka harus mau meruntuhkan dulu hal-hal negatip yang ada di jemaat mereka.
Hal-hal apa yang perlu diruntuhkan?
Perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan, dan kerusuhan. Ini tidaklah mudah.

Apa aplikasi dalam hidup kita?
Seringkali kita menyatakan ingin hidup lebih baik lagi dihadapan Tuhan. Ingin bertumbuh dalam hal ini dan itu. Ingin Tuhan memperlengkapi lebih dan lebih lagi. Ingin hidup yang semakin berkenan. Seringkali kita ingin bertumbuh dengan baik, tetapi tidak mau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini kita pelihara.
Membangun iman adalah proses meruntuhkan diri sendiri. Artinya meruntuhkan tembok-tembok kesombongan, gunung iri hati, bukit kemarahan, menara kepentingan diri sendiri, mercu-suar fitnah, dinding keangkuhan dan lain sebagainya.

Kita ingin mendirikan menara iman, tetapi kita tidak mau meruntuhkan tembok, bukit, gunung kesombongan, iri hati dan hal-hal negatip yang masih bersarang dalam diri kita. Sama seperti mau membangun sebuah bangunan yang baru diatas bangunan lama yang sudah jelek. Maka sebelum bangunan baru dibuat, bangunan lama harus diruntuhkan terlebih dahulu. Membangun adalah meruntuhkan. Membangun juga berarti menggantikan. Artinya merubuhkan yang buruk dan menggantikannya dengan yang lebih baik.

Saya juga menyadari dengan sungguh-sungguh, kenapa sulit sekali bertumbuh dengan cepat dihadapan Tuhan. Ini karena masih banyak gunung keangkuhan yang masih saya miliki. Tembok kemarahan yang begitu tinggi juga , menara kepentingan diri sendiri yang masih belum mau diruntuhkan secara tuntas.

Saya jadi teringat akan ucapan Yesaya. Kita bagaikan kain kotor dihadapan Allah. Saya juga sadar sesungguhnya, saya lebih dan jauh lebih kotor daripada itu.
Tuhan Yesus rubuhkanlah semua tembok-tembok, gunung, bukit akan segala hal-hal negatip dalam hidupku. Supaya bangunan iman yang baru, sungguh-sungguh boleh berdiri dengan tegak dalam diriku. Terimakasih Tuhan, Amen.

Jumat, 22 Juni 2007

Kelemahan adalah kekuatan

Bacaan: 2 Korintus 12:1-13

Puji Tuhan atas perikop ini. Kita belajar banyak hal. Guru-guru palsu banyak menyombongkan diri mengenai pengalaman-pengalaman adikodrati yang mereka alami. Mereka menyombongkan diri akan hal itu. Paulus juga mengatakan bahwa ia juga mengalami hal-hal demikian.
1. Aku (Paulus) hendak memberitakan penglihatan-penglihatan dan pernyataan-pernyataan yang kuterima dari Tuhan.
2. Ada seseorang empat belas tahun lalu diangkat ke tingkat ke tiga dari Sorga (intermediate state?) di firdaus.
3. Orang tersebut mendengarkan perkataan yang tidak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.
4. Atas orang itulah Paulus hendak bermegah.
5. Dalam segala hal aku tidak kalah terhadap rasul-rasul yang luar biasa itu (guru-guru palsu).
6. Aku seorang rasul yang dipenuhi segala kesabaran oleh tanda-tanda, mujizat-mujizat dan kuasa-kuasa.

Ada perbedaan antara Paulus dan guru-guru palsu itu. Paulus bermegah atas Tuhan, sedangkan guru-guru palsu bermegah atas diri mereka sendiri.
1. Aku (Paulus) bisa bermegah atas penglihatan ini dan aku mengatakan kebenaran atas hal ini, tetapi aku menahan diriku dalam hal ini.
2. Supaya aku jangan meninggikan diri, Tuhan memberikan duri dalam dagingku, seorang utusan Iblis menggocoh aku.
3. Sekalipun aku sudah memohon kepada Tuhan agar utusan itu mundur, tetapi Tuhan berkata: “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.”
4. Aku sekarang lebih suka bermegah atas kelemahanku.

Inilah hal yang sangat menarik sekali pada perikop ini.
“… For when I am weak, then I am strong.” – NIV
Sebab jika aku lemah, maka aku kuat. Ini adalah ayat yang sering kita dengar dari ucapan Paulus. Seakan-akan berkontradiksi tetapi sesungguhnya serasi, disebut dengan istilah paradoks.

Saat ini saya akan mengulas lebih jauh dari sudut pandang yang lain. Tuhan memberikan Paulus dua hal yang bertentangan:
1. Paulus diijinkan dalam pelayanannya menjadi Rasul Kristus mengalami peneguhan yang tidak setiap orang Kristen akan alami. Peneguhan supranatural ini, sangat menguatkannya sehingga mempunyai power untuk bertahan dalam melayani Tuhan.
2. Pada saat yang sama, Tuhan juga mengijinkan utusan Iblis untuk menggocoh Paulus. Iblis memang sangat senang untuk menjatuhkan setiap hamba Tuhan. Tugasnya adalah merintangi Allah. Tentu motivasinya sangat jelas, supaya Paulus jatuh atau pelayanannya terganggu. Memang Paulus merasakan hal itu. Pelayanannya jadi terasa kurang mantap atau maksimal, karena sebagian energinya habis untuk menghadapi “duri dalam daging” ini.

Melihat kedua hal yang bertentangan ini sangatlah menarik hati. Disatu sisi Tuhan memberikan keajaiban anugrah yang melimpah, tetapi disisi lain Tuhan mengijinkan iblis untuk merusak para hambaNya.
Kenapa semua itu dilakukan Tuhan?
Semata-mata untuk kebaikan kita dan kemuliaanNya. Tuhan boleh memakai kita untuk memuliakan Dia dan Tuhan juga boleh mempergunakan setiap kesulitan juga untuk kemuliaanNya. Bagi kita, ini bertujuan agar selalu bersikap rendah hati, karena melalui kelemahan itu, kita sadar siapa diri kita sesungguhnya.

Aplikasi apa yang kita dapatkan?

1. Banyak orang saat ini yang mengeluh karena Tuhan tidak memberkati dengan banyak talenta. Ini menyebabkan tidak mau melayani. Merasa tidak mampu di bidang ini dan itu. Belum mahir ini dan itu. Semua ini sesungguhnya merupakan sifat kemalasan seorang Kristen. Tuhan tidak penah mengutus tanpa memperlengkapi. Tetapi harus dimulai dari hati kita yang berkata “ya” untuk melayani Tuhan. Secara otomatis Allah akan memperlengkapi kita dalam setiap tugas pelayanan yang diberikannya. Urutannya: Kita berespon “ya”, Allah akan memperlengkapi, kita akan melayani dengan maksimal.

2. Tetapi kita juga menyadari, banyak juga orang Kristen lupa diri dan akhirnya masuk dalam dosa kesombongan rohani. Urutannya sebagai berikut: Berespon “ya”, Allah memperlengkapi, kita akan melayani dengan maksimal, terakhir muncul kesombongan. Ini juga berbahaya. Mulai menyombongkan diri dengan segala keberhasilan yang diraih. Tanpa disadari menjadi batu sandungan bagi orang banyak yang mendukakan hati Tuhan.

3. Tuhan melakukan yang terbaik bagi kita. Urutannya sebagai berikut: Berespon “ya” terhadap panggilan pelayanan dari Tuhan. Kemudian Tuhan akan memperlengkapi kita. Pelayanan jadi maksimal. Tuhan memberikan “duri dalam daging” agar kita terus rendah hati dalam melayani. Kita terus konsisten dalam melayani Tuhan dengan cara yang benar.

Terima kasih Tuhan atas perenungan ini.

Tahukah saudara, ketika pertama kali Tuhan memberikan pelayanan kepada kita, sikap hati yang kita miliki adalah: Tuhan saya tidak layak engkau beri kesempatan yang sedemikian besar ini. Siapakah saya ini sehingga Tuhan boleh memakai saya? Ini adalah sikap rendah hati yang tulus dihadapan Tuhan. Tetapi apa jadinya setelah Tuhan memberkati pelayanan kita?
Kita seringkali berucap dalam hati: Gereja itu kurang baik, karena tidak memberikan ongkos transport yang memadai, masak sih hamba Tuhan sekaliber saya ini dihargai cuma sebegitu saja?
Kenapa ya, saya diundang ke tempat pelayanan seperti ini? Biasanya saya melayani minimal 200 orang, ini kenapa cuma 15 orang? Kalau ini sih, tidak perlu panggil saya. Panggil yang lain saja.
Kenapa persiapan pelayanan mereka ini demikian lemah, kurang siap yang ini dan itu, saya jadi tidak dihargai untuk melayani. Untuk tempat yang seperti ini, mereka seharusnya undang orang lain saja, jangan saya.
Mulailah berdalih dengan hitungan statistik, bagaimana kita harus efektif mempergunakan waktu dan tenaga untuk melayani Tuhan. Mulai lupa akan kasus Filipus yang diutus Tuhan melayani seorang sida-sida Etiopia.

Semua itu adalah bentuk kesombongan rohani yang tanpa disadari mulai menggerogoti. Ingatlah, Tuhan akan mengirimkan engkau “duri dalam daging” yang sesungguhnya harus saudara dan saya terima untuk tetap rendah hati didalam melayani Tuhan. Dalam bentuk apa? Mungkin banyak hal. Bisa penyakit pada diri sendiri, penyakit pada anak atau istri. Bisa juga pengalaman kejatuhan dalam dosa sehingga ingatan kejatuhan itu selalu menghantui setiap pelayanan kita. Bisa juga karena godaan berupa pujian dan sanjungan sehingga kita mulai sulit melihat mana orang-orang yang sungguh hati atau yang hanya pintar menjilat, dan lain sebagainya.

Merenungi akan hidup diri sendiri, segala macam suka duka yang Tuhan boleh ijinkan dalam hidup saya, sesungguhnya itu semata-mata untuk kebaikan saya sendiri. Semua proses keberhasilan dalam pelayanan, kejatuhan, proses berjalan di padang pasir dan kebangkitan untuk melayani kembali, semuanya itu adalah proses pembentukan saya sebagai seorang pelayan Tuhan.
Terima kasih Tuhan atas “duri dalam daging” yang engkau berikan dalam hidupku ini. Itu adalah untuk kesetimbangan, agar saya tetap rendah hati didalam melayani Engkau, Amen.

Kamis, 21 Juni 2007

Kemegahan negatip

Bacaan: 2 Korintus 11:21b-33

Dalam perenungan saat ini, kita mempelajari bahwa ada dua kemegahan utama sebagai umat Kristen. Saya menyebutnya sebagai kemegahan positif dan kemegahan negative. Dalam adat budaya Yahudi saat itu, kemegahan ini sangat diperhitungkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kemegahan positif Paulus adalah kemegahan karena hal-hal lahiriah yang membuat kita lebih dari orang lain. Yaitu:
1. Orang Ibrani.
2. Orang Israel.
3. Keturunan Abraham.
4. Pengikut Kristus.

Tetapi Paulus juga menyatakan kemegahan negative karena mengikut Yesus, yaitu kemegahan karena boleh ikut menderita dan sengsara bagi Kristus. Ada enam kemegahan Paulus untuk boleh menderita bagi Kristus:
1. Penganiayaan fisik seperti didera dan disesah.
2. Bahaya dalam perjalanan seperti banjir, karam laut, perampok dan perompak.
3. Kelelahan fisik karena kerja berat sehingga sering tidak tidur.
4. Minimnya sarana dan prasarana sehingga sering kelaparan, tanpa pakaian, kedinginan bahkan harus berpuasa.
5. Penderitaan karena Injil Allah, yaitu dikejar-kejar, ditangkap dan dipenjara.
6. Pelayanan dalam penggembalaan, ketika orang yang dilayani terjatuh atau tersandung kerohaniannya.

Kemegahan apa yang kita miliki karena Kristus?

Ada kesombongan rohani yang tanpa kita sadari seringkali mengintai orang Kristen. Ada yang merasa hebat karena sudah melayani sebagai majelis puluhan tahun, sudah mengajar jadi anak-anak sekolah minggu, jadi pendeta atau hamba Tuhan, sudah ikut pelatihan-pelatihan teologia dan sebagainya.
Ini memang baik sekali, namun janganlah menjadi kesombongan rohani.

Ada yang lebih parah lagi. Kesombongan karena sudah menyumbang untuk gedung gereja. Kesombongan karena ayahnya dulu yang mendirikan gereja tersebut, karena ayahnya yang mengurus ijin gereja sehingga bisa keluar dan lain sebagainya.

Itu semua memang baik untuk kemajuan gereja. Tetapi permasalahan utama terletak pada posisi kita dihadapan Tuhan. Hal-hal diatas seringkali memabukkan orang Kristen sehingga lupa siapa dirinya dihadapan Tuhan. Sehingga suka merasa lebih tinggi dari orang lain dan tanpa disadari akan sulit untuk tunduk dihadapan Tuhan.

Siapakah orang yang sudah ditebus oleh Yesus? Kita sesungguhnya hanya tertunduk didepan salib Tuhan. Kita mempunyai banyak sekali kelemahan dan Tuhan ingin memakai kita tanpa memperdulikan kelemahan kita. Tuhan memperlengkapi kita untuk tugas pelayanan yang diberikannya, sehingga sesungguhnya semua yang kita raih itu adalah karena Allah, untuk Allah dan hanya bagi Allah saja.

Ketika kita memandang salib Tuhan, sesungguhnya tiada satu apapun kekuatan yang kita punyai atau kelebihan yang bisa kita nyatakan didepan Yesus. Kita hanya tertunduk malu dan berkata: Tuhan Yesus, aku belum maksimal melayani Engkau.

Apakah kita bisa memujikan diri dihadapan salibNya?
Paulus berkata, aku akan bermegah dalam kelemahanku.
“If I must boast, I Will boast of the things that show my weakness.” – NIV
Kenapa? Karena dalam hal itulah kuasa Tuhan akan bekerja secara melimpah-limpah.

Puji Tuhan.

Banyak kesaksian Kristen yang mengutarakan penganiayaan yang mereka alami. “Saya bersyukur karena saya diludahi, dipecut, dipenjara dan lain sebagainya karena Kristus”, sudah jarang kita mendengar kesaksian yang demikian saat ini. Saya diusir dari rumah karena mau jadi hamba Tuhan, saya dibenci oleh keluarga karena sekarang masuk Kristen dan sebagainya. Kesaksian-kesaksian orang-orang Kristen yang menang atas penderitaan karena Kristus, itu sesungguhnya kemegahan kita yang sejati.

Tuhan Yesus, tolonglah saya untuk selalu bermegah bukan karena pencapaian-pencapaian yang hebat didepan manusia. Ijinkanlah hambamu merasakan kesulitan-kesulitan demi Engkau. Karena dengan itu, hambaMu boleh merasakan kuasaMu yang semakin berlimpah-limpah dalam hidupku. Terimakasih Tuhan, Amen.

Rabu, 20 Juni 2007

Terbalik

Bacaan: 2 Korintus 11:12-21a

Paulus dalam mengecam guru-guru palsu dan menarik jemaat Korintus supaya kembali kepada Kristus melakukan strategi yang berbeda kepada dua kelompok itu. Kepada guru-guru palsu, Paulus dengan keras menghardik mereka, sedangkan kepada jemaat Korintus bagaikan mengikuti pemikiran mereka untuk menyadarkannya.

Kepada pengajar-pengajar palsu, Paulus menyatakan sebagai berikut:
1. Paulus menutup kesempatan mereka untuk memegahkan diri atas jemaat Korintus.
2. Mereka yang melawan Paulus itu adalah: rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus.
3. Mereka itu adalah pelayan-pelayan Iblis yang menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran, karena Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang.

Kepada jemaat Korintus Paulus menegaskan sebagai berikut:
1. Paulus tidaklah bodoh seperti yang diutarakan pengajar-pengajar palsu tersebut kepada jemaat Korintus.
2. Sekalipun Paulus rela dianggap bodoh, namun kenapa mereka tidak menyadari bahwa mereka sesungguhnya juga begitu bodoh untuk menerima guru-guru palsu.
3. Paulus yang begitu kritis dianggap bodoh, bagaimana dengan jemaat Korintus yang dengan begitu saja mau diperhamba, dihisap, dikuasai, ditampar oleh pengajar-pengajar palsu. Mereka juga rela diangkuhi oleh guru-guru palsu itu. Itu adalah kebijaksanaan yang dimiliki jemaat Korintus.
4. Dalam hal diperhamba seperti itu, Paulus sangat lemah dan tidak bisa bertindak seperti jemaat Korintus untuk mau diperlakukan sama oleh guru-guru palsu itu.

Sama-sama keras, tulisan Paulus. Tetapi mempunyai efek yang berbeda.

Kepada guru-guru palsu Paulus dengan terang-terangan menyatakan siapa diri mereka itu. Kepada jemaat Korintus Paulus menggunakan pola pikir mereka untuk membukakan kebodohan mereka.
Paulus menyetujui pemikiran jemaat mengenai dirinya yang dianggap bodoh karena begitu kristis pemikirannya, tetapi kalau Paulus begitu bodoh, bagaimana dengan jemaat Korintus yang dianggap begitu “bijaksana” sehingga mau diperhamba, dikuasai, ditampar dan sebagainya. Mau disebut sebagai apakah jemaat Korintus itu?

Dalam menghadapi hidup juga hendaklah demikian. Kita seringkali bertemu dengan kondisi yang demikian. Ada yang memang sengaja untuk mengacaukan, ada yang memang karena tidak mengerti. Ada yang aktif dan ada yang pasif dalam pengertian kebenaran mereka.

Untuk yang bersifat untuk mengacaukan, memang Paulus bersifat demikian keras. Ini mirip dengan Yesus yang menghardik Petrus dengan sebutan “enyahlah engkau Iblis”. Sebutan yang demikian keras. Tetapi kenapa Yesus begitu pasrah ketika bertemu dengan orang-orang yang menganiaya Dia?

Saya coba perhatikan sebagai berikut: Kritikan keras Yesus selalu mengarah pada orang-orang yang sudah mengenal Kitab Suci. Mereka yang sudah belajar tetapi dengan pengertian yang salah. Sedangkan untuk orang-orang yang memang belum mengerti kebenaran karena memang belum belajar banyak mengenai hal itu, Yesus berkata: “Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”.

Disini kuncinya, pengertian akan kebenaran. Yang belum mengerti, tentu tidak tahu apa akibat perbuatannya. Sedangkan yang sudah mengerti akan kebenaran namun memutarbalikkannya, inilah yang selalu dikecam oleh Yesus.

Puji Tuhan atas pengertian ini.

Saya akan renungkan lebih lanjut khusus untuk menganalisa ajaran-ajaran yang berkembang selama ini dan bagaimana sebenarnya posisi orang-orang yang memang belum belajar banyak dan mengalami kebingungan atas simpang siurnya ajaran.

Aplikasi dalam hidup sekarang ini terjadi demikian. Banyak ajaran-ajaran yang benar dan bermutu tidak didengar. Tetapi dongeng-dongeng yang menidurkan pikiran, begitu disukai. Bahkan terjadi pemutarbalikan pemikiran. Yang baik dianggap sesat dan yang sesat dianggap baik. Kenapa bisa demikian? Karena tidak mau paham akan kebenaran sejati. Peniduran pikiran dan tidak terbukanya akan kebenaran yang sesungguhnya akan membahayakan sekali. Sulit memang merubahnya.

Contoh sederhana saja. Ketika rekan-rekan pelayanan saya ikut suatu kebaktian, mereka sulit untuk menentang ajaran yang kurang baik pengajarannya itu. Kami sering berdiskusi dan belajar alkitab bersama, namun ketika bertemu dengan kondisi-kondisi demikian, tetaplah sulit untuk menangkisnya. Paling rekan saya berkata: ini kurang benar, tidak sesuai dengan apa yang telah saya pelajari. Setelah kembali ke diskusi, mereka utarakan apa yang dialami, lalu kami bahas. Itu baru bisa memuaskan rekan saya tersebut.

Tidak mau belajar firman dengan sungguh-sungguh bagi saya sebenarnya adalah sama berbahayanya dengan yang mengabarkan firman yang tidak benar. Mereka sama-sama terjatuh.

Bagaimana dengan kita saat ini? Apakah kita hanya mau berdiam diri saja? Ataukah kita boleh berbagian seperti Paulus untuk “berperang” demi kebenaran? Kiranya Tuhan boleh memampukan kita untuk melakukannya. Amen.

Selasa, 19 Juni 2007

Penting dan tidak penting

Bacaan: 2 Korintus 11:1-11

Siapakah pusat pelayanan kita? Kristus atau hal-hal lahiriah? Inilah yang menjadi pegumulan Paulus kepada jemaat Korintus.

Perikop diatas dibagi dalam dua bagian, yaitu:
1. Kekhawatiran Paulus terhadap ajaran-ajaran dari pengajar-pengajar palsu.
2. Hal-hal lahiriah tidaklah menunjukkan kualitas atau kesejatian seseorang.

Pada bagian pertama, kekhawatiran itu dicuatkan melalui beberapa ekspresi:
+ Karena jemaat Korintus adalah hasil pelayanan Paulus, sehingga wajar saja kalau Paulus cemburu dengan pengajar-pengajar lain yang merampas hasil kerjanya. Kecemburuan ini bukanlah kecemburuan yang negatip, tapi kecemburuan ilahi.
+ Paulus takut pikiran mereka disesatkan dari kesetiaan mereka kepada Kristus.
+ Paulus meminta mereka berhati-hati terhadap ajaran mengenai Yesus yang lain, roh yang lain, Injil yang lain dari yang Paulus beritakan.
+ Paulus mungkin kurang pintar berkata-kata manis, namun pengetahuannya lebih dari cukup untuk jemaat Korintus mengerti.

Pada bagian kedua, hal-hal lahiriah hendaklah tidak menjadi acuan penting dan utama.
+ Umumnya pada jaman itu, seorang pengajar hidup dari jemaat yang dilayaninya. Paulus lain, dia tidak meminta uang kepada jemaat Korintus yang dibangunnya. Ini bertentangan dengan kondisi yang umum terjadi saat itu. Hal inilah yang dipakai untuk menjerat Paulus. Guru-guru palsu membangkitkan rasa tersinggung jemaat Korintus. Paulus mendapatkan dana untuk biaya operasionalnya dari Makedonia. Bukankah ini merendahkan jemaat Korintus? Paulus mengatakan itu bukanlah hal yang salah kalau ia merendahkan diri dengan tidak meminta dana dari jemaat Korintus untuk kebutuhan hidupnya.
+ Paulus dalam hidupnya mengusahakan, semaksimal mungkin boleh bekerja untuk menghindari dirinya menjadi beban bagi orang lain.
+ Paulus akan terus melakukan prinsip ini, yaitu tidak menjadi beban bagi orang lain dalam menginjili. Tuhan tahu sesungguhnya apa yang ada didalam hatinya.

Apa yang bisa kita pelajari dari perikop ini?
Adanya pebedaan mengenai hal-hal yang penting dan hal-hal yang tidak penting. Perbedaan pengertian antara hal-hal yang utama dengan yang tidak utama.

Bagi Paulus, hal-hal mengenai pemenuhan kebutuhan hidup dirinya, tidaklah terlalu penting. Tetapi bagaimana Injil diberitakan, itulah yang utama. Sedangkan bagi jemaat Korintus berlainan. Pemenuhan kebutuhan hidup pengajar-pengajar yang diberikan oleh jemaat itu, menjadi tanda bahwa seseorang itu adalah pengajar sejati. Ini berlainan sekali. Prinsip inilah yang ingin diajarkan oleh Paulus kepada jemaat Korintus.

Bagaimana dengan kondisi sekarang ini? Banyak pengajar-pengajar yang mengharapkan imbalan dari jemaat yang dilayaninya. Dengan sharing beban ini dan itu, maka ada harapan jemaat akan berkonstribusi dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Saya ingat akan seorang hamba Tuhan di gereja saya yang terdahulu. Beliau sharing tentang rumah kontrakan yang diberikan oleh jemaat. Bagaimana sebaiknya rumah itu direnovasi atau dibetulkan. Kurang sempurna ini dan itu serta sebagainya.

Tetapi banyak juga jemaat sekarang yang kurang peka akan kondisi para hamba Tuhan. Membiarkan mereka hidup dalam kesulitan. Memberikan uang transport yang bahkan pas-pas-an untuk transport dan makan siang mereka. Bagaimana para hamba Tuhan bisa berkhotbah dengan baik jikalau tidak ada dana untuk beli buku-buku rohani yang baik, kehidupan keluarganya yang berkekurangan dan sebagainya. Sehingga energi mereka hanya habis untuk mengurusi kekurangan tersebut dibandingkan untuk mengabarkan injil.

Bagaimana sebaiknya?
1. Fokuskan para hamba Tuhan untuk melayani dengan baik. Hati yang murni untuk melayani dan belajar yang sungguh, akhirnya akan meningkatkan kualitas mereka.
2. Secara tidak langsung akhirnya mereka bisa menggerakkan para jemaat melalui khotbah-khotbah. Saya percaya jemaat akan dengan sendirinya memberikan persembahan ucapan syukur kepada Allah.

Kesetimbangan ini bisa terjadi dengan satu syarat: Kristus menjadi pusat dari segala sesuatu. Para hamba Tuhan dan jemaat kiranya menjadi Kristus sebagai pusat dan otoritas tertinggi untuk menilai, mengajar dan mendidik serta tujuan dari segala pelayanan tersebut.

Ini tidaklah mudah. Perlu penyangkalan diri terus menerus untuk menjadikan Kristus sebagai pusat hidup kita. Tidak mudah, tapi bisa. Itu yang penting.

Senin, 18 Juni 2007

Bermegah

Bacaan: 2 Korintus 10:12-18

Sekali lagi, dalam perikop ini kita belajar surat Paulus kepada jemaat Korintus dengan cara yang khusus. Saya membagi perikop ini dalam beberapa bagian:
1. Memuji diri dengan ukuran diri sendiri, dimana pusatnya adalah diri sendiri (ayat 12).
2. Bermegah dengan kejujuran. Kerena bermegah pada batas-batas yang telah ditetapkan, bukan bermegah pada hasil kerja orang lain (ayat 13-15a).
3. Bermegah paling puncak adalah: Iman yang tumbuh akibat pemberitaan injil. Ini menyebabkan Paulus bisa punya kesempatan lebih besar untuk melayani ditempat yang lebih luas lagi (ayat 15b-16a).
4. Bermegah dengan kejujuran. Kerena bermegah pada batas-batas yang telah ditetapkan, bukan bermegah pada hasil kerja orang lain (ayat 16b)
5. Dipuji Tuhan. Bermegah dimana pusatnya adalah Tuhan (ayat 17-18).

Perikop diatas berbicara mengenai sekelompok orang (termasuk guru-guru palsu) yang memegahkan diri mereka atas pertumbuhan jemaat Korintus. Padahal sesungguhnya, itu adalah hasil kerja Paulus dan tim-nya dalam pemberitaan injil mereka.

Prinsip penting yang kita dapatkan adalah:

Bagian 1 dan 5, kita belajar bahwa ada sebagian orang yang memuji diri sendiri. Mereka bermegah dengan menjadikan diri sendiri sebagai pusat untuk mengukur segala sesuatu dengan ukuran diri sendiri. Ini adalah sebuah kesombongan. Setiap orang yang menjadikan dirinya menjadi pusat, sebenarnya ia sedang melawan Allah. Kenapa? Karena sesungguhnya Allah-lah yang harus menjadi pusat. Allah harus menjadi standart dan acuan manusia untuk hidup karena manusia dicipta oleh Allah adalah untuk mempermuliakan Allah. Adapun manusia sesudah jatuh dalam dosa, maka ukuran yang dipakainya menjadi tidak benar. Menjadikan diri sendiri pusat itu berarti mencuri kemuliaan Allah.

Bagian 2 dan 4, kita belajar ternyata ada sekelompok orang yang bermegah bukan karena hasil kerja mereka. Mereka bermegah atas hasil kerja orang lain yang mereka akui sebagai hasil kerja mereka. Wilayah kerja orang lain diakui sebagai hasil pelayanan sendiri. Ini artinya bermegah dengan penuh kebohongan. Lucu sekali!

Bagian 3, kita belajar untuk bermegah karena pertumbuhan iman orang yang kita layani. Juga dikarenakan melalui pertumbuhan iman itu, kita mempunyai kesempatan untuk boleh melayani lebih luas lagi. Jadi kita melayani suatu jemaat, maka pertumbuhan jemaat itu mengakibat kesempatan melayani ke tempat lain lebih luas lagi. Kita boleh bermegah atas hal ini. Maksudnya adalah bermegah karena injil berkembang.

Inti dari perikop 2 Korintus 10:12-18 adalah:

“Our hope is that, as your faith continues to grow, our area of activity among you will greatly expand, so that we can preach the gospel in the regions beyond you.” – NIV

Apa kesimpulan yang kita dapatkan dari perikop diatas mengenai bermegah?
1. Bermegah haruslah berpusatkan pada Allah.
2. Bermegah karena hasil kerja sendiri bukan karena hasil kerja orang lain.
3. Bermegah karena hasil pertumbuhan iman orang yang kita layani sehingga akhirnya memberi kesempatan pelayanan injil lebih luas lagi.

Apa inti yang bisa kita dapatkan? Bermegah karena Allah memperluas pelayanan injil.

Puji Tuhan.

Saya seringkali bermegah bukan pada tempatnya. Bermegah yang tanpa disadari menjadikan diri sendiri pusat. Akhirnya menimbulkan kesombongan. Menjadikan Allah pusat, itu adalah proses yang memang harus, saya dan saudara lakukan seumur hidup.

Saya seringkali bermegah untuk hasil kerja diri sendiri, tapi itu sebenarnya bukanlah hal yang tepat. Bermegah yang sesungguhnya adalah karena hasil kerja pelayanan kita bisa meluas, dan itu semua adalah karena Allah yang berkarya didalamnya.

Saya ingat perkembangan pelayanan di kampus saya. Ketika kuliah, tingkat 1 dan 2 dilayani. Kemudian tingkat 3 hingga tamat mulai ganti melayani junior. Setelah tamat, junior yang dilayani masuk ke gereja-gereja. Disana mereka melayani dan meminta saya untuk sharing, melayani di sana juga. Pelayanan awal di kampus, akhirnya bisa pelayanan di banyak gereja. Inilah yang harusnya menjadi tempat saudara dan saya bermegah, yaitu karena pelayanan kita semakin meluas. Saya seringkali lupa, bahwa saya harus bermegah karena Tuhan melakukan ini dan berkarya dalam hidup saya.

Sekarang sebagai perenungan: Bagaimanakah jangkauan pelayanan kita? Semakin menyempit, biasa-biasa saja, atau semakin meluas? Kiranya Tuhan boleh terus menguatkan kita, supaya api pelayanan terus berkobar-kobar demi kemuliaanNya. Tuhan, tolonglah kami. Amen.

Minggu, 17 Juni 2007

Ketaatan: bukti milik Kristus

Bacaan: 2 Korintus 10:1-11

Pada perikop ini kita belajar bagaimana melihat isi utama dari 2 Korintus 10:1-11. Saya membagi dalam tujuh bagian:
1. Paulus dituduh, keras dalam surat namun lemah bila berhadapan muka (ayat 1-2).
2. Paulus menjawab tidak menggunakan senjata duniawi, melainkan senjata Allah (ayat 3-4).
3. Paulus adalah milik Kristus (ayat 5).
4. Ketaatan kepada Kristus.
5. Paulus adalah milik Kristus.
6. Paulus menjawab menggunakan senjata Allah (ayat 8)
7. Paulus dituduh, keras dalam surat namun lemah bila berhadapan muka (ayat 9-11).

Apa inti perikop tersebut? Berdasarkan pembagian diatas, kita melihat bahwa ditengah-tengahnya adalah puncaknya atau intinya. Yaitu: Ketaatan kepada Kristus. Kita akan menganalisa lebih jauh lagi.

Bagian 1 dan 6, Paulus dituduh oleh orang-orang tertentu bahwa dia bersikap mendua. Kalau menulis surat, maka isinya demikian keras. Namun kalau berhadapan muka dengan muka tidaklah demikian. Sikapnya lemah, berbeda dengan isi suratnya. Paulus menjelaskan, ia tetap sama baik dalam suratnya maupun ketika bertemu muka.

Bagian 2 dan 5, Paulus menjawab, bahwa dalam menangani setiap masalah, ia tidak menggunakan senjata duniawi. Sebagaimana seharusnya orang bertindak dan melakukan segala sesuatu jika menghadapi apa yang Paulus hadapi saat ini. Paulus menggunakan senjata Allah.

Bagian 3 dan 5, Paulus menggunakan senjata itu dengan cara mematahkan siasat, merubuhkan keangkuhan, menawan setiap pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus. Paulus dan jemaat Korintus adalah milik Kristus.

Bagian 6, Paulus mengakhiri dengan ketaatan. Ketaatanlah yang menjadi akhir atau bukti dari seseorang itu sesungguhnya milik Kristus atau bukan. Saat ketaatan jemaat Korintus menjadi lengkap, Paulus akan menghukum setiap ketidaktaatan.

Bagaimana mengenai progress ketaatan jemaat Korintus?
1. Ayat 2Korintus 2:9, Paulus mengatakan bahwa maksud tulisannya untuk menguji jemaat Korintus apakah mereka taat dalam segala sesuatu.
2. Ayat 2Korintus 7:15, Paulus menuliskan bahwa ketaatan mereka semua telah ditunjukkan dengan menerima Titus.
3. Pada perikop ini (ayat 6), Paulus menunggu ketaatan mereka menjadi sempurna sehingga bisa menghukum yang tidak taat (guru-guru palsu).

“And we will be ready to punish every act of disobedience, once your obedience is complete” – NIV.

Perikop ini mengajarkan kita bahwa ketaatan kepada Kristus haruslah menjadi tujuan hidup kita. Ketaatan kita untuk mempermuliakan Allah sepanjang hidup kita didunia ini.
Paulus dituduh dengan tuduhan yang tidak-tidak. Dia menjawab dengan menyatakan, ketaatan Kristuslah yang menjadi bukti.

Puji Tuhan, untuk pengertian yang boleh Tuhan berikan.

Bagaimana kita bisa taat? Karena kita sudah menjadi milik Kristus. Allah sudah memperlengkapi kita, sehingga sudah menjadi kewajiban kita untuk boleh taat kepada Kristus.

Merenungkan makna ketaatan ini tidaklah mudah. Bagaimana saya menjawab tuduhan-tuduhan orang lain adalah dengan cara menunjukkan ketaatan kepada Kristus sebagai jawabannya. Memang paling sering kalau kita sudah di “cap” sebagai orang kristen, pelayan Tuhan dan sebagainya. Tuntutan mereka yang paling besar adalah melihat ketaatan kita kepada Kristus.

Saya ingat sekali akan seorang rekan pelayan. Dia punya pacar dan informasi yang saya dapatkan bahwa mereka kelewat mesra ditempat ramai, di mall misalnya. Saya utarakan kepada teman pelayanan tersebut, bahwa kita menjadi teladan bagi banyak orang. Termasuk anak-anak sekolah minggu yang dia didik dan orang-tua mereka serta jemaat lainnya. Hidup kita dinilai oleh mereka. Maka ketaatan kepada Kristuslah yang menjadi jawaban dari semuanya. Sebaiknya dia jangan menunjukkan sikap yang kurang berkenan dihadapan orang banyak. Dia menjawab bahwa itu adalah haknya. Saya katakan, sebagai pengikut Kristus kita wajib menjadi teladan bagi orang banyak karena hidup kita bukan menjadi milik kita lagi. Kita sekarang adalah milik Kristus.

Seringkali kita tidak taat kepada Kristus, kenapa? Karena kita seringkali juga lupa bahwa kita adalah milik Kristus, sudah ditebus dengan harga yang mahal. Kita seringkali merasa bahwa kita adalah milik kita sendiri.

Tuhan Yesus, ijinkanlah hambaMu ini boleh memiliki ketaatan yang sempurna, seperti Engkau taat sempurna kepada Bapa di sorga. Karena hambaMu ini bukan milik hamba lagi, tetapi milik Engkau. Terima kasih Tuhan Yesus, Amen.

Sabtu, 16 Juni 2007

Komitmen: menikmati perubahan

Bacaan: 2 Korintus 9

Pada perikop ini kita belajar mengenai satu hal penting, yaitu komitmen. Pelajaran ini diambil dari kasus jemaat Korintus. Mereka sudah berjanji untuk membantu jemaat yang miskin di Yerusalem. Proses itu sudah berjalan. Apa akibat dari komitment mereka itu?

Ada 3 hal penting.

1. Perubahan di luar.
Ketika jemaat Korintus mendeklarasikan kerinduan mereka untuk menolong jemaat di Yerusalem, maka ini memberikan hal positif bagi jemaat-jemaat lain disekeliling mereka. Jemaat Makedonia menjadi ikut tergerak menyumbang ke Yerusalem. Jemaat di daerah Makedonia ini diantaranya terdiri dari: jemaat Filipi, Tesalonika, Berea dan lainnya.

2. Perubahan di dalam.
Jemaat Korintus akan dipenuh kasih karunia Allah yang melimpahi mereka. Diperkaya oleh segala kemurahan hati sehingga memberi dengan sukarela tidaklah menjadi suatu kesulitan lagi. Allah akan melipatgandakan dan menumbuhkan buah-buah kebenaran. Mereka akan merasakan prinsip anugah dan keajaiban pemeliharaan Allah.

3. Tujuan akhir dari komitmen itu.
Yaitu ucapan syukur kepada Allah. Baik Jemaat Korintus, maupun jemaat lain yang tergerak atas komitmen mereka, juga termasuk jemaat Yerusalem yang mereka Bantu.
“Thanks be to God for his indescribable git!” – NIV, ini akan menjadi ucapan akhir dari semuanya itu.

Kadang kala kita lupa untuk berkomitmen kepada Allah. Seringkali kita tidak mau melakukannya. Saya melihat komitmen itu adalah sesuatu yang penting sekali. Kita memang belum bisa berkomitmen untuk banyak hal, namun setidak-tidaknya beberapa hal sederhana bisa kita lakukan.

Contoh yang saya lakukan adalah seperti tulisan ini. Saya berkomitmen kepada Allah, kiranya dimampukan untuk melakukannya. Setiap hari saya saat teduh, namun seringkali saat teduhnya jadi terburu-buru. Bahkan semakin lama semakin cepat dan kehilangan makna refleksinya. Hanya mencari poin-poin penting dari saat teduh tersebut. Lama-lama akan menjadi hambar juga atau kurang bergairah. Ini semuanya dimulai dari kemalasan dan waktu yang sempit serta pekerjaan yang melelahkan. Sehingga selalu merasa kekurangan waktu untuk saat teduh yang lebih baik.

Dulu sewaktu masih kuliah, saat teduh bisa sampai satu jam. Namun setelah menikah dan bekerja, itu menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Paling 5-10 menit, saat teduh sudah selesai. Lama kelamaan bisa bolong satu atau dua kali…., begitu seterusnya.

Komitmen akhirnya saya lakukan, dengan cara mempublikasikannya kepada orang banyak. Komitmen itu saya tuliskan dalam bentuk tulisan di blog ini, sehingga setiap orang bisa membacanya. Digereja juga saya utarakan, minimalnya bisa 4 tahun komitmen terus menerus saat teduh seperti ini. Puji Tuhan, itu menjadi kekuatan bagi saya juga. Bagi beberapa orang juga sudah merasakannya. Mereka mengucap syukur atas beberapa renungan yang boleh Tuhan ijinkan saya buat melalui saat teduh ini.

Akhirnya, nama Tuhan yang dipemuliakan. Pengenalan akan dia semakin hari semakin dalam yang akhirnya menimbulkan buah ucapan syukur yang tak terhingga kepada Allah.
Sekarang saya sudah hampir membuat seratus tulisan rohani. Dalam empat tahun, itu berarti sekitar seribu lebih tulisan rohani. Ini merupakan keajaiban anugrah Allah.

Sekarang ini, dalam kasih Tuhan Yesus, siapapun saudara yang berkesempatan membaca tulisan ini, saya menantang saudara. Bolehkah saudara bersama saya melakukan hal ini? Bolehkah saudara saya tantang untuk mempublikasikan saat teduh saudara juga melalui blog seperti ini?

Kiranya Tuhan Yesus memampukan kita, Amen.

Pelayanan yang terpenting

Bacaan: 2 Korintus 8:16-24

“For we are taking pains to do what is right, not only in the eyes of the Lord but also in the eyes of men” – NIV

Hati yang sungguh dihadapan Tuhan haruslah dinyatakan melalui tindakan dihadapan sesama supaya terlihat. Tindakan itu bukan hanya sehubungan pemberitaan firman saja, namun meliputi hal lainnya. Perikop ini merupakan aplikasi dari pernyataan diatas.

Paulus menunjukkan kesungguhannya dalam melayani Tuhan dengan cara menyatakan imannya tersebut melalui tindakan nyata kepada manusia. Paulus memilih beberapa orang untuk membantu Titus membawakan persembahan dari jemaat Korintus bagi jemaat di Yerusalem.

Bagaimana cara Paulus memilih orang-orang tersebut:
1. Orang tersebut haruslah mempunyai kesungguhan yang besar dalam melayani Tuhan.
2. Melakukan pelayanan dengan sukarela tanpa ada pamrih apapun.
3. Punya sifat terpuji di semua jemaat karena pekerjaannya dalam pemberitaan Injil.
4. Mendapatkan rekomendasi dari jemaat karena merupakan penunjukan atau pilihan dari jemaat.

Itu adalah kriteria yang Paulus berikan. Keseriusan dalam melayani Tuhan juga haruslah diaplikasikan dalam keseriusan menangani masalah. Seringkali timbul problema korupsi seperti yang sering terjadi di Indonesia ini. Bahkan orang tidak ragu-ragu lagi melakukan korupsi saat ini.

Seorang Kristen bukanlah seseorang yang hanya mempunyai tanggung-jawab dalam hubungan vertical dengan Allah. Namun hubungan vertikal itu haruslah terlihat bentuknya dalam hubungan horizontal. Setiap tindakan kita kepada sesama atau kepada alam ini adalah semata-mata tertuju untuk memuliakan Allah. Kita ditempatkan pada posisi kita untuk melakukan apa yang menjadi hukum Allah.

Tidak ada suatu tindakan apapun di dunia ini yang tidak berhubungan dengan Allah. Setiap perbuatan baik kita maupun dosa atau kesalahan yang kita lakukan, baik terhadap sesama, terhadap binatang maupun alam ini, sesungguhnya merupakan perlawanan terhadap Allah.

Kehidupan kita bagi sesama dan strategi kita untuk melayani sesama ataupun untuk menjaga supaya tidak terjadi penyalahgunaan, semuanya itu adalah semata-mata dan sesungguhnya tertuju kepada Allah.

- taking pains to do what is right – , kalimat ini menunjukkan keseriusan Paulus.

Merenungkan kalimat ini, saya tersadar. Seringkali lalai dalam melakukan tanggung-jawab horizontal. Termasuk didalamnya mencari orang-orang yang sungguh-sungguh didalam mengurus keuangan. Saya ingat sekali mengenai penanganan keuangan di tempat saya melayani. Saya menugaskan satu orang untuk memegang keuangan dan menugaskan orang lain untuk mengawasinya. Sejujurnya, saya kurang mau memfokuskan diri untuk itu. Seringkali fokus hanyalah firman dan firman saja.

Paulus punya kelengkapan yang baik sekali. Kuat dalam pelayanan Tuhan, juga serius mengurusi organisasi keuangan gereja. Paulus memilih dengan serius orang-orang pilihan untuk hal itu. Coba renungkan, mana yang lebih serius kita perhatikan, memilih pelayan untuk khotbah, atau pelayan untuk mengurus keuangan?

Tetapi juga seringkali terjadi sebaliknya, banyak gereja yang fokus hanya mengurusi keuangan gereja saja dan kurang perhatian terhadap misi firman Tuhan. Seringkali dalam program prosposal, pejabat gereja hanya mendiskusikan seberapa besar dana yang dibutuhkan. Fokus perhatiannya hanya terhadap pemakaian keuangan. Hal ini juga kurang bagus.

Kalau begitu, pelayanan apa yang paling penting? Tidak ada. Semuanya penting dihadapan Tuhan.

Puji Tuhan. Kita belajar hari ini, bahwa sesungguh semua kegiatan dan aktifitas kita adalah penting bagi Tuhan. Setiap hal kecil apapun yang kita lakukan, itu semua adalah semata-mata sebagai pelayanan kepada Tuhan untuk kemuliaanNya. Amen.

Kamis, 14 Juni 2007

Memberi adalah kesetimbangan

Bacaan: 2 Korintus 8:1-15

Paulus sekarang mulai melanjutkan akan makna pemberian dalam hal sumbangan ke Yerusalem yang sedang membutuhkan.

Kecaman dari guru palsu yang diarahkan kepada Paulus juga menyangkut perihal sumbangan ini. Untuk meluruskan hal ini, Paulus menggunakan gambaran dari jemaat Makedonia.

Bagimanakah kondisi jemaat-jemaat di Makedonia?
1. Mereka didera oleh pelbagai penderitaan, tetapi sukacita mereka meluap.
2. Mereka sangat miskin namun kaya dalam kemurahan.
3. Mereka memberikan melebihi kemampuan mereka.
4. Memberi dengan kerelaan bukan karena dipaksa. Bahkan jemaat di Makedonis yang “mendesak” untuk memberikan.

Sekarang Paulus membandingkan dengan kondisi jemaat Korintus dan harapannya bagi mereka:
1. Jemaat Korintus kaya dalam segala sesuatu, hendaknya kaya juga dalam pelayanan kasih ini.
2. Paulus tidak ingin memaksa mereka, namun ingin menguji keikhlasan mereka.
3. Jemaat Korintus telah memulai pelayanan ini sejak satu tahun yang lalu, hendaknya mengambil keputusan untuk menyelesaikannya dan tidak ditunda-tunda.
4. Memberilah dengan kerelaan sesuai dengan kemampuan mereka.

Apa dasar Paulus untuk meminta pelayanan kasih ini?
1. Kristus yang kaya menjadi miskin karena kita semua, agar kita yang miskin ini menjadi kaya.
2. Ini adalah untuk kesetimbangan, bukan supaya jemaat Yerusalem mendapatkan keringanan. Tetapi kelebihan kamu menutupi kekurangan mereka di satu sisi dan kelebihan mereka menutupi kekurangan kamu di hal yang lain.

Kalau begitu apakah dasar kita memberi? Karena teladan Kristus agar kita setimbang.
Coba bayangkan seseorang yang punya kaki satu, tentu jalannya tidak bagus. Tetapi kalau kakinya setimbang, maka jalannyapun akan baik.

Hidup kita penuh dengan ketidak setimbangan. Ada hal yang memang kita kurang disatu sisi, namun disisi lain kita mempunyai kemampuan lebih. Tuhan menginginkan kita setimbang.
Memberi bukanlah karena kita kasihan kepada orang lain, bukan juga karena kita ingin menolong dan membantu mereka. Tetapi lebih daripada itu. Memberi adalah suatu tindakan mengikuti teladan Kristus didunia ini agar terjadi kesetimbangan.

Kesetimbangan bukan mempunyai arti sama. Uangnya sama banyak, barangnya sama banyak, jumlah anaknya juga sama banyak dan sebagainya. Bukan setimbang seperti itu yang dimaksud. Kalau itu adalah sama rata. Prinsip sama rata ini malah mengerikan sekali.

Setimbang adalah: Mempunyai perbedaan masing-masing yang saling memberikan apa yang berlebih dari mereka supaya terjadi keharmonisan. Yang pintar hendaklah berkonstribusi dalam kepintarannya. Yang kaya hendaklah berkonstribusi dalam kekayaannya, dan seterusnya.

Setimbang adalah seirama dalam perbedaan. Yang satu tidak merasa lebih dari yang lain. Seirama artinya mempunyai keharmonisan. Bagaikan sebuah orkestra, maka peran masing-masing akan menyumbangkan keharmonisan.

Puji Tuhan.

Saya ingat pesan dari orang-tua. Kalau engkau kekurangan, maka berikanlah dulu perpuluhan pada gereja. Bantu orang lain semampumu. Lalu mintalah dalam doa apa yang menjadi pergumulanmu kepada Tuhan. Kalau saya renungkan, ini mirip sekali dengan prinsip kesetimbangan ini. Tuhan akan memenuhi apa yang merupakan kekurangan kita, tetapi kelebihan kita hendaknya dibagikan kepada orang lain.

Rabu, 13 Juni 2007

Dukacita membawa kemenangan

Bacaan: 2 Korintus 7:8-16

Kali ini kita belajar dukacita dalam bentuk yang lain.

Paulus menuliskan beberapa pergumulannya sehubungan dengan surat yang pernah dahulu disampaikannya kepada jemaat Korintus dan kabar yang ia terima dari Tirus.
1. Paulus pernah menyesalkan tulisan suratnya kepada jemaat Korintus, karena itu menyedihkan hati mereka dan membuat dukacita bagi mereka.
2. Tetapi sekarang Paulus malah bersukacita, karena ternyata dukacita jemaat Korintus itu mendatangkan pertobatan.
3. Dukacita menurut kehendak Allah mendatangkan pertobatan. Dukacita dari dunia ini sebaliknya.
4. Pertobatan jemaat Korintus itu sungguh-sungguh terjadi.
5. Itu terbukti dari sambutan mereka terhadap Titus.
6. Paulus akhirnya bisa mempercayai kemurnian iman mereka.

Saya sangat tertarik atas tulisan Paulus berikut ini:

“Godly sorrow brings repentance that leads to salvation and leaves no regret, but worldly sorrow brings death.” – NIV

Ini berarti beberapa hal penting:
1. Setiap dukacita orang Kristen akan membawa pertobatan.
2. Dari pertobatan akan memimpin kepada keselamatan.
3. Semua proses itu adalah proses yang baik dan tidak akan pernah disesalkan.

Tetapi selain hal itu ada dukacita dari dunia ini:
1. Dukacita itu tidak membawa kepada pertobatan.
2. Lalu memimpin kepada kematian.
3. Akhirnya hanya ada penyesalan seumur hidup.

Saya terus bertanya-tanya, apakah selama ini dukacita saya itu berakhir penyesalan atau tidak?
Kalau penyesalan, itu berarti tidak ada pertobatan. Kalau tidak disesalkan, itu berarti ada hal positip yang kita pelajari dari pertobatan kita itu.

Saya ingat sejarah hidup John Newton.

Dilahirkan tahun1725. Ayahnya seorang nahkoda laut; ibunya seorang Kristen yang mengajar anaknya tentang Tuhan Yesus. Sayang sekali ibunya yang tercinta itu meniggal pada saat John baru berumur tujuh tahun.
Umur 11 tahun ikut ayahnya berlaut. Pengaruh kelasi yang kasar dan bejat moralnya, sangatlah berpengaruh pada anak keci ini. Ia menjadi bocah yang bandel.
Akhirnya ia jadi pelaut yang hidupnya sama seperti pelaut lainnya. Ia bahkan ikut memperjualbelikan sesame manusia. Bahkan menjadi nahkoda atas kapal yang memperdagangkan manusia.
Akhirnya ia ingat akan didikan ibunya dan bertobat. John Newton menjadi seorang pendeta yang mengabarkan injil hingga akhir hidupnya.

Pergumulan yang demikian berat, dari seorang penjahat yang pernah melarikan diri dari satu kapal ke kapal lain, hingga akhirnya bertobat menjadi seorang pendeta.

Itu adalah dukacita yang mendalam dari seorang manusia. Dukacita yang membawa pertobatan itu akhirnya menghasilkan sebuah lagu yang sangat terkenal di seluruh dunia.

Amazing Graze!
How sweet that sound
That saved a wretch like me
I once was lost, but now am found;
Was blind, but now I see.

Siapakah yang tidak mengenal lagu itu? Itu adalah lagu dukacita yang berakhir kesalamatan, bukan kematian. Itu menjadi perjalanan hidup yang tidak akan pernah menjadi akhir yang penuh penyesalan. Tetapi akhirnya adalah sukacita dan pujian bagi Allah.

Puji Tuhan.

Engkau sedang berdukacita saat ini? Kalau iya, ingatlah! Allah membuat itu untuk perubahan hidup yang lebih baik lagi. Supaya engkau semakin berkenan kepada Allah. Lihatlah, apa yang sedang engkau pelajari dibalik semua itu. Lalu berbaliklah dan jadikan itu suatu kemenangan bagi Allah.

Soli Deo Gloria.

Selasa, 12 Juni 2007

Sukacita pelayanan

Bacaan: 2 Korintus 7:2-7

Perikop ini berbicara beberapa hal mengenai hubungan Paulus dan jemaat yang dilayaninya.
1. Paulus tidak pernah merugikan jemaat yang dilayaninya dan tidak pernah memanfaatkannya bagi kepentingan diri sendiri.
2. Jemaat Korintus punya tempat dihati Paulus, sehingga bagaikan sehidup semati dengan mereka.
3. Paulus didalam penderitaan pelayanannya, boleh bermegah dengan keberadaan jemaat Korintus.
4. Dalam kesulitannyapun ia terhibur oleh tiga hal: pertama, Allah menghiburkannya; kedua, kedatangan Titus; ketiga, kabar baik mengenai jemaat Korintus yang membela Paulus.

Saya tertarik dengan tiga penghiburan yang dialami Paulus, sehubungan dengan pelayanannya:

1. Penghiburan dari Allah. Perikop ini menjelaskan, bahwa Allah menghiburkan orang yang rendah hati. Paulus menggabungkan antara penderitaan pelayanannya dengan sikap rendah hati. Inilah yang akan mengakibatkan penghiburan dari Allah.
2. Penghiburan karena boleh bertemu dengan anak rohaninya, Titus. Perpisahan yang dialami Paulus dan Titus adalah dalam rangka tugas pelayanan yang diberikan Paulus untuk mengetahui keberadaan jemaat Korintus. Paulus yang berencana bertemu di Troas, ternyata tidak kesampaian. Akhirnya Paulus melanjutkan ke Makedonia yang mempertemukannya dengan Titus.
3. Penghiburan karena mendapatkan hasil yang positif, yaitu bahwa jemaat Korintus menerima Titus dengan baik dan mereka bersungguh-sungguh dalam membela Paulus.

Kadang kala kita begitu berat dalam hidup karena beban pelayanan yang demikian menghimpit. Banyak yang tidak menghargai keputusan pelayanan yang dibuat. Belum lagi keluarga dan orang lain yang mencemooh. Karena dalam melayani Tuhan, tentu lebih banyak pengeluaran secara finasial dibandingkan dalam pekerjaan mencari kehidupan. Banyak orang yang cenderung melayani dalam bidang pekerjaan sehari-hari dibandingkan pelayanan secara khusus di gereja.

Saya juga mengalami hal tersebut. Ketika melayani sebagai guru sekolah minggu dan bekerja di kantor pada saat yang bersamaan, amatlah melelahkan. Pergi pagi, pulang sore bahkan lembur untuk menyelesaikan target-target perusahaan. Sabtu-minggu yang seharusnya merupakan hari libur, malahan lebih berat lagi, yaitu melayani di gereja sebagai pengurus.

Seringkali tidak punya waktu lagi untuk menambah ilmu dibidang pekerjaan. Rekan-rekan kantor, banyak yang terus menambah skil dan kemampuan pada malam hari atau pada hari-hari libur mereka. Saya sibuk melayani di waktu-waktu libur.

Pernah saya bertanya-tanya. Tuhan, kalau saya sulit punya waktu untuk belajar ilmu saya, bagaimana bisa menyaingi mereka? Bagaimana saya bisa menjadi saksi dalam bidang yang saya tekuni?

Memang berat menghadapi pergumulan demikian. Betul tulisan Paulus pada surat ini. Allah akan memberikan penghiburan. Seperti ada kekuatan yang besar hingga tidak terasa letih dan lelahnya.

Penghiburan yang terbesar adalah melihat hasil pelayanan. Murid yang dulu diajar di sekolah minggu, sekarang sudah melayani bersama. Belum lagi melihat perkembangan anak-anak sekolah minggu yang sedang digarap. Semua itu memberikan penghiburan dan kekuatan. Belum lagi di pemuda. Banyak perubahan karakter dari pemuda yang saya lihat. Bisa merasakan bagaimana menangis bagi mereka, sukacita karena teman guru sekolah minggu terus berkembang study dan

Ketika saya renungkan, itu semua adalah berkat dari Allah. Mempunyai kesempatan melayani Tuhan dalam pelayanan di kantor dan gereja secara bersamaan adalah anugrah yang besar. Saya percaya, tidak banyak yang Tuhan boleh berikan kesempatan seperti itu. Saya termasuk yang beruntung.

Saya tidak merasa rugi, tetapi sangat beruntung.

Tuhan bahkan boleh memperlengkapi saya untuk pendidikan yang lebih tinggi lagi. Banyak rekan kuliah saya yang tidak bekesempatan untuk melanjutkan studi.

Ketika Tuhan melatih kita dalam pelayanan, maka Ia akan menghibur kita. Buah pelayanan kita akan menjadi perayaan sukacita didalam hati.
Allah tidak pernah mengecewakan hambaNya.

Apakah engkau sedang bergumul dalam pelayananmu melalui pekerjaan sehari-hari? Apakah engkau belum melayani di gereja saat ini? Tambah pergumulanmu. Layanilah Tuhan di gereja. Engkau akan mengalami sukacita yang belum pernah engkau rasakan saat ini.

Senin, 11 Juni 2007

Tulang dan daging

Bacaan: 2 Korintus 6:11-7:1

Perikop ini, Paulus berbicara keras sekali terhadap jemaat Korintus. Pada titik ini, Paulus sudah menggabungkan antara kasih dan disiplin. Kasihnya adalah terhadap jemaat Korintus dan disiplinnya untuk membedakan antara pengajar yang benar dan pengajar palsu.

Banyak guru-guru palsu di Korintus yang menghasut mereka untuk tidak lagi mempercayai Paulus. Tidak ada lagi cinta Paulus bagi jemaat Korintus, begitulah ungkapan mereka.

Bagaimana Paulus menghadapi hal ini?

Paulus membedakan dirinya dengan guru-guru palsu. Paulus juga meminta supaya jemaat Korintu menghindari mereka. Paulus menggunakan ungkapan dan contoh-contoh sebagai berikut:
1. Janganlah merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya.
2. Tidak ada persamaan antara kebenaran dan kedurhakaan.
3. Tidak ada persamaan antara Kristus dan Belial (iblis).
4. Tidak ada bagian bersama antara orang-orang percaya dan orang-orang yang tidak percaya.
5. Tidak ada hubungan antara bait Allah dan berhala.

Terakhir, Paulus mengutip ayat-ayat perjanjian lama, bagaimana Allah meminta umat Israel agar memisahkan diri dari mereka yaitu berhala-behala yang tidak berkenan kepada Allah. Dengan demikianlah mereka bisa menjadi anak-anak Allah.

Keras sekali ucapan Paulus pada perikop ini. Ia mengilustrasikan guru-guru palsu sebagai orang tidak percaya, durhaka, pengikut Belial, penyembah berhala. Paulus mengilustrasikan jemaat Korintus yang sudah ditebus sebagai pengikut kebenaran, pengikut Kristus, penyembah Allah.

Saya kurang mengerti kenapa Paulus begitu keras pada perikop ini. Tetapi saya belajar satu hal, tidak ada kompromi dalam hidup melayani Tuhan.

Bagaimana dengan perkataan Yesus, bahwa kita hidup bagaikan domba ditengah serigala?
Bagaimana kita bisa memisahkan diri?
Bukankah amanat agung meminta kita untuk menginjili dan masuk ke tengah-tengah mereka?

Saya melihat ada dua hal penting:
Pertama, hidup secara pribadi yang mengkhususkan diri bagi Allah dan tidak tercemar.
Kedua, dalam hidup yang seperti itulah kita bersaksi didunia ini.

Ini bagaikan tulang dan daging.

Tulang tersembunyi didalam dan terpisahkan dengan alam sekitar. Ia bersifat keras, tidak berkompromi. Daging menutupi tulang tersebut. Coba kita terluka yang dalam sehingga tulangnya kelihatan. Sentuhlah tulang itu, pasti terasa ngilu sekali. Kenapa? Karena memang tulang tidak boleh berkontaminasi dengan dunia luar.

Bagaimana dengan daging? Daginglah yang berkontak dengan dunia luar. Daginglah yang mempunyai syaraf-syaraf yang merasakan sensitifitas. Daging membuat kita bisa berhubungan dengan siapa saja, bergandengan tangan, bersalaman dan sebagainya.

Tapi coba perhatikan, tulanglah yang menegakkan daging. Coba tidak ada tulang, maka daging tidak bisa melakukan apapun juga.

Saya melihat perikop hari ini berbicara mengenai tulang. Amanat agung itu berbicara mengenai daging.

Tulang keras didalam, namun daging lembut diluar. Demikian juga dengan hidup kita. Prinsip iman kita begitu keras didalam, namun dalam mensosialisasikannya dengan orang lain dilakukan dengan lemah lembut. Ini penting sekali.

Banyak orang saat ini yang berkompromi. Ada yang supaya aman dalam perkerjaan, mempunyai dua KTP. Satu KTP Kristen dan satu lagi KTP muslim. Kenapa? Supaya diterima didalam pekerjaan dan dipermudah dalam pekerjaan.

Ada juga orang Kristen yang sulit bergaul didunia luar. Hidupnya hanya didalam lingkungan Kristen saja. Pergi ke kantor, terus kerumah dan pelayanan di gereja. Jarang aktivitas di kantor maupun di tetangga, hanya sibuk ke gereja dan pelayanan disana.

Kedua hal ini bukanlah pilihan orang Kristen. Kita harus berbaur dan menjadi terang bagi sekeliling kita namun juga tidaklah kehilangan iman kekristenan kita.

Apakah bisa? Tentu bisa.
Darimana memulainya? Dari perikop ini, yaitu mengkhususkan diri bagi Tuhan terlebih dahulu. Mempunyai prinsip kebenaran yang sejati terlebih dahulu. Tuhan kemudian akan memperlengkapi kita untuk setiap tugas pelayanan kita.

Pertanyaannya? Sudahkah kita mempunyai iman yang sungguh dan memisahkan diri dari konsep-konsep dunia yang tidak benar ini?

Tuhan…, tolonglah kami.

Minggu, 10 Juni 2007

Menelan

Bacaan: 2 Korintus 6:1-10

Perikop ini berbicara mengenai totalitas seorang pelayan. Apa dan bagaimana pelayanan Paulus didunia ini?
1. Paulus memulai pelayanannya dengan konsep bahwa pelayanan dimulai oleh kasih karunia Allah yang telah memberikan keselamatan.
2. Karena kasih karunia itulah Paulus bertindak untuk tidak menjadi sandungan bagi orang lain.
3. Paulus siap dan rela menanggung kesulitan. Yaitu kesabaran menanggung penderitaan, kesesakan, kesukaran, dalam penjara, huru hara dan sebagainya.
4. Paulus tidak menggerutu, bahkan berdisiplin seperti berjaga-jaga dengan doa dan puasa.
5. Paulus mengalami secara bersamaan: penipu dan dipercayai, dihina dan dihormati, tak terkenal namun terkenal, nyaris mati namun sungguh hidup, dihajar namun tidak mati, berdukacita namun senantiasa bersukacita, miskin namun kaya, tak bermilik yang memiliki segala sesuatu.

Apa yang saya dapatkan?

Paulus dalam hidupnya mengalami kasih karunia Allah yaitu keselamatan. Itu memberinya kekuatan untuk tidak menjadi batu sandungan, tahan menderita, dan berdisiplin dalam doa puasa. Akhirnya Paulus mampu untuk menanggung bersama-sama dua hal yang kontradiksi dalam hidupnya.

Hidup seorang Krsiten yang sejati sesungguhnya akan menikmati dua hal yang berlawanan sebagai suatu paket yang menyatu.

Siapakah yang mau susah dan menolak kesenangan?
Siapakah yang mau sedih dan menolak gembira?
Siapakah yang mau mati dan menolak hidup?
Siapakah yang mau miskin dan menolak kaya?
Dan seterusnya, masih banyak daftar panjang lainnya.

Paulus tidak dalam keadaan memilih salah satu. Paulus “menelan” keduanya sekaligus.

Bagaimana bisa?
Saat sedih, saat itu juga gembira.
Saat miskin, saat itu juga kaya.
Saya menderita, saat itu juga senang.

Miskin ya miskin. Kaya ya kaya. Kedua hal ini pasti berbeda, semua orang juga tahu.
Lapar ya lapar, kenyang ya kenyang. Keduanya juga berbeda, siapapun juga pasti tahu.

Kalau begitu apa maksud Paulus?

Itu semua dimulai dari kasih karunia yang membawa keselamatan. Kemanakah arah hidup kita akibat keselamatan yang kita alami? Ke sorga bersama-sama dengan Allah.

Sekali lagi, Paulus menggabungkan antara hidup di kesementaraan dan hidup didalam kekekalan. Paulus sadar bahwa kesementaraan itu berada didasar kekekalan. Saat Paulus hidup di dunia, ia menggabungkannya.

Apakah kehidupan di sorga?
Tidak ada dukacita, tidak ada air mata, tidak ada kemiskinan, tidak ada kelaparan dan seterusnya. Hal-hal yang demikian tidak lagi dialami di Sorga. Bagaimana kenikmatan di sorga? Kalau engkau dan saya masih bisa membayangkannya, itu belumlah sorga. Kenikmatan yang tidak bisa kita bayangkan didunia ini, itulah suasana sorga yang sesungguhnya.

Bagaimana kehidupan di dunia?
Dosa merajalela dimana-mana. Kuasanya menjerat banyak orang. Bumi menjadi terkutuk dan menekan manusia yang ada didalamnya. Kelaparan, kemiskinan, penderitaan, itu semuanya akan kita alami.

Paulus sadar, ia sekarang sudah mengalami kasih karunia Allah, sehingga suasana sorgawi sudah dirasakannya saat ini. Paulus hidup didunia ini, namun pandangannya sudah melihat ke sorga, kepada Allah. Paulus tidak lagi melihat sekelilingnya, namun mengarahkan pandangan matanya menuju kekekalan bersama dengan Allah.

Paulus bisa menghadirkan dan merasakan suasana sorga dalam kekekalan. Paulus membawa dalam hidupnya di dunia ini.

Karena Paulus tahu, hidup yang kekal di sorga, maka kematian di dunia ini menjadi tidak berarti. Paulus tahu kekayaan sorgawi yang dimilikinya sehingga kemiskinan didunia ini menjadi tidaklah lagi berarti. Paulus tahu bahwa Allah mempercayainya pelayanan ini sehingga kalaupun orang mengganggapnya penipu, itu tidaklah menjadi masalah.

Puji Tuhan untuk pengertian ini.

Ada pergumulan saya dan istri dalam hidup ini untuk bisa lebih sejahtera. Ingin punya rumah yang bagus, kendaraan yang bagus, keluarga yang sejahtera dan sebagainya.

Apakah itu memungkinkan?

Apakah itu boleh diraih?

Saya belajar satu hal, bahwa kekayaan dan kemiskinan menjadi satu. Penderitaan dan sukacita menjadi satu ketika kita berada didunia ini.

Poin penting yang saya dapatkan adalah: Baik kaya maupun miskin, hati kita tidak terpengaruh. Baik suka maupun duka, hati kita tetap tidak bergeser. Kita tetap stabil memandang kepada Allah.

Ada seorang teman yang begitu sinis dengan kekayaan. Pada pemikirannya, kalau kaya pasti berbuat dosa.
Ada juga kawan yang begitu kecewa dengan kegagalan. Sulit untuk naik pangkat karena status agamanya, membuat ia mulai patah semangat.

Saya melihat Paulus menelan keduanya. Kasih karunia Allah membuat kedua hal yang betentangan itu tidaklah menjadi pilihan lagi.

Bukan kaya atau miskin, bukan senang atau derita, bukan lagi hidup atau mati. Tetapi semuanya adalah kasih karunia didalam Kristus.

Kristuslah sekarang yang menjadi pusat hidup kita. Bukan diri kita lagi.

Tuhan Yesus, tolong saya supaya baik kaya maupun miskin tidaklah lagi mempengaruhi hati dan jiwaku. Baik suka maupun duka, senang maupun susah tidak lagi menjadi pilihan dalam hidupku. Ijinkan saya seperti Paulus yang tidak terikat oleh kaya maupun senang, namun boleh menelan keduanya. Terimakasih Tuhan. Amen.

Sabtu, 09 Juni 2007

Takut dan keberanian

Bacaan: 2 Korintus 5:11-21

Dalam perikop ini kita belajar beberapa hal penting.

1. Paulus mengerti arti takut akan Tuhan. Karena itu hati Paulus nyata atau terlihat bagi Allah dan sesama.
2. Itu disebabkan karena Paulus sudah ikut dalam kematian Kristus dan kebangkitanNya juga.
3. Berarti Paulus sudah mengalami ciptaan baru didalam Kristus.
4. Allahlah yang mengadakan pendamaian itu melalui Kristus.
5. Karena itu semua Paulus mempunyai otoritas untuk untuk menasihati jemaat Korintus, “dalam nama Kristus, Kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah”.

Dimulai dengan takut akan Allah, diakhiri dengan keberanian untuk menasihati.

Puji Tuhan.

Apa dasar kita untuk menasihati orang lain?

Apa dasar kita untuk menginjili orang lain?

Yaitu takut akan Tuhan. Ini berarti adanya perubahan pada diri sendiri terlebih dahulu. Hidup jadi terbuka dihadapan Allah dan sesama. Ini mencerminkan kehidupan baru sebagai ciptaan yang baru didalam Kristus.
Ini akan memberikan kita otoritas untuk menasihati, meminta orang lain bertobat dan sebagainya.

Saya melihat, kita memang sulit untuk punya keberanian untuk menyatakan Kristus pada orang lain, kenapa? Karena memang hidup kita belum berubah. Perubahan yang sesungguhnya itu haruslah kita alami dahulu. Kita perlu bertanya, apakah saya sudah sungguh-sungguh diciptakan baru dalam Kristus? Kalau iya, maka hidup kita akan terbuka dan punya kekuatan untuk menasihati orang lain.

Dalam dunia kerja, seringkali kita sulit untuk menginjili orang lain, bahkan kita tidak ada bedanya dengan hidup orang dunia ini pada umumnya.

Kita harus berubah, dimulai dari diri sendiri. Mulailah takut akan Tuhan. Setiap orang yang belum diciptakan baru dalam Kristus, akan sulit untuk merasakan arti takut akan Tuhan. Mereka yang sungguh-sungguh lahir barulah yang benar-benar mengerti takut akan Tuhan.

Kemudian, perubahan itu harus kita tunjukkan kepada orang lain dengan perubahan sikap, tingkah laku serta pola pikir kita didunia ini.

Hidup jujur, disiplin, kerja keras, itu semua tidak bisa dibohongi dan ditutupi. Itu semua terbuka dan dapat dibaca oleh semua orang. Kita bekerja di kantor atau dalam setiap aktifitas kita, seperti bekerja kepada Allah. Kita berdisiplin dalam hidup seperti seakan-akan Allah ada disamping kita melihat dan memperhatikan hidup kita. Adanya suatu pengertian yang benar, bahwa hidup kita sedang diperhatikan, diajar, dididik, dilihat langsung oleh Allah. Karena tidak ada sesuatu apapun yang tertutup bagi Allah. Tidak ada satu tempat apapun yang kita bisa bersembunyi, karena Allah terang adanya.

Bagaimana memulainya? Dengan takut akan Tuhan. Itu akan memberikan otoritas bagi kita untuk menasihati atau membawa orang lain kepada Kristus. Puji Tuhan.

Apakah takut akan Tuhan sudah ada dalam diriku?
Tuhan, tolonglah saya.

Jumat, 08 Juni 2007

Memandang dari kekekalan

Bacaan: 2 Korintus 4:16-5:10

Merenungkan perikop ini, kita diajak memandang dari sudut kekekalan. Ketika Paulus menderita didalam kesementaraan, itu tidaklah berarti dibandingkan dengan apa yang akan diterima dalam kekekalan.

Apa yang Paulus alami dalam hidup didunia ini?
1. Tubuh lahiriah semakin merosot tapi tubuh batiniah semakin diperbaharui.
2. Pederitaan berat didunia ini hanyalah ringan dibandingkan dengan kekekalan.
3. Kemah didunia ini hanya sementara. Di sorga, Allah sudah menyiapkan tempat kediaman bagi setiap orang percaya.
4. Tubuh lama ini menanggung segala beban kita di dunia yang fana ini. Namun Allah memberikan Roh Kudus sebagai jaminan untuk segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita di sorga.
5. Jadi, walaupun memakai tubuh lama yang fana ini, kita tetap juga harus memuliakan Tuhan.

Puji Tuhan untuk perikop hari ini.

Menyoroti bacaan diatas, saya coba merenungkan dari kacamata kekekalan. Karena memang Paulus paling sering memandang dari sudut kekekalan atau dari eskatologi.

Kita hidup dalam kekekalan. Berapa sih nilainya 60-70 tahun dalam sudut pandang kekekalan?
Tidak ada nilainya.

Coba saja kekekalan+10 dengan kekekalan+1000, mereka bernilai sama, yaitu kekekalan. Nyaris tidak ada bedanya.

Sama seperti Rp1 dibandingkan Rp10. Mereka berbeda 10x lipat. Coba bandingkan keduanya dengan Rp100jutaTriliun. Nyaris tidak ada bedanya Rp1 dan Rp10 dihadapan Rp100jutaTriliun.

Apalagi dibandingkan dengan kekekalan. Ini tidak ada artinya.

Itu sebabnya, hidup didunia haruslah memandang keatas, kesorga, kepada kekekalan. Itulah harta tak ternilai yang sudah disiapkan bagi kita.

Jadi kesulitan 60-70 tahun tidaklah berarti didalam sukacita kekekalan.

Seringkali kita mengeluh didunia ini. Kita kesulitan akan mencari uang buat kebutuhan hidup, kesulitan untuk mempunyai rumah sendiri dan lain sebagainya.

Seringkali kita dibuai oleh kesulitan-kesulitan yang ada sehingga membuat kita hanya melihat kepada kesulitan. Kita seringkali lupa melihat kepada Dia yang di sorga didalam kekekalan.

Jangan lupakan harta sorgawi yang telah Allah sediakan bagi saudara dan saya yang telah sungguh-sungguh percaya padaNya.

Saya jadi ingat cerita mengenai rajutan kain. Kalau dari bawah kita melihat, jelek sekali betuknya. Tapi kalau dari atas kita melihat, sangat bagus dan menawan. Allah sedang merenda kehidupan saudara dan saya.

Serupa juga dengan penerangan di rumah kita. Coba naiklah ke loteng dan masuklah kedalamnya. Lihat, bagimana sirkuit kabel yang malang melintang dari satu tempat ke tempat lainnya. Tempat itu begitu kotor dan berdebu. Itu karena kita melihat dari dalam situasi kita, yaitu didalam loteng itu. Cobalah pandang dari luar loteng, kita akan melihat lampu-lampu yang indah memancarkan terang, menerangi rumah di malam gelap. Itulah kita yang sesungguhnya.

Di dalam loteng yang fana ini, kita merasakan kesulitan yang luar biasa. Namun dari luar, semua yang kita alami akan memancarkan keindahan yang luar biasa.

Itulah arti seorang Kristen. Dia harus memancarkan kemuliaan Allah.

Dalam pandangan kekekalan, kesulitan kita tidaklah berarti.

Cobalah sejenak, lihatlah diri kita dari luar loteng. Lihatlah diri kita dari sisi atas rajutan kain. Lihatlah diri kita dari sudut pandang kekekalan. Lihatlah dari sudut pandang Allah di sorga.

Sejenak renungkan!

Apa yang kita alami saat ini tidaklah ada artinya.
Karena itu, dalam waktu yang singkat didunia ini, biarlah kita terus memancarkan terang Kristus.

Segala puji, hanya bagi Tuhan.

Kamis, 07 Juni 2007

Bejana tanah liat

Bacaan: 2 Korintus 4:7-15

Pada zaman kisah para rasul, sudah menjadi kebiasaan umum untuk menyembunyikan perhiasan yang mahal di tempat yang tersembunyi. Umumnya mereka menyimpan didalam bejana tanah liat, sesuatu yang jelek dan tidak menarik perhatian.

Dengan latar belakang inilah, Paulus menuliskan perikop ini.

Ada beberapa hal yang kita pelajari:
1. Injil yang tidak ternilai harganya berada dalam diri pelayan perjanjian baru. Kemuliaan itu terletak pada Injil, bukan pada pribadi setiap orang. Karena kita ini adalah bejana tanah liat yang tidak berharga namun Tuhan pakai untuk menyimpan harta yang tak ternilai, yaitu injil.
2. Kesulitan yang dialami tidak menjadi masalah, karena memang bejana tanah liat berfungsi untuk hal-hal yang demikian. Jadi, penderitaan, aniaya, sengsara adalah bagian yang memang harus dipikul.
3. Kematian dan maut menjadi bagian kita, tetapi saat yang bersamaan juga, kehidupan Yesus menjadi nyata dalam hidup kita.
4. Karena itulah, iman kita yang mendahului tindakan penyebaran injil dan memampukan kita untuk bertahan dalam kesesakan.
5. Kematian menjadi tidak masalah, karena akan ada kebangkitan yang menghidupkan baik kita yang memberitakan injil maupun mereka yang menerima injil akibat pelayanan kita.
6. Pada akhirnya, semakin banyak orang percaya dan semakin melimpahnya ucapan syukur bagi kemuliaan Allah.

Apa yang kita dapatkan?

1. Saudara dan saya adalah orang yang tidak berharga dihadapan Allah namun boleh dipakai bagi pekerjaan perkabaran injil didunia ini.
2. Kesulitan yang kita alami adalah proses yang juga Kristus alami. Kita akan mengalami kematian juga kebangkitan Kristus.
3. Akhir dari semuanya adalah semakin banyaknya orang percaya yang memuliakan Allah.

Dimulai dari diri kita sebagai bejana tanah lihat dan diakhiri dengan kemuliaan Allah.

Siapakah saudara dan saya?
Apakah saudara guci mewah yang mahal harganya?
Apakah saudara kotak penyimpanan emas yang mewah?

Kalau iya, itu berarti saudara belum saatnya dipakai oleh Tuhan.

Ketika pelayanan diberikan kepada seseorang, maka konsep orang itu mengenai dirinya yang tidak layak, itulah yang menjadi syarat utama untuk melayani Tuhan. Pelayanan tidak dimulai dari sesuatu berharga yang kita miliki. Pelayanan tidak dimulai dari harta yang kita punya, kemampuan otak yang brilian, fisik yang kuat dan berotot serta lain sebagainya. Pelayanan dimulai sebagai inisiatif Allah yang mau mempergunakan bejana tanah liat.

Saudara dan saya adalah bejana tanah liat yang dipakai oleh Tuhan.

Saya ingat sejarah penyanyi ternama, Fanny J Crosby. Lahir tahun 1820. Ketika berumur enam minggu terkena penyakit mata. Dokter yang salah mengobati malah membuat matanya buta.

Tapi ajaib, Fanny mengembangkan telinga dan pikirannya. Umur sepuluh tahun ia sudah hapal lima kitab Musa dan empat kitab injil. Akhir hidupnya, ia menjadi wanita pertama yang diijinkan berpidato didepan kongres (DPR), di ibukota Washington. Ia pun menjadi teman dari beberapa Presiden Amerika Serikat.

Mampirlah, dengar doaku, Yesus Penebus.
Orang lain Kau hampiri, jangan jalan t’rus.
Yesus Tuhan, dengar doaku;
Orang lain Kau hampiri, jangan jalan t’rus.


Siapa orang kristen yang tidak kenal lagu diatas. Itu adalah salah satu gubahan lagu dari Fanny. Coba renungkan isi dari lagu tersebut. Syairnya merupakan ungkapan hati seseorang yang begitu rindu untuk disembuhkan.

Fanny J Crosby sudah mati, tetapi lagunya tetap hidup dan menghidupkan banyak orang Kristen hingga saat ini.

Puji Tuhan.

Dalam kelemahankulah, kuasa Tuhan boleh bekerja.