Jumat, 13 Juli 2007

Mengeluh atau taat

Bacaan: Bilangan 17:1-12

Kepemimpinan Harun sekarang terus dipertanyakan oleh bangsa Israel. Telah berulangkali Allah menyatakan pilihanNya atas Harun sebagai Imam. Kali ini Allah menyatakan dengan mengumpulkan masing-masing tongkat mewakili ke duabelas suku dimana tiap-tiap suku menuliskan nama suku mereka di tongkat tersebut. Hanya pada suku Lewilah Allah meminta dituliskan nama Harun, bukan nama suku mereka. Kemudian tongkat itu diletakkan didalam kemah hukum Allah. Keesokan harinya, ternyata tongkat Harun yang bertunas, bahkan berbunga dan berbuah. Ajaib sekali, tongkat berupa kayu mati, bisa menghasilkan kehidupan dalam satu malam saja. Dengan ini Allah menyatakan sekali lagi dengan jelas dan didepan mata seluruh bangsa Israel pilihanNya atas Harun.

Apakah sungut-sungut bangsa Israel berhenti? Ternyata tidak. Mereka sekarang mengeluh lagi, takut mati karena berdekatan dengan kemah suci Allah.

Aneh bin ajaib. Allah sudah sedemikian banyak menyatakan mujizatNya kepada bangsa Israel. Tetapi mereka memang tegar tengkuk dan bebal hatinya. Ini menunjukkan bahwa mujizatpun tidak bisa menjamin bahwa manusia bisa berubah dihadapan Allah. Berarti, hanya Allah sajalah yang sesungguhnya bisa merubah kecenderungan hati manusia untuk hidup berkenan dihadapanNya.

Mengeluh dan taat adalah dua hal yang berdampingan. Bisa saja beberapa orang mengalami kasus yang sama, tetapi hasilnya ada yang bersungut-sungut dan ada yang tetap optimis. Mengapa bisa demikan? Karena ketaatan membutuhkan kepercayaan yang melampaui bukti. Karena ternyata bukti juga tidak dapat membuat manusia taat kepada Allah. Kecenderungan hati yang mau dan hanya mau menolak Allah adalah hakekat dari manusia itu sendiri. Kita sudah rusak total dihadapan Allah. Baik rasio, emosi maupun kemauan kita sudah terdistorsi. Bagaikan roda, maka rasio, emosi dan kemauan kita tidak lagi berada pada titik as tengah. Sehingga setiap gerakan hanya akan mengakibatkan kerusakan yang lebih dan lebih lagi. Semakin aktif bergerak, semakin membuat kendaran itu menjadi rusak.

Marthin Luther mengatakan kita bagaikan kelereng (gundu) yang sudah turun dari lintasan didaerah atas masuk ke lintasan bagian bawah. Kita memang masih bergerak bebas, tetapi bergerak di lintasan bawah. Dengan segala kemampuan kita bergerak, sudah tidak memungkinkan lagi untuk pindah ke lintasan atas, tempat yang baik dan menyenangkan. Demikian juga dengan manusia. Kecenderungan hati yang sudah rusak, mengakibatkan apapun mujizat yang Allah lakukan, tetap saja tidak merubah kehidupan untuk percaya kepada Allah.

Hanya Allahlah yang sanggup merubah hati kita untuk percaya kepadaNya.

Tadi mobil yang saya kendarai mogok. Distater tidak bisa hidup. Padahal ini bukanlah mobil tua. Masih baru, keluaran tahun 2005. Mobil terpaksa didorong, tetapi tetap saja tidak mau hidup. Seminggu terakhir ini memang saya merasakan kalau mau menghidupkan mobil sudah tidak selincah dulu lagi. Akhirnya mobil saya buka bagian yang membungkus aki-nya. Apa yang terjadi? Air akinya hanya berisi separuh dan diseluruh bagian arus positip dan negatip sudah dipenuhi oleh serbuk putih yang merupakan reaksi kimiawi dari aki itu sendiri dan air akinya. Aki saya bersihkan dengan kuas dan amplas, kemudian saya pasang kembali. Ternyata belum bisa juga, karena tadi sudah habis tenaganya ketika coba dihidupkan hingga beberapa kali.
Apapun yang terjadi, mau diamplas lagi, mau didorong, tetap saja akan mogok. Akinya sudah tidak bertenaga baik lagi. Solusinya pergi ke tukang aki untuk tambah air aki dan di strom untuk meningkatkan arus yang ada didalamnya. Perubahan kondisi di luar, tidak mengakibatkan mobil jalan. Tetapi perubahan pada aki mobil yang bisa membuat jalan kembali.

Demikian juga dengan saudara dan saya. Mujizat sebanyak apapun juga tidak akan berpengaruh pada hati kita, kecuali kita diberikan hati yang baru atau hati yang terus diperbaharui untuk bisa memuji dan memuliakanNya. Bukan hal yang diluar kita yang bisa merubah kita untuk taat, tetapi perubahan yang didalamlah yang bisa membuat kita berespon secara tepat kepadaNya.

Taat dan mengeluh adalah hasil dari hati yang berbeda ketika mengalami masalah yang sama. Hati yang lama dan kusam akan mengakibatkan kita mengeluh dalam kondisi apapun juga. Hati yang baru akan selalu mau belajar taat dalam kondisi apapun juga.
Engkau ingin memiliki hati yang baru dan terus diperbaharui? Datanglah pada Yesus, Ia akan memberikannya. Ia sudah lama menanti saudara dan saya untuk terus menerus di ”cas” olehNya. Maukah saudara?

Kamis, 12 Juli 2007

Murka dan kedaulatan Allah

Bacaan: Bilangan 16:23-50

Merenungkan perikop ini begitu mengerikan hati. Kita berjumpa dan berkenalan dengan sosok Allah yang adil dan suci adanya. Kita bertemu dengan otoritas dan kedaulatan mutlak dari Allah.

Orang-orang yang memang ingin melawan Allah dengan menentang Musa dan Harun serta ingin menggantikan kepemimpinan mereka, mendapat ganjaran. Tanah yang Korah, Datan dan Abiram tempati beserta seluruh keluarganya terbelah dua. Semuanya mati tertelan hidup-hidup didalam tanah. Sedangkan duaratus limapuluh orang lainnya terbakar, tersambar api oleh Tuhan.
Kejadian itu membuat pemberontakan mulai reda. Rakyat mulai melihat, siapa sesungguhnya pemimpin bangsa itu yang dipilih oleh Allah, yaitu Harun dan Musa. Tetapi, keesokan harinya bangsa Israel mulai menggerutu kembali kepada Allah. Mereka menyalahkan Musa dan Harun kenapa bangsa itu mulai banyak yang mati. Merekalah (Musa dan Harun) yang membunuhi rakyat Israel.

Bagaimana respon Allah mendengarkan gerutu mereka? Murka Allah kembali nyala dan ingin membumi hanguskan bangsa itu. Mulailah tulah yang demikian cepat menyebar dan segera membunuh rakyat Israel satu demi satu. Melihat itu Musa dan Harun berdoa bagi bangsa Israel kepada Allah. Api ukupan dari bakaran Harun, dipakai sebagai perdamaian antara bangsa Israel dan Allah. Harun secepat-cepatnya bekerja dan berlari ketengah-tengah jemaat untuk mengadakan pendamaian bagi mereka. Harun bekerja berkejar-kejaran dengan kecepatan tulah yang mematikan dan membunuh bangsa Israel. Akhirnya perndamaian bagi bangsa Israel dapat dilakukan dan tulah berhenti. Total ada sekitar 14.700 orang mati. Ini diluar kasus Korah, Datan dan Abiram.

Kenapa Allah begitu keras kepada bangsa Israel? Kenapa Allah tidak mengampuni mereka saja? Kenapa 14.700 orang harus mati? Mengapa Allah begitu kejam?

Perikop ini mengajarkan kita aspek penting, yaitu murka Tuhan. Keadilan Tuhan haruslah ditegakkan. Tidak boleh ada satu apapun yang berhak mengatur dan mengajari Allah apa yang harus Allah lakukan. Seringkali kita menyalahkan Allah atas apa yang terjadi. Ada cerita mengenai seorang umat beragama. Dikemudian hari terjadilah pembunuhan yang dilakukan demi alasan agama oleh orang-orang yang fanatik. Ini membuat orang tersebut mulai berpikir ulang. Kenapa orang beragama malah saling membunuh? Kenapa Tuhan tidak bisa menyetop itu semua? Dia akhirnya tidak lagi percaya pada Tuhan. Yang penting sekarang adalah perbuatan baik dan moral yang sungguh untuk merubah dunia ini. Engkau mau beragama apapun tidak lagi menjadi penting. Tuhanpun tidak menjadi ukuran lagi. Karena ada tidak adanya Tuhan, tetap saja banyak yang mati, baik karena bencana alam, tsunami maupun karena bom oleh terorisme.
Tadi juga disiarkan pada acara “Oprah” mengenai seorang pria yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang yang terbakar dan meledak di sebuah bandara. Akhir cerita dia katakan, itu semua bukan karena Tuhan. Tetapi karena dia terus bergerak dan mencoba menolong sebanyak mungkin orang yang bisa dia selamatkan. Dalam proses itu, dia melihat orang-orang yang sedang dan mau mati karena terbakar didalam pesawat, memancarkan cahaya. Pancaran cahaya aura ini berbeda-beda. Ada yang sinarnya terang dan ada juga yang redup. Sekarang tujuan hidupnya adalah berusaha semaksimal mungkin mempunyai pancaran aura seterang mungkin yang bisa dia lakukan. Dia ingin berbuat sebaik-baiknya untuk mempunyai aura terang itu dari dalam dirinya.

Mulai memimpin diri sendiri dan tidak percaya lagi kepada Tuhan serta kedaulatanNya, itulah yang sedang terjadi didunia ini. Banyak orang yang marah kepada Tuhan, kenapa terjadi demikian banyak bencana, kematian dan pederitaan. Itu semua karena Allah berdiam saja. Apakah betul demikian? Seperti bangsa Israel yang tidak sadar mereka terus menerus melawan dan memberontak kepada Allah, demikian juga dengan banyak orang yang hidup zaman ini. Mereka terus menyalahkan Allah dan bukannya memohonkan pertolongan dariNya. Malah banyak orang yang mulai mencoba menyelesaikan setiap masalah dengan kemampuan dirinya sendiri. Mereka mencari jalan yang dianggap terbaik bagi hidup mereka. Apakah mungkin?

Marthin Luther sudah pernah merenungkan hal itu dalam pergumulan yang sedemikian hebatnya. Manusia tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri melalui perbuatan baik yang dilakukan manusia itu sendiri. Tetapi seperti seorang filsuf pernah berkata: kesalahan terbesar manusia dalam sejarah adalah manusia tidak mau belajar dari sejarah itu sendiri.

Kita haruslah menyadari akan murka Allah atas dosa dan kedaulatan Allah untuk melakukan apa yang adil dan benar. Bagaimana dengan saudara dan saya? Tuhan Tolonglah saya ini, agar selalu bergantung pada kedaulatanMu yang penuh dan bersandar dalam kasihMu untuk terus hidup kudus dan berkenan. Tolonglah saya Tuhan, Amen.

Rabu, 11 Juli 2007

Pemberontakan

Bacaan: Bilangan 16:1-22


Setelah Musa menjauh dari tanah Kanaan menuju ke padang gurun, mulailah terjadi kelompok-kelompok yang tidak suka. Lagi-lagi kekerasan hati bangsa Israel di pertunjukkan kembali. Kegentaran akan hukuman Tuhan tidak lagi mereka ingat. Sekarang sasaran mereka bukanlah memberontak kepada perintah Tuhan, tetapi lebih pada keinginan menggantikan Musa. Tuhan memberikan perintah A, B ataupun C. Bangsa Israel melakukan X, Y dan Z. Sekarang arah pemberontakan mereka tidak kepada Allah, tetapi pada kepemimpinan Musa.

Ada dua kelompok utama: Kelompok pertama dipimpin oleh Korah. Kelompok kedua dipimpin oleh Datan dan Abiram. Kedua kelompok ini diikuti oleh duaratus limapuluh orang dari pemimpin-pemimpin bangsa Israel. Korah mengincar jabatan Imam Harun. Karena itu ia menghasut bahwa Musa “meninggikan diri diatas jemaah Tuhan yang adalah orang-orang kudus”. Adapun Datan dan Abiram memberontak kepada kepemimpinan Musa dan ingin menjadi pemimpin. Mereka berkata bahwa Musa tidak mampu membawa bangsa Israel memasuki tanah Kanaan bahkan membawa mereka untuk mati di padang gurun.

Musa menjawab mereka dengan mengembalikannya kepada Allah. Karena semua tindakannya semata-mata mengikuti apa yang Allah ingin dia lakukan. Kepemimpinan Musa pun diangkat oleh Allah. Inilah siap pemimpin yang sejati.

Dalam hidup kerohanian kitapun didalam setiap pelayanan tentu akan ada friksi-friksi dan gesekan. Kalau tidak baik-baik diselesaikan, bisa menimbulkan perpecahan. Dalam proses pelayanan seorang hamba Tuhan, ada titik-titik dimana kesombongan rohani menjadi musuh utama. Pertama kali melayani sedemikian rendah hati. Tetapi setelah belasan bahkan puluhan tahun, mulai merasa lebih pintar, lebih jago dan lebih segalanya daripada yang lain. Ini menyebabkan sifat yang keras kepala dan tidak mau diatur lagi. Ketika timbul gesekan-gesekan dalam pelayanan diantara sesama pelayan, maka bukanlah Tuhan yang menjadi pemecah masalah. Diri sendiri dengan segala keangkuhan dan keegoisan yang menjadi pemecah masalah yang ada. Mulai menggerakkan kelompok-kelompok yang mendukung dan lain sebagainya. Membuat berbagai macam trik dan strategi untuk menjatuhkan rekan pelayan yang mungkin bisa menjadi saingan. Ataupun setiap keputusan haruslah sesuai dengan keinginan diri sendiri.

Inilah kebahayaan yang timbul dari iri hati yang tidak mau tunduk kepada Tuhan. Mempunyai sikap yang tidak memiliki apapun serta menyerahkan semua otoritas dalam tangan Tuhan, haruslah menjadi yang utama. Tuhan mau menempatkan pada posisi A atau posisi B atau juga posisi C bukalah menjadi target utama lagi. Tujuan yang terutama adalah: mengetahui apa rencana Tuhan atas hidupku, atas pelayanan, gereja, bangsa dan negara ini. Lalu bekerja segiat tenaga untuk menggenapkan rencana Tuhan itu. Ini tidaklah mudah.

Melihat dari sudut pandang Allah, inilah yang terpenting. Bagaimana dengan saudara dan saya? Seringkali saya juga terjebak dalam hal ini. Merasa apa yang kita lakukan adalah yang terbaik dan orang lain harus mau mengikuti apa yang kita inginkan. Retreat, atau mundur sejenak, itu seharusnya yang terbaik kita lakukan. Mundur sejenak untuk merenung dan berpikir serta memberikan waktu teduh yang cukup untuk berdoa dan berbicara kepada Tuhan. Ini akan membuat kita sejenak untuk me”rem” emosi yang meledak-ledak dan sifat mau menang sendiri. Duduk diam dan mulai menyaksikan bagaimana Tuhan untuk bertindak dan menyelesaikan masalah, adalah satu hal yang perlu kita lakukan. Mengembalikan seluruh masalah kepada Tuhan.

Saya seringkali bertemu dengan hamba Tuhan yang saya kira sudah berumur tua sekali. Ternyata umurnya masih jauh lebih muda dibandingkan wajahnya. Kenapa demikian? Karena masalah jemaat dan kehidupan bergereja begitu menggerogoti hati dan pikirannya. Beban yang ada dipikul sendiri, bukan diserahkan kepada Tuhan. Penyerahan masalah kepada Tuhan yang dilakukan oleh orang-orang yang sedemikian militan melayani kadang kala tidak mudah. Ini perlu latihan terus-menerus. Demikian juga dengan saudara dan saya. Kalau anda seorang yang demikian militan melayani, itu artinya saudara mulai dididik untuk menyerahkan beban dalam tangan Tuhan dari setiap masalah yang saudara dan saya hadapi. Ini tidaklah mudah.

Selasa, 10 Juli 2007

Dosa manusia dan kasih Allah

Bacaan: Bilangan 15:22-41

Ketika bangsa Israel berdosa kepada Allah, maka Allah memberikan dua ketentuan. Pertama adalah dosa yang disengaja. Untuk ini, Allah menyediakan kasih karuniaNya berupa pengampunan dengan korban sajian kepada Allah. Kedua, adalah bagi mereka yang dengan sengaja berbuat dosa. Itu artinya secara aktif dan sadar melawan Allah. Ketika kita melawan Allah dengan kesadaran penuh, maka hukumannya adalah mati. Kalau demikian, bagaimana kasih Allah untuk hal ini?
Untuk dosa yang tidak disengaja, Allah menyatakan kasihNya dengan korban pengampunan dosa. Tetapi kalau dosa yang disengaja yaitu melanggar kesucian hari sabat, maka tidak ada pengampunannya. Kalau demikian, dimana kasih Allah? Untuk dosa yang disengaja ini, Allah menyatakan kasihNya dengan memberikan perintah kepada Musa agar bangsa Israel membuat jumbai-jumbai pada setiap punca baju mereka. Ini akan selalu mengingatkan bangsa Israel, kalau mau secara sadar melawan Allah. Dengan jumbai-jumbai ini, maka ketika mau dengan sengaja melawan Allah, maka ia akan diingatkan, sehingga tidak jadi untuk melakukannya.

Prinsip utama untuk mengenal kasih Allah adalah murka Allah terhadap dosa. Karena dosa adalah timbul akibat penyalahgunaan kebebasan yang Allah berikan. Ini mengkibatkan setiap orang yang berdosa tidak boleh lagi bersama dengan Allah, karena Allah adalah suci adanya. Allah tidak bisa mengingkari diriNya sendiri yang adalah suci. Karena itu, dalam mengenal kasih Allah itu harus seimbang dengan pengenalan akan murka Allah akan dosa. Sedalam apa kita mengenal murka Allah akan dosa, maka sedlam itu juga pengenalan kita akan kasih Allah.

Allah begitu benci dosa yang merupakan perlawanan dari natur diri Allah sendiri. Karena itu tidak boleh ada sesuatu apapun yang tidak suci bergabung bersama dengan Allah. Pelanggaran terhadap hal-hal penting terutama hari sabat yang merupakan pengudusan bagi Allah sesungguhnya adalah perlawanan terhadap Allah itu sendiri. Hukumannya jelas: mati.

Allah sekarang sudah menyatakan kasihNya secara sempurna melalui kematian Kristus bagi saudara dan saya. Pertanyaannya adalah: seberapa dalam kita mengenal kasih Allah?
Jawabannya adalah seberapa dalam juga kita mengenal murka Allah. Karena itu sesungguhnya pemahaman atas perikop ini membawa pengertian yang jernih akan murka Allah atas dosa manusia.

Ada orang yang bertanya, kalau orang Kristen berbuat dosa, maka minta ampun kepada Yesus, semua masalah selesai. Kalau begitu, berbuat dosa dan minta ampun lagi, demikian seterusnya. Alangkah enaknya jadi orang Kristen. Ini adalah pendapat yang keliru. Pengenalan akan kasih Allah yang tidak diikuti dengan pengenalan akan murka Allah akan dosa, menyebabkan tidak adanya pengertian akan kasih yang sesungguhnya. Karena itu setiap orang yang telah ditebus, tidak lagi diberikan jumbai-jumbai, tetapi Roh Kudus itu sendiri untuk menemani, membimbing, menghibur dan menguatkan setiap orang yang percaya kepadaNya.

Pertanyaan orang banyak terhadap ajaran Kristen, haruslah dibuktikan dengan hidup kudus dan takut akan Dia. Ini menjadi kekuatan utama Kristen. Bagaimana caranya bisa hidup kudus dan berkenan kepadaNya? Yaitu selalu dengar-dengaran akan Dia melalui firman dan doa. Ini akan menguatkan kita untuk hidup benar dihadapanNya. Bagaimana dengan saudara dan saya? Itu tugas yang harus kita laksanakan hari lepas hari. Tuhan tolonglah kami, Amen.

Senin, 09 Juli 2007

Persembahan korban

Bacaan: Bilangan 15:1-21

Kita seringkali mempersembahkan uang ataupun sesuatu yang kita miliki kepada Tuhan. Apakah sebenarnya makna persembahan itu sendiri?

Bangsa Israel sekarang menerima hukuman dari Allah, yaitu berada di padang gurun. Tetapi Allah tetap menyertai mereka. Apa buktinya? Yaitu persembahan yang mereka harus bikan kepada Allah. Ini merupakan bukti akan persekutuan antara Allah dan manusia. Relasi ini merupakan suatu hubungan antar pencipta dan yang dicipta. Ketika manusia diciptakan oleh Allah, maka relasi itu baik adanya. Tetapi setelah jatuh dalam dosa maka relasi itu terputus. Adapun manusia dicipta sebagai mahluk rohani yang harus berhubungan dengan penciptanya. Karena itulah relasi yang putus itu diusahakan oleh manusia dengan menciptakan illah-illah bagi diri mereka sendiri.

Allah menyatakan syarat-syarat persembahan kepada diriNya, itu berarti Allah tidak meninggalkan dan tetap menyertai bangsa Israel. Persembahan apapun yang mereka lakukan, baik itu kambing, domba jantan maupun lembu aruslah disertai dengan unsur roti (tepung) dan anggur. Ini mengingatkan kita tentang perjamuan kudus dari Yesus kepada murid-muridNya yang juga memecah dan memakan roti serta meminum anggur. Persekutuan ini haruslah terus dipelihara, yang menandakan kita sebagai milik kepunyaan Allah.

Apa syarat pesembahan?
1. Ada unsur roti dan anggur, ini melambangkan persekutuan dengan Allah.
2. Ada unsur korban binatang.
3. Haruslah yang terbaik dan bukan sisa-sisa
4. Semuanya itu dengan satu tujuan: menyenangkan Allah.
Apakah dengan persembahan itu Allah akan senang? Apakah Allah bisa disogok dengan korban persembahan? Sebenarnya, persembahan itu adalah waktu-waktu penting untuk kita ingat dan kembali kepadaNya.

Seringkali kita lalai, waktu yang demikian sempit karena kesibukan dan pekerjaan membuat kita melupakan Tuhan. Kalau melupakan Tuhan itu berarti juga melupakan apa artinya kita hidup didunia ini. Melupakan apa tujuan dan arah hidup kita. Memberikan persembahan kepada Tuhan, menurut saya adalah suatu tindakan untuk mengingatkan kembali pada diri sendiri, siapa kita sesungguhnya dan siapakah Allah itu. Apa posisi dan tugas kita dihadapaan Allah. Persembahan bagi saya lebih daripada unsur menyenangkan Allah, tetapi lebih pada proses diri sendiri yaitu untuk lebih setia dan dekat padaNya.

Persembahan pada dasarnya, tidaklah merubah Allah. Persembahan adalah merubah diri sendiri. Sebelum kita memberikan persembahan dan sesudah kita memberikan persembahan, ada suasana lain yang kita dapatkan. Coba saja uji siapa diri kita sesungguhnya. Misalnya saja, saat ini coba perhatikan seperti apa engkau sesungguhnya dan perasanmu kepada Allah. Jika saudara ada uang tabungan yang penting untuk masa depan saudara, cobalah sumbangkan ke gereja sebesar 50% dari depositomu. Setelah engkau persembahkan, lalu lihatlah bagaimana dengan hatimu, ada perubahan atau tidak? Ataukan sama saja?
Pasti ada. Tindakan itu merupakan penyerahan total kepada Allah, semacam tindakan penaklukan diri untuk semakin berserah kepada Allah. Semakin dalam mengenal siapa diri sendiri dan siapakah Allah itu sendiri.

Persembahan sesungguhnya tidaklah merubah Allah. Persembahan adalah merubah diri sendiri. Karena itu berikanlah pesembahan yang terbaik, karena itu adalah proses yang merubah diri menjadi semakin lebih baik lagi. Bagaimana dengan saya? Apakah sudah mempersembahkan yang terbaik? Waktu, uang, tenaga? Ini merupakan proses terus-menerus yang harus saya lakukan. Kiranya Tuhan menolong dan memampukan saya, Amen.

Minggu, 08 Juli 2007

Penyertaan Allah

Bacaan: Bilangan 14:39-45

Allah sudah membuatkan keputusan. Bagaimana respon bangsa Israel? Mereka menyesali tindakan mereka sehingga sekarang tidak diperkenan masuk ke tanah Kanaan. Mereka sekarang berobah, dari takut menjadi berani. Sehingga pagi-pagi hari seluruh bangsa berkumpul untuk menyerang ke tanah Kanaan. Musa tentu saja tidak menyetujuinya. Kenapa? Karena Allah tidak mengijinkan. Allah tidak akan menyertai, sehingga kekalahan akan mereka alami. Itu akan mempermalukan diri mereka sendiri saja sebagai suatu bangsa. Betul saja, bangsa Israel yang menyerang ke tanah Kanaan dipukul mundur oleh orang Amalek dan orang Kanaan.

Ini menggelikan sekali. Ketika Allah bilang maju, mereka tidak mau maju. Ketika Allah perintahkan mundur mereka malah maju. Inilah ciri saudara dan saya. Seringkali kitalah yang menjadi jurumudi dari hidup kita, bukan Allah. Ketika kita menjadi jurumudi hidup kita sendiri, maka Allah tidak akan menyertai. Ingatlah saudara, ketika kita berbuat dosa, Allah menghukum kita. Ketika Allah menghukum dengan membuang kita, maka saat itu juga sesungguhnya kita masih tetap dalam perlindungannya. Artinya ketika kita menjalani hukuman dari Allah, sesunguhnya kita juga sedang dilindungi. Tetapi kalau kita tidak mau menerima hukuman dari Allah, maka kematian dan mautlah yang menjadi pilihan kita.

Ketika bangsa Israel menerima hukuman dari Allah, itu tidaklah mempermalukan diri mereka dihadapan bangsa lain. Mereka tidak akan pernah mengalami kekalahan apapun. Yang ada ialah menerima hukuman dari Allah. Tetapi kalau tidak mau menerima hukuman dari Allah, maka hukuman dari dunia ini akan kita terima, yaitu maut itu sendiri. Mereka seharusnya mempunyai kesempatan umur selama empat puluh tahun di padang belantara untuk boleh belajar kembali merasakan kasih karunia dan anugrah dari Allah. Tetapi apa yang terjadi? Tidak ada lagi empat puluh tahun penyertaan Allah, yang ada ialah kematian ditangan musuh.

Bukankah lebih baik menderita didalam tangan Allah daripada menderita lepas dari perlindunganNya? Musa memiliki padang gurunnya untuk bergumul, Israel juga mempunyai padang gurunnya, maka saudara dan sayapun mempunyai padang gurun kita masing-masing. Ketika seorang hamba Tuhan yang begitu marah kepada keadaan hidupnya sehingga melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepadaNya, saat itu juga ia sedang berada dalam padang gurunnya. Memang hidup jadi sulit, tetapi sesungguhnya tangan Allah tidak pernah melepaskan kita. Ada waktu-waktu perenungan yang sedemikian penting untuk kita belajar dan bertumbuh dihadapanNya. Saat itu menjadi saat yang penting, karena kita melihat Allah dari kacamata lain yang belum pernah kita lihat selama ini. Waktu perenungan ini menjadi waktu yang mengkristalisasikan iman kita. Perenungan-perenungan mendalam ketika mengarungi padang pasir dan padang gurun hidup kita masing-masing, itu menjadi berharga sekali. Tuhan menyertai kita didalam padang gurun itu sendiri. Yang penting adalah adanya kesadaran penuh bahwa hidup kita berada dalam kontrol Allah. Ada proses-proses dimana kita semakin hari semakin mengerti apa yang Allah ingin kita lakukan. Memang saat itu mungkin kita tidak lagi aktif melayani, tetapi itu juga menjadi waktu teduh yang demikian panjang dan berguna dalam hidup. Itu menimbulkan komitmen baru yang diperbaharui didalam hati, ketika kembali padaNya, untuk tidak mengulangi hal yang sama kembali.

Ini adalah ketaatan yang sudah melalui proses. Ketika kita ditebus olehNya, maka ketaatan kita adalah ketaatan status. Itu belumlah ketaatan yang sesungguhnya. Ketika mengalami jatuh bangun dalam mengikut Dia, disitulah ketaatan kita menjadi ketaatan yang bermutu. Yaitu ketaatan yang telah melewati proses pembentukan. Mazmur 23 jelas menyatakan: GadaMu dan TongkatMu, itulah yang membimbing aku. Gada untuk memukul musuh kita, tongkat adalah untuk memukul kita. Allah melakukan itu untuk mengarahkan dan membimbing saudara dan saya.

Dimanakah saudara saat ini berada? Di padang gurun atau di padang rumput hijau? Itu tidaklah penting bagi kita sekarang. Yang penting adalah: adakah Allah bersama kita? Ini yang terpenting!

Sabtu, 07 Juli 2007

Penghukuman Allah

Bacaan: Bilangan 14:20-38

Setiap dosa ada hukumannya. Demikian juga dengan bangsa Israel. Mereka memberontak kepada Allah dan tidak setia kepada perjanjian yang telah Allah nyatakan kepada nenek moyang mereka. Musa sebagai perwakilan untuk meminta kepada Allah untuk tidak meniadakan bangsa itu. Karena peerjanjian itu telah dilanggar oleh bangsa Israel.

Mengingat akan permintaan Musa, Allah tidak meniadakan bangsa itu. Tetapi generasi yang memberontak, yaitu yang berumur 20 tahun keatas, tidak akan menduduki tanah Kanaan sesuai dengan keinginan hati mereka. Mereka lebih suka mati di padang atau menjadi budak di Mesir daripada menuju tanah Kanaan. Mereka akhirnya menerima apa yang mereka inginkan. Kecuali Kaleb dan Yosua, mereka akan memasuki tanah Kanaan.
Allah memang bisa mengampuni, tetapi Allah tidak bisa melawan kodrat diriNya sendiri. Allah adalah adil, artinya bukan Allah mempunyai sifat adil, tetapi keadilan itu adalah diri Allah itu sendiri. Allah tidak bisa melawan diriNya sendiri. Jadi setiap perlawanan kepada diriNya, haruslah ada hukumannya.
Musa menjadi perantara antara Allah dan bangsa Israel. Permintaan Musa tidaklah merubah Allah, karena Allah tidak pernah berubah. Yang ada ialah Allah memutuskan apa yang sudah menjadi keadilanNya. Keadilan Allah adalah otoritas mutlak dari Allah. Karena keadilan Allah ialah diri Allah itu sendiri. Allah tidak bisa melawan natur diriNya. Dalam kesementaraan waktu, kita memandang seakan-akan Allah berubah, tetapi dalam kekekalan, Allah sesungguhnya tidak pernah berubah. Karena Allah memutuskan apa yang menjadi permintaan Musa itu berada dalam ikatan kesementaraan waktu. Perlu kita ketahui bahwa Allah tidak pernah diikat oleh waktu, terikat ataupun dibatasi oleh waktu. Karena itu didalam kekekalan tidak ada dulu, sekarang maupun esok. Didalam kekekalan hanya ada sekarang. Karena itu Allah tidak pernah berubah, didalam kekekalan, keputusan Allah tidak penah berubah. Didalam kesementaraanlah kita menyadari bahwa Allah seakan-akan berubah.

Allah tidak pernah memaksa manusia, karena itu ketika Israel membuat keputusan untuk melawan Allah, maka Allah memberikan kepada mereka kehendak bebas untuk melawanNya. Kebebasan manusia adalah bahwa manusia tidak mungkin bertindak melawan natur dirinya sendiri. Itu berarti tidak ada paksaan dari siapapun. Ketika Israel melawan Allah, maka sesungguhnya mereka dengan sepenuh hati melakukan hal itu. Tidak ada paksaan sama sekali.

Bagaimana kita mempelajari perikop ini? Sesungguhnya setiap pebuatan jahat kita adalah tindakan aktif kita yang melawan Allah. Allah sudah seringkali memperingati, menasehati dan menegur kita. Maka sesungguhnya kalau kita merasakan akibat perbuatan kita, maka tidak akan ada keluar ucapan sumpah serapah kepada Allah. Kita sadar sesungguhnya kita patut mengalami hal itu. Kemurahan hati Allah bukan berarti Allah bisa berubah setiap saat sesuai dengan permintaan kita. Sesungguhnya kita berdoa supaya bisa mengerti apa yang Allah ingin kita lakukan sesuai dengan natur Allah itu sendiri.

Tugas saudara dan saya adalah menggenapkan rencana mulia dan kudus Allah didalam kekekalan. Dalam karya dan tugas ini kita selalu ingat bahwa Allah adalah Allah yang adil, sehingga setiap tindakan kita yang tidak berkenan kepadaNya akan berbuahkan kesedihan. Kita patut mendapatkan penghukuman dalam tindakan kita yang tidak setia kepadaNya. Kita akan kehilangan anugrah yang besar dari pelindungan kasihNya.

Saya teringat akan seorang adik kelompok kecil. Seorang yang dididik dalam pembinaan kelompok kecil, namun setelah lepas dari kelompok kecil tersebut mulai hidup sesuai dengan keinginan hatinya. Pesan-pesan kakak pembimbing kelompok kecil tidak didengarkan lagi. Akhirnya tergelincir dalam hubungan diluar nikah. Memang tidak sampai hamil. Juga tidak jadi menikah dengan pria yang dicintainya itu. Tetapi hukuman atas tindakan itu haruslah ditanggungnya. Hidup tidak lagi seperti yang dulu ketika dia masih belum berbuat dosa zinah. Dari satu dosa ke dosa lain tinggal naik tangga setapak demi setapak yang tanpa disadari sudah sedemikian jauh. Hidupnya akhirnya terbuai dengan pria yang beragama lain yang ternyata sudah beristri. Sekarang menjadi istri simpanan yang nikah secara agama pria tersebut dibawah tangan. Melalui pria ini dia mempunyai seorang anak. Sekarang sudah cerai kembali dan mau hidup dibawh naungan kasih Kristus. Kembali aktif ke gereja dan mulai senang mendengarkan kebenaran firman Tuhan. Tetapi noda dan aib tetap tidak bisa dihilangkan. Anaknya satu orang yang sekarang menjadi tanggungannya menjadi saksi hidup bagaimana seumur hidupnya dia harus menanggung akibat dosa yang telah diperbuatnya.

Allah adalah adil adanya. Allah juga maha kasih dengan mengirimkan anakNya mati bagi kita. Tetapi itu tetap tidak melepaskan kita dari hidup kudus dihadapanNya. Lepas dari kendali Allah, sesugguhnya kita lepas dari kemurahan Allah dan masuk kedalam keadilanNya yang harus dirasakan. Hukuman Allah terberat adalah lepas dari kasih dan perlindunganNya. Kita dibiarkan lepas tanpa kendali dari Allah lagi. Inilah penghukuman yang paling berat.

Tuhan tolonglah saya agar selalu ingat dan setia padaMu. Biarlah kasihMu terus menerangi langkahku, supaya saya tidak melepaskan diri dari ikatan kebebasan pagar-pagar kasih Allah. Tolonglah saya Tuhan, Amen.

Jumat, 06 Juli 2007

Permohonan doa

Bacaan: Bilangan 14:11-19

Allah sedemikian marah atas perbuatan bangsa Israel, hingga berniat untuk memusnahkannya. Musa disini berperan aktif agar Allah tidak melakukan apa yang Allah ingin lakukan atas tindakan bangsa Israel. Musa meminta kepada Allah kiranya bangsa lain tidak mempermalukan Allah Israel didepan bangsa Israel sendiri. Karena bangsa-bangsa lain sudah mendengar akan Allah Israel yang melindungi dan membawa bangsa itu keluar dari Mesir. Mereka tidak tahu, bahwa ketidakberhasilan itu bukanlah karena ketidakmampuan Allah tetapi sesungguhnya karena ketidaktaatan bangsa Israel itu sendiri.

Musa berperan aktif sebagai perwakilan Allah bagi bangsa Israel dan juga perwakila bangsa Israel untuk meminta pengampunan kepada Allah. Ini adalah tugas kenabian. Memang nabi dan rasul sudah tidak ada lagi saat ini, tetapi fungsi nabi dan rasul masih tetap ada. Yaitu menjadi perwakilan Allah bagi dunia ini dan menjadi wakil dunia untuk memohon pengampunan kepada Allah.

Seberapa banyak kita bersaksi mengenai Allah kepada banyak orang dan sesama kita? Seberapa banyak kita menyatakan kasih dan keadilan Allah kepada lingkungan sekitar kita? Tetapi diluar itu, seberapa banyak juga kita berdoa bagi mereka dengan permohonan yang tidak putus-putusnya kepada Allah? Apakah orang-orang sekitar kita ada masuk dalam pokok doa kita setiap hari?

Setiap orang Kristen saat ini haruslah menjalankan tugas serta fungsi dari nabi dan rasul. Menyatakan keadilan dan kasih Allah adalah dengan menjadi saksi kepada orang banyak. Tetapi ada perikop ini kita belajar secara khusus seperti Musa yang menjadi perantara bagi bangsa Israel untuk memohonkan pengampunan dari Allah. Kesedihan mendalam akan murka Allah yang sepatutnya manusia alami seharusnya ada didalam hati kita. Doa dengan pemohonan yang tidak putus-putusnya seharusnya menjadi bagian hidup kita sendiri. Saya teringat akan seorang anak dari seorang hamba Tuhan wanita. Hamba Tuhan itu mengatakan mengenai beberapa orang anaknya yang sejak keci dilatih untuk berdoa bagi orang lain. Dari beberapa anaknya, ada sau orang yang memang sangat khusus dalam berdoa. Hingga akhirnya sang ibu tersebut memberikan pokok-pokok doa yang rutin didoakan oleh anak tersebut. Melihat seorang anak yang demikian rutin berdoa dengan banyaknya pokok doa hingga bisa mencapai satu jam doa, sungguhlah menakjubkan hati. Melihat kesaksian itu sesungguhnya menyentakkan hati. Kenapa anak kecil itu bisa? Kenapa saya belum mampu untuk itu?

Sejujurnya, hingga saat inipun saya belum mampu untuk berdoa sedemikian lama. Perlu belajar untuk hal ini. Perlu berlatih untuk terus menajamkan diri dalam hal berdoa. Berdoa bagi keluarga, tetangga, kantor, lingkungan masyarakat, bangsa dan Negara serta dunia ini. Berdoa juga untuk setiap hamba Tuhan yang kita kenal ataupun tidak. Berdoa untuk orang-orang yang mengasihi atapun memusuhi kita.

Saya jadi teringat akan saudara saya, yang mempunyai anak laki-laki. Anaknya itu kabur dari rumah dan belum kembali. Ketika ada kesempatan bertemu dengan saya, dia minta tolong didoakan saat itu juga. Mungkin sebagai seorang guru sekolah minggu, dia berpendapat doa saya manjur adanya. Sesungguhnya saya berdoa saat itu juga bersama dengan saudara saya itu dengan setengah hati. Dalam ucapan terucap kata-kata permohonan kepada Allah, tetapi sesungguhnya jauh didalam hati saya berdoa dengn setengah hati. Apa ia bisa mau kembali, karena saya tahu apa yang teradi pada anaknya tersebut.

Setelah doa selesai, saya merasa tugas saya sudah selesai. Yang penting saudara saya itu tidak tersinggung dan sudah menerima doa dari saya. Itu sudah cukup. Hati saya berkata, baiklah saudaraku, permintaan engkau sudah saya penuhi. Jangan ganggu saya lagi. Har-hari berlalu dengan cepat. Beberapa waktu kemudian saya bertemu kembali dengannya. Apa yang terjadi? Didepan beberapa orang, dia mengucapkan terimakasih atas doa saya, Ternyata 2 hari setelah doa saya itu, anaknya yang tidak mungkin pulang ternyata kembali. Dia juga bercerita kepada banyak orang mengenai doa saya yang dikabulkan. Saya sesungguhnya malu akan hal itu, menerima pujian yang sesungguhnya bukanlah hak saya. Hingga saat inipun, saya malu menceritakan sesungguhnya apa yang menjadi pergumulan saya saat berdoa waktu itu. Saudara saya tetap tidak tahu yang apa sesungguhnya menjadi keinginan hati saya saat itu ketika mendoakan anaknya.

Tuhan memanggil saudara dan saya untuk menjadi wakil dari manusia didunia ini. Tidak ada permohonan doa kita yang kembali dengan sia-sia. Karena doa adalah mencari tahu apa yang Allah inginkan dalam hidup kita. Dari doa saya itu, saya tahu, bahwa Allah ingin mengembalikan anak saudara saya itu melalui doa saya. Melalui kejadian itu Allah ingin saya belajar. Allah juga menginginkan saudara saya juga belajar untuk meminta dan berdoa kepadaNya.

Bagaimanakan kehidupan doa saudara dan saya saat ini? Tuhan tolonglah saya untuk boleh berdoa dan terus berdoa bagi orang banyak untuk kemuliaan namaMu. Amen.

Kamis, 05 Juli 2007

Menyebar

Bacaan: Bilangan 14:1-10

Sama seperti sukacita bisa menyebar, maka ketakutanpun juga bisa menyebar.

Sepuluh pengintai yang menyebarkan ketakutan, itu sekarang menikmati hasil perbuatan mereka. Seluruh rakyat merasakan ketakutan yang mereka juga rasakan. Bangsa Israel mulai mengeluh, memilih mati daripada mengikut Tuhan. Bahkan mulai menyalahkan Tuhan yang membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Bahkan ingin mengangkat seorang pemimpin untuk kembali pulang ke Mesir menjadi budak disana. Bahkan Yosua dan Kaleb yang berteriak menyatakan kebenaran dari Allah, mau mereka lempari dengan batu.

Sikap yang demikian aneh dari bangsa Israel. Coba kita lihat perkataan Kaleb dan Josua dibawah ini:
"Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka."

Ketakutan sepuluh pengintai menyebar menjadi ketakutan seluruh bangsa. Mengerikan sekali!
Kedua belas pengintai ini adalah pemimpin-pemimpin dari tiap-tiap suku dari duabelas suku yang ada di Israel. Tentu pendapat mereka menjadi patokan bagi suku mereka sendiri.

Kalau saudara dan saya diperkenankan Tuhan untuk menjadi seorang pemimpin, sadarlah, bahwa saudara mempunyai pengaruh yang besar untuk membangun ataupun menjatuhkan. Saya ingat ketika dulu masih di komisi pemuda di gereja. Karena dasar saya dan kawan saya adalah pembentukan dari persekutuan mahasiswa, maka ketika masuk ke gereja mempunyai cara pandang yang berbeda. Di gereja saya terdahulu, koor atau paduan suara pemuda itulah yang menjadi ciri-ciri gerekan pemuda. Ketika komisi pemuda saat saya menjabat sebagai ketuanya, membuat program seminar pemuda gereja se-Jakarta, maka pemuda dan majelis begitu gentar. Akhirnya diputuskan dan dibulatkan tekad untuk membuatkan perlombaan paduan suara se-Jakarta. Saya dan rekan saya tidak menyetujui, karena memang kami tidak punya talenta suara yang baik serta bagi kami itu sudah umum dilakukan oleh denominasi dari gereja kami. Usulan untuk membuat seminar rohani se-Jakarta menjadi ide yang buruk bagi mereka. Akhirnya rapat menyetujui dibuat seminar se-Jakarta, tetapi dengan syarat, saya sendiri ketua pemuda yang menjadi ketua seminar rohani se-Jakarta. Saya dan sahabat saya menyetujui tantangan itu dan akhirnya seminar itu bisa terlaksana dan diikuti 35 gereja. Kami bisa memberikan pengaruh pada orang-orang disekitar kami, puji Tuhan.

Kemarin di Bali ada KKR. Saya dan istri sudah menyampaikannya kepada pendeta setempat dan majelis. Pada dasarnya seluruh majelis dan jemaat bersemangat. Bahkan kami sudah menghubungi panitia KKR untuk menyediakan bus antar jemput. Kami juga sudah menyebarkan undangan ke beberapa gereja tetangga. Kami berharap gereja kami bisa mengkoordinir keberangkatan dari seluruh gereja yang ada di wilayah kami. Apa yang terjadi? Pendeta tempat saya bergereja, kurang bersemangat mengikuti KKR itu, karena bukan KKR yang dibuat dari gereja kami. Akhirnya rencana tersebut berantakan. Saya dan istri hanya bisa mengajak 1 orang saja yang kami ajak ke KKR tersebut. Menyedihkan sekali!

Engkau yang menjadi pemimpin, ingatlah! Engkau dan saya bisa menyebarkan sukacita. Engkau dan saya juga punya kemampuan menyebarkan ketakutan dan dukacita. Sekarang, kita mau menyebarkan apa? Kita mau memberikan bau apa pada lingkungan sekitar kita? Bau kematian atau bau kehidupan?

Tuhan Yesus, tolonglah kami.

Rabu, 04 Juli 2007

Cara pandang

Bacaan: Bilangan 13:30-33

Perikop kali ini kita belajar mengenai cara pandang. Kedua belas pengintai yang dkirim Musa untuk melihat tanah Kanaan mempunyai hasil yang berbeda. Mereka melihat tanah yang sama, pada waktu yang sama, lingkungan dan kota yang sama, tetapi mempunya hasil pengamatan yang berbeda. Dua belas orang itu sama-sma melihat tanah yang subur penuh madu dan susu. Mereka juga sama melihat orang-orang yang mendiam tanah itu. Tentu orangnya sehat-sehat karena tanahnya subur. Tetapi orang yang sama dilihat ini, mempunyai cara pandang yang berbeda.
Sepuluh pengintai memandang mereka dari sudut pandang diri sendiri yaitu Israel yang sebagai bangsa kelas dua (budak di Mesir), bangsa yang keletihan dalam pegembaraan dan sebagainya. Sedangkan dua orang lagi yaitu Kaleb dan Hosea (Yosua), memandang orang-orang Kanaan dari sudut pandang Allah yang menguasai segala sesuatu. Jadi mereka bepikir, bahwa janji Allah akan tanah Kanaan yang subur itu betul adanya, maka janji Allah bahwa mereka akan menempatinya, itu berarti tinggal tunggu waktu saja. Maju dan menang.

Cara pandang sepuluh pengintai yang demikian itu menyebabkan mereka semakin menghinakan diri yang berarti juga menghinakan Tuhan yang menopang mereka. Mereka bahwa menganggap diri bagaikan belalang yang lemah.
“We seemed like grasshoppers in our own eyes, and we looked the sme to them” – NIV
Inilah kesimpulan terakhir ke sepuluh pengintai mengenai diri mereka dan Israel itu sendiri. Itu juga pandangan orang Kanaan terhadap Israel menurut kacamata mereka melihat.

Cara pandang ini penting sekali. Jepang misalnya, seorang nenek masih berperan aktif dalam pertumbuhan cucunya yang masih bayi. Dari memandikan, menidurkan, memberi makan dan sebagainya. Sedangkan Amerika lain lagi, sejak bayi, anak-anak mereka diberikan kemandirian. Sehingga sangat aneh bagi orang Amerika kalau melihat seorang keponakan jauh dibiayai sekolahnya oleh keluarga besar mereka. Sedangkan hal itu bagi orang asia adalah hal yang biasa. Jadi menilai sesuatu itu juga tergantung dari cara pandang kita yang sudah tertanam dan kita miliki dalam pikiran kita.

Saya datang dari keluarga pribumi asli. Moto keluarga yang terpenting adalah pendidikan tinggi dan menjadi pegawai negeri. Sedangkan istri saya dari keluarga keturunan dan moto mereka adalah menjadi pengusaha. Bagi mereka sangat aneh kalau cita-cita seseorang menjadi pegawai. Bagi kami sangat aneh juga kalau seseorang tidak sekolah tinggi dan mendaftar jadi pegawai negeri. Kenapa bisa berbeda? Karena cara pandang yang sudah diturunkan dari generasi-generasi diatas kami ke orangtua hingga sekarang ada dalam pikiran kami.
Demikian juga dengan hidup kita saat ini. Cara pandang kita dipengaruhi oleh budaya keluarga besar, lingkungan, pendidikan dan sebagainya.

Pertanyaannya: Apakah Allah berperan dalam cara pandang saudara dan saya?
Pertanyaan ini penting sekali. Siapakah pusat hidup kita? Allah atau diri sendiri? Kalau Allah, maka segala sudut pandang yang kita miliki haruslah diuji oleh kebenaran Allah sendiri. Karena semua manusia sudah jatuh dalam dosa, maka mempunyai sudut pandang yang berlawanan dengan Allah. Karena kita ketika berdosa menjadi seteru Allah. Bagaimana mempunyai cara pandang Allah? Kristus mati untuk menebus kita. Kemudian renungkanlah firmanNya setiap hari. Karena iman akan tumbuh dari pendengaran akan firman Tuhan. Iman kita akan bertumbuh hari lepas hari, itu berarti juga cara pandang kita berdasarkan otoritas Alkitab dan kebenaran Allah itu sendiri juga akan bertumbuh.

Apakah saya sudah mempunyai cara pandang yang benar? Apakah saya sudah mempunyai cara pandang dari kebenaran Alkitab? Tuhan tolonglah saya untuk terus menerus belajar dan taat kepada kebenaran firmanMu. Amen.

Selasa, 03 Juli 2007

Firman Allah dan mata rohani

Bacaan: Bilangan 13:21-29

Allah sudah berfirman kepada bangsa Israel, yaitu: Mereka akan mendiami tanah Kanaan yang penuh madu dan susu. Dimana tanahnya penuh dengan kesuburan. Karena bagaimana mungkin ada susu dan madu kalau tanahnya gersang. Tentu kesuburan yang diidam-idamkan setiap bangsa untuk menempatinya.

Bagaimanakah respon Israel terhadap hal itu? Allah mengutus mereka untuk melihat apa yang Allah janjikan, supaya mereka bersiap untuk maju mengambil alih tanah yang telah Allah janjikan itu. Kedua belas pengintai pergi kesana. Apa yang didaptkan mereka? Apakah sama dengan yang Allah janjikan? Apakah tanahnya subur? Memang betul. Tanahnya subur, bahkan satu tandan buah anggur harus dipikul oleh dua orang. Selain hasil pertanian, hasil peternakan juga persis seperti apa yang Allah ungkapkan. Suatu negeri yang penuh susu dan madu.

Kalau demikian, maka apa yang Allah janjikan itu pasti akan digenapiNya. Israel tentu dapat menempati tanah yang sedemikian baik itu. Tetapi pengintai itu juga mulai ciut hatinya. Bangsa yang menempati tanah Kanaan itu pasti sehat-sehat dan baik tubuh mereka, karena tinggal ditempat yang subur. Kemakmuran dan kekuatan mereka pasti terjaga dengan baik. Berbeda sekali dengan bangsa Israel yang menjadi budak di Mesir dan lama dalam perjalanan di padang belantara. Kesehatan fisik mereka tentu tidak memungkinkan untuk melawan bangsa lain yang mendiami tanah Kanaan.
Karena itu, para pengintai menceritakan apa adanya kondisi kesuburan tanah Kanaan yang diikat dengan katakutan para pengintai ketika menceritakan mengenai keadaan orang-orang yang mendiaminya.

Kita juga seringkali berlaku demikian. Beriman kepada Allah, tetapi ketika kita melihat bukti akan perkataan Allah, kadang kala itu tidak membuat kita semakin beriman. Itu terjadi ketika ada masalah, kita malah melihat kepada masalah, bukan kepada Allah. Allah sudah memberikan bukti pertama akan tanah Kanaan yang subur dan melimpah susu dan madu. Allah sekarang siap untuk memberikan bukti berikutnya supaya bangsa Israel menempatinya. Tetapi mereka gagal untuk hal ini. Karena apa? Mereka melihat diri mereka sendiri.

Dalam hidup juga seringkali demikian. Melihat kepada Allah dan percaya kepadaNya, itu tidaklah mudah. Mata seringkali mengelabui kita. Mata melihat apa yang ada sekarang ini. Pikiran langsung bertindak untuk mengevaluasi apa yang terlihat oleh mata. Sayangnya seringkali mata jasmani kita begitu tajam, namun mata rohani kita bagaikan buta.

Saya ingat akan cerita seorang hamba Tuhan dari Bandung. Kehidupannya cukup-cukup saja, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Ketika anaknya mau masuk sekolah SD yang baik, ternyata uang masuknya demikian mahal dan tidak ada biaya. Akhirnya dimasukkan ke sekolah semacam SD Impres. Lalu melanjut ke SMP negeri, ke SMU negeri. Akhirnya bisa masuk ITB dan mendapatkan beasiswa. Hamba Tuhan itu mengungkapkan, Allah tidak memberikan uang untuk mencukupi, tetapi Allah menyediakan sarana lain untuk membantunya, yaitu beasiswa untuk anaknya serta masuk ke sekolah negeri.

Kesulitan kita sebagai manusia adalah selalu melihat kesulitan yang ada di depan mata kita yang terlihat ini. Mata rohani kita sulit untuk melihat bagaimana Allah bersiap-sedia untuk menopang dalam setiap masalah yang ada. Kita perlu mengembangkan kemampuan mata rohani kita jauh lebih baik dari mata jasmani kita. Seperti kemarin saya pergi ke tukang urut untuk melancarkan urat-urat saya yang kaku akibat terlalu lama di gips. Matanya tidak bisa melihat, namun sekarang tangannya yang menjadi mata jasmani untuk melihat urat-urat saya yang tidak berjalan dengan lancar. Matanya memang buta, tetapi dia lebih hebat “melihat” dari pada mata saya yang tidak buta ini untuk melihat.

Tuhan Yesus, tolonglah mata rohani saya. Agar dengan iman yang sejati, saya bisa menembus keterbatasan melihat ketidak-terbatasan.Boleh menggandeng tanganMu yang tidak terlihat yang sedang menuntun hidupku. Terimakasih Tuhan, Amen.

Senin, 02 Juli 2007

Penting

Bacaan: Bilangan 12:16-13:20

Tuhan berfirman kepada Musa: “Suruhlah beberapa orang mengintai tanah Kanaan, yang akan kuberikan kepada orang Israel; dari setiap suku nenek moyang mereka haruslah kau suruh seseorang, semuanya pemimpim-pemimpin diantara mereka”.
Mencapai tanah Kanaan, yaitu tanah perjanjian bagi bangsa Israel, sangatlah penting. Itulah yang menjadi tugas mereka. Allah sudah memberikannya kepada nenek moyang Israel, yaitu Abraham. Sekarang akan diberikan kembali kepada mereka. Itu adalah tugas yang penting.

Karena itu ketika Allah memerintahkan untuk mengintai tanah tersebut untuk melihat bagaimana sesungguhnya kondisi disana, dipilihlah duabelas pemimpin mewakili tiap-tiap suku. Orang yang terbaiklah yang diberikan tugas penting ini. Dua hal utama yang mereka harus perhatikan disana: Yaitu kota atau tanahnya kemudian orang-orangnya. Kota dan tanah untuk mengetahui tingkat kemakmuran mereka serta kualitas hidup mereka. Orang-orang untuk melihat kualitas manusianya apakah mereka mampu mengolah semua hal yang ada pada tanah mereka tinggal.

Karena tugas ini sedemikian berat, maka mereka diminta untuk tabah. Musa melihat pengintaian ini penting untuk membuat strategi bagaimana cara memasukinya dan sebagainya. Tetapi yang menarik adalah: Tuhan terlebih dahulu mengatakan mengenai tanah yang akan diberikan. Itu artinya Allah mengatakan, tanah perjanjian Allah dengan nenek moyang mereka yang akan mereka tempati sebentar lagi, itulah yang harus mereka intai.
Allah sudah memerikan janjiNya untuk tanah itu agar mereka kuasai. Sekarang adalah tugas mereka untuk menggenapkanNya. Musa melihat hal itu, sehingga ia memilih orang-orang yang terbaik yang dimilikinya.

Inilah sesungguhnya arti iman. Iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Allah menjanjikan tanah Kanaan yang akan diberikannya. Maka kepercayaan penuh atas janji Allah itu yang menggerakkan Musa untuk melaksanakan pengintaian dan memilih orang-orang yang terbaik.
Bagaimana dengan kita saat ini? Saya jadi ingat akan rekan pelayan saya yang terpanggil menjadi hamba Tuhan. Meskipun orangtuanya tidak menyetujui, tapi apa yang Tuhan sudah perintahkan atas hidupnya, itulah yang menjadi kekuatannya. Tidak jelas masa depan mau seperti apa. Tidak tahu akan dapat dana darimana. Keluarga tidak mendukung bahkan meminta dia untuk keluar dari rumah, kalau tetap mau menjadi hamba Tuhan. Iman itu melihat jauh kedepan akan bukti-bukti yang belum kita alami sekarang ini. Kita sudah melihat dengan iman, tetapi saudara-saudara dan orang-orang terdekat tidak melihatnya. Ini menyebabkan perbedaan cara pandang. Ujung-ujungnya adalah perselisihan. Kalau yang berkuasa adalah yang tidak memiliki cara pandang yang tepat kepada Allah, maka ia akan melakukan apapun yang dianggap benar untuk menolong dan menyelamatkan. Kalau tetap tidak mau mengerti, maka terpaksa dilakukan pengusiran. Ini yang terjadi pada rekan saya, yang terpaksa diusir karena tetap mau jadi hamba Tuhan.
Tuhan memang tidak jelas meminta saya menjadi hamba Tuhan sehingga sekarang tetap bekerja di sekuler. Saya melihat jelas adalah: bagaimana menjadi seorang non full time, tetapi punya kemampuan seperti seorang full time (hamba Tuhan) yang bekerja semaksimal mungkin pada bidang yang Tuhan inginkan saya garap. Banyak orang menganggap kalau hamba Tuhan itu pintar alkitab sedangkan kamu awam tidak harus. Inilah yang akan saya garap, menjadi teladan sebagai kaum awam yang kuat teologianya.

Saya tetap sebagai kaum awam sedangkan kawan saja menjadi full time. Tetapi kami sama-sama punya prinsip, haruslah kokoh didalam perngertian akan Firman Tuhan, lalu menggarap bidang masing-masing semaksimal mungkin yang dapat kami lakukan.

Melihat apa yang ada didepan dengan pandangan iman, membuat kita mengerti apa yang penting yang harus kita lakukan. Orang lain mungkin menganggap itu tidak penting. Tidaklah mengapa, karena mereka tidak melihat apa yang saudara dan saya lihat. Melihat kepada Allah menyebabkan kita mengetahui mana yang penting dan yang tidak penting. Inilah yang terpenting!

Minggu, 01 Juli 2007

Posisi, kesombongan dan iri hati

Bacaan: Bilangan 12:1-15

Merenungkan perikop ini kita belajar mengenai uniknya hati manusia. Perubahan hati manusia yang tidak dapat kita mengerti.
Perikop terdahulu kita belajar satu pelajaran mengenai kepenuhan Roh Kudus pada tujuh puluh orang yang dipilih. Sehingga mereka mempuyai kuasa seperti nabi-nabi. Itu terjadi pada Miryam (saudara Harun) dan Harun sendiri. Mereka berdua adalah bagian dari tujuh puluh tua-tua yang dipilih Allah memiliki kepenuhan Roh Kudus. Musalah yang meminta kepada Allah, sehingga separuh Roh Allah diambil daripadanya diberikan kepada tujuh puluh tua-tua, termasuk Harun dan Miryam.
Harun dan Miryam memang berperan penting dalam keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir.
Mikha 6:4 menuliskan: “Sebab Aku telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir dan telah membebaskan engkau dari rumah perbudakan dan telah mengutus Musa dan Harun dan Miryam sebagai penganjurmu”

Iri hati atau kesombongan? Saya tidak tahu, mana yang lebih dahulu.
Harun dan Miryam ikut bersama mendampingi Musa dalam membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir. Mereka juga dipenuhi kuasa Roh Kudus Allah sehingga memiliki kepenuhan seorang nabi. Perlakuan istemewa yang mereka miliki dan gabungan dengan iri hati melihat Musa yang lebih daripada mereka, menyebabkan timbulnya tindakan yang tidak tepat. Mereka mencari celah untuk menjatuhkan Musa. Ini diambil dari kasus istrinya Musa orang Kusy itu.

Bagaiman respon Allah atas kejadian ini?
Allah mengumpulkan mereka bertiga, lalu menyatakan siapa yang benar dan tidak. Allah tidak menyinggung masalah perempuan kusy, tetapi iri hati dan kesombongan Harun dan Miryam. Allah juga menyatakan siapakah yang dipilih olehNya. Miryam yang menjadi otak perseteruan ini, akhirnya dihukum Allah dengan penyakit kusta. Tetapi Harun meminta Musa untuk memohon kepada Allah pengampunan atas Miryam. Musa berdoa sehingga akhirnya Miryam dipulihkan, tetapi dengan syarat harus diasingkan selama 7 hari lamanya.

Hidup manusia sesungguhnya adalah menjalankan apa yang Allah ingin kita lakukan. Kesadaran penuh akan otoritas Allah itu penting sekali. Satu sisi sebagai menusia tentu kita ingin mempunyai kemajuan dalam hidup ini. Tetapi segala berkat yang kita miliki, kalau tidak dikembalikan kepada Allah sebagai ucapan syukur akan menjadikan kesombongan. Kesombongan ini bisa menjadi batu sandungan kepada orang lain, terutama yang tidak punya talenta seperti yang kita miliki. Namun sebaliknya, kemampuan lebih yang dimiliki ini, kalau melihat kepada yang punya talenta lebih lagi dari kita, itu bisa menimbulkan iri hati. Melihat kebawah kita itu berbahaya, melihat keatas kita juga berbahaya. Yang benar adalah melihat kepada Allah, lalu Allah akan memberitahukan posisi kita dimana. Setelah kita tahu posisi kita, maka ucapan syukur atas apa yang kita terima itu seharusnya yang terjadi.

Posisi, ini pelajaran penting hari ini. Setiap orang harus mengerti apa posisinya sebagai manusia. Sebagaimana Adam tidak mengerti akan posisi dirinya, sehingga Allah bertanya: “Adam, dimanakah engkau berada?”
Pertanyaan yang sama juga Allah sedang tanyakan pada kita saat ini. Dimanakah posisi saudara dan saya?

Apakah boleh punya ambisi? Misalnya sekarang menjabat eselon 4 sebagai pegawai negeri. Apakah boleh punya impian untuk menduduki eselon 1? Apakah boleh membuat perencanaan-perencanaan dan target-target, hal-hal apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tingkatan demi tingkatan?
Saya melihat masalah utama bukan pada hal itu. Tetapi pada pengertian akan kemanakah hidup kita sesungguhnya. Apa yang Tuhan ingin saya lakukan? Bukan apa yang ingin saya lakukan supaya Tuhan senang. Perbedaan dari kedua hal ini adalah: siapakah yang menjadi pusat atau sentral? Kalau kita yang mengendalikan diri sendiri, maka kita akan melakukan segala macam cara untuk menjabat suatu posisi yang diatas kita. Termasuk dengan cara apapun dengan mengorbankan apapun bahkan menjatuhkan siapapun, itu akan dilakukan. Pergeseran ini yang berbahaya.

Mengerti posisi saya dan tahu apa tugas yang Allah berikan kepada saya. Juga bersiap-siap untuk menerima tugas baru yang Allah berikan. Itulah yang penting untuk kita lakukan dengan semaksimal mungkin. Itu akan menjauhkan kita dari iri hati dan kesombongan.

Kiranya Tuhan menolong kita, Amen.